Duhai sahabatku , demikian awal email yang kuterima dari sahabatku dari negeri jiran. Lihatlah disekelilingmu begitu banyak nikmat Allah yang bertaburan. Allah memberikan kalian nikmat Alam dan nikmat iman tapi mengapa kalian tetap hidup dalam derita dan sansai tak berkesudahan. Padahal begitu banyak kesempatan yang bisa kalian perbuat untuk kemakmuran negeri kalian , bahkan mungkin bisa pula membahagian orang dibelahan negara lain dilanda kekeringan.
Sebetulnya pertanyaan itu mudah dijawab semudah melihat kenyataan yang dirasa maupun dilihat. Betapa tidak.
Kita mengakuti keberadaan Allah tapi tidak mencintai Allah. Kita percaya kekuasaan Allah. Kita akui kebesaran Allah. Kita akui nikmat yang bersumber dari Allah. Kita turuti semua shariat Agama. Tapi kita tidak pernah mencintai Allah. Kecintaan kepada Allah haruslah tanpa sekutu apapun dan dalam bentuk apapun. Cinta kepada Allah adalah kemauan untuk berkorban melaksanakan hak Allah dengan ikhlas. Kita mengakui Cinta Allah tapi kita terlalu cinta kepada keluarga, kepada kekuasaan, kepada jabatan , kepada kendaraan, kepada harta , kepada wanita, kepada semua yang bernama materi. Sehingga untuk mencapai cinta selain allah itu , maka kita pun tidak peduli dengan hak Allah. Apakah ini yang dinamakan cinta kepada Allah ??? Bila kenikmatan cinta selain Allah itu berlalu dari kehidupan kita karena diambil oleh yang Maha Pemberi , maka kitapun kembali mendatangi Allah. Menangis tersedu sedu , meratapi ketidak adilan. Karena kasih Allah , maka kita diingatkan akan makna Hak pemilik Cinta tapi malah kita berpikir negatif kepada Allah. Pantaskah rahmat akan datang kepada kita?
Kita mengakui keberadaan Rasulullah tapi tidak mencintai Rasul. Kita dengungkan setiap saat shalawat kepada Rasulullah. Tapi kita enggan meniru sifatnya. KIta tidak perlu meniru banyak sifat kebaikan dari rasulullah sebagai kekasih Allah. Tapi setidaknya cukup kita meniru dua hal dari Rasulullah yaitu sifat kasih sayang dan Sabar. Tapi sifat ini sangat sulit kita terapkan dalam kehidupan. Kita engga menebarkan kasih sayang. Kita tunaikan zakat bila Idul Fitri karena jumlahnya secuil tapi kita enggan berzakat harta apalagi bersadakah , berjihad mengorbankan harta dijalan Allah. Ya kita lakukan mungkin sadakah tapi itu hanyalah sepermil dari harta kita. Itu sama saja mempermainkan sifat kasih sayang yang sebenarnya. Jauh dari sifat kasih sayang rasulullah dan para sahabatnya. Soal kesabaran , kita sangat sulit sekali sabar. Tak Sabar menahan godaan nafsu kekuasaan yang cenderung menjadikan kita sebagai penindas.. tak Sabar menahan godaan nafsu harta , yang cenderung menggiring kita menjadi tamak dan sombong.. Tak Sabar menahan godaan wanita , yang cenderung menggiring kita kepada kehinaan. Tak Sabar menahan godaan kemiskinan, yang cenderung membuat kita kufur. Apabila dua sifat ini , jauh dari qalbu kita maka jangan terkejut bila rahmat Allah pun akan tercabut dari kehidupan bangsa kita.
Ketiga. Mengakui keberadaan Iblis tapi enggan untuk memeranginya. Kita mencap orang yang tidak disukai dengan sebutan “Iblis. Tapi justru kita sendiri menjadi budak Iblis. Begitu mudahnya , harta, wanita, kedudukan , kemiskinan menjadi kendaraan Iblis untuk menggilas kita. Bahkan ada diantara kita yang mau pergi kehutan atau kekuburan orang saleh atau kegunung untuk mendapatkan berkah pangkat , keluarga , pekerjaan , bisnis., yang semuanya bersumber dari Iblis. Adapula diantara kita yang rela menggunakan kekuatan sihir atau perdukunan untuk menyingkirkan orang yang tidak kita senangi. Karena iblis itu tidak akan menghasilkan manfaat kecuali kehinaan dihadapan Allah. Apakah pantas kita mengharapkan rahmat Allah bila kita telah menjadi budak Iblis.
Keempat. Mengakui kematian itu suatu hal yang pasti tapi kita hidup merasa tak akan mati. Setiap ada teman atau keluarga yang meniggal maka kitapun ikut menangis. Bahkan kita jadikan kematian itu suatu upacara dari tujuh hari sampai seribu hari. Tapi kita tidak pernah diingatkan akan kematian. Dimana amal sebagai bekal adalah segala galanya . Kita terlena ketika badan sehat. Kita terlena ketika harta melimpah. Kita terlena ketika berkuasa. Kita senang mengejar yang semu tapi melupakan yang hakiki dihadapan Allah. Kita melihat dan menyaksikan sesuatu yang pasti tapi kita tidak menghayati kepastian itu. Bahwa semuanya harus ada perhitungannya dihadapan Allah ketika ruang dunia tempat bersemayam tertutup bagi kita dan digantikan oleh Alam barzakh ( kubur ). Bila sudah begini maka jelaslah kita memang pantas untuk dilupakan dari rahmat allah.”
No comments:
Post a Comment