Friday, February 27, 2015

Kebebasan...?

Teman saya pernah bertanya mengapa kalau melihat wanita cantik pakai baju seksi saya tidak melirik dan perhatikan. Saya hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.Mengapa? Karena saya kebanyakan bergaul di luar negeri di negara sekular. Bila summer , hampir setiap hari saya melihat wanita ditempat umum berpakaian setengah telanjang. Bahkan di spa center, kadang di steam dan sauna room, beberapa wanita dan pria campur. Anda yang tidak pernah berada disituasi ini tentu akan "panik. Tapi bagi saya keadaan itu biasa biasa saja. Juga bagi yang lain,biasa biasa saja. Tidak membuat syahwat bangkit. Mengapa? Budaya sekular berhasl mere-definisi sex. Definisi sex yang mereka yakini membentuk persepsi tentang sex bukan soal apa yang diliat. Bukan pada raga atau phisik. Bukan! Tapi tentang Cinta. Bahwa cinta tidak ada hubungan dengan raga. Love isn't something you find. Love is something that finds you. Ini tentang touching , charming, caring, attention.Dan ini berhubungan dengan jiwa. Walau tempat maksiat terbuka lebar namun jarang sekali pria atau wanita yang telah punya commitment mau selingkuh atau melakukan poligami. Bahkan di Bar yang menyediakan tarian top less tidak pernah membuat yang hadir tergerak mau menyentuh penari itu. Itu hanya seni hiburan saja. Masyarakat secular bisa menempatkan sex secara manusiawi , bukan hewani. Hubungan sex dengan lawan jenis disebut dengan Make Love.

Teman saya mengatakan bahwa tingkat penyakit AIDS/HIV karena kebebasan sex di Eropa dan Amerika sangat rendah dibandingkan Negara Asia dan Afrika. Benarkah ? Berdasarkan dari satu informasi saja sudah jelas bahwa konotasi sex bebas itu tidak pantas untuk diberikan untuk Barat - lalu apa yang menyebabkan image ini menjadi pattern di kepala kita bahwa Eropa suka sex bebas? Jelas saja yang pertama adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan yang valid, pengetahuan yang didapat bukan hanya dari sekedar menonton film barat yang moro-moro ada adegan sex yang dilakukan oleh sepasang remaja yang belum menikah. Di Barat, Amerika atau Ozy, film yang mempertontonkan adegan sex mungkin tidak seketat di Indonesia namun tetap saja mereka harus mendahului badan sensor. Dengan kata lain, sex bebas itu tidak ada dalam ‘kamus’ orang barat. Berhubungan intim menurut mereka harus dilakukan atas dasar suka sama suka (tapi bukan untuk main-main), dan kalau memang benar-benar suka, maka disebut cinta, dan kalau sudah cinta maka hubungan meningkat menjadi komitmen, yang artinya mereka sudah serius (tapi bukan berarti harus menikah). Pemikiran orang barat terhadap sebuah hubungan cinta sangat dalam, apalagi pernikahan. Untuk itu mereka tidak mengartikan hubungan intim dengan cinta, tetapi cinta bisa menjadi berhubungan intim, cinta dan berhubungan intim bukan berarti harus menikah. Tidak heran, angka kasus perceraian di Eropa sangatlah kecil sekali dibandingkan di Asia, apalagi Indonesia.

Menurut Badan Statistik Dunia AIDS/HIV negara Asia Tenggara menduduki peringkat ke tiga dunia setelah Sub-Saharan Africa, North Africa dan Middle East, dengan jumlah pasien 4 juta. Yang memprihatinkan adalah jumlah 4 juta ini adalah termasuk bayi yang baru lahir!  Sementara Central Europe dan Westerns diketahui memiliki angka yang sangat kecil, lima kali lipatnya dari total angka di Asia Tenggara. Anak remaja Barat sejak di bangku SMP memang sudah di ajarkan tentang Sex, dan sex ini bukan yang menjurus tentang bagaimana berbuat sex atau posisinya,  namun lebih mengarah pada informasi bagaimana bahayanya sex jika dilakukan oleh sembarang orang, gonta-ganti pasangan dan tanpa ’security’ atau alat pengaman. Kedengarannya sangat familiar sekali ya di Indonesia? Emang. Berhubungan sex dengan menggunakan alat pengaman seperti kondom sudah dikampanyekan di Indonesia sejak tahun 1990an - bahkan di iklankan di TV: masih ingatkan iklan yang dibintangi oleh Dedy Midzwar dan Didi Petet? Jumlah pengidap AIDS/HIV di Indonesia itu sendiri diketahui terus meningkat semenjak tahun 2003. Jumlah terakhir pada tahun 2009 yang mengidap AIDS/HIV di Indonesia adalah 310,000 pasien! Dilihat bahwa kita adalah negara yang jelas sekali ‘menolak’ berhubungan sex sebelum menikah maka angka 310 ribu ini adalalah angka yang sangat mengerikan! Lalu siapakah sebenarnya negara yang memiliki ‘Budaya Bebas’ itu?

Masalah tersebut diatas tidak akan saya jawab.Karena pertanyaannya spekulatif. Benarlah bahwa antara manusia dan hewan hampir sama. Yaitu ama sama punya fitrah berupa nafsu namun hewan menggunakan alam bawah sadar atau naluri berbuat. Karenanya hewan tidak perlu mengenal secara dekat dengan lawan jenisnya sebelum melakukan hubungan sex. Dia liat dan dia lakukan , selesai. Ya karena menusia itu makhluk free will, baik masyarakat sekular maupun religius bisa saja punya karakter hewani.Tapi bukan semuanya berkarakter hewani. Itu hanya sebagian saja. Kalau persepsi sekular kebebasan itu adalah tanggung jawab yang lebih berat ketimbang yang serba diatur. Karena kebebasan berhubungan dengan jiwa, human being...itu berat sekali. Kalau persepsi kita yang religius tentang kebebasan adalah bebas mau ngapain aja tanpa ada rasa tanggung jawab ya tentu berbeda. Makanya kita menolak kebebasan itu. Sebetulnya pemahan tentang sex  tidak ada beda dengan secular yaitu sama sama menempatkan nafsu sex sebagai fitrah manusia yang didasarkan kepada kebutuhan akan cinta.  Dalam Islam persepsi cinta bukanlah soal ketertarikan raga atau ketertarikan sex tapi soal tauhid, iman dan akhlak, Itulah yang membuat “hubungan”menjadi istimewa. Satu sama lain merasa nyaman untuk selalu bersama, dalam susah maupun senang. Bahkan di usia menua semakin dekat ,semakin peduli dan samakin saling merindukan untuk bersedekat mencurahkan perhatian dan kasih sayang, yang tak mungkin diduakan walau diluar sana ada wanita lebih cantik dan lebih muda. Bukan raga tapi jiwa,itulah cinta.

Thursday, February 26, 2015

Ahok, dan korupsi...

Kalau kamu mau tahu bagaimana buruknya pengaruh dari Korupsi maka datanglah ke Jakarta. By process kota ini runtuh, pelan-pelan, dan air bah yang mengepungnya selama berhari-hari dengan mudah merusak yang sudah dibangun dengan susah payah. Kota ini jadi sebuah cerita tentang negeri yang dihabisi oleh kekuatan jahat yang tak tampak tapi ganas. Jika hujan,  tak punya lagi bukit dan hutan, jika curah air tak punya tempat yang menyerap dan menyimpannya, pasti ada kekuatan keji yang bekerja. Bidang bumi yang vital itu telah direbut oleh para developer real estate, dan segala aturan yang dibuat untuk mencegah perebutan itu dilanggar dengan jelas setiap hari, dengan terang, seperti ayam putih terbang siang. Maka jika kota ini runtuh, ia adalah sebuah kisah tentang para pejabat penjaga peraturan yang telah tidur selama bertahun-tahun, gubernur-gubernur yang tak bergerak karena kekenyangan suap, pejabat yang bodoh atau abai, tak melakukan apa-apa. Jika kota ini runtuh, saya tak tahu bagaimana orang akan bertindak setelah ini. Mungkin mereka akan kembali mengais-ngais nafkah dari apa saja yang tersisa dari kerusakan ini, dan bekerja, makan, beribadah, nonton TV, mendengarkan radio, bersetubuh, jalan kaki, tanpa menyalahkan siapa pun. Lalu lupa. Mungkin akan ada orang yang marah, tahu bahwa banjir ini adalah anak haram birokrasi yang busuk dan bisnis yang tamak, tapi mereka marah bersendiri. Mereka akan memaki-maki di gagang telepon atau di pinggir gang yang becek dengan sejumlah kenalan dan, setelah itu, merasa tak berdaya dan terdiam.

Jika kota ini runtuh, mungkin karena orang-orang tak mengharap bahwa polisi, jaksa, dan hakim atau KPK akan menghukum sejumlah penjahat yang mendapat uang berlebihan seraya menghancurkan Jakarta. Tak ada yang melihat ada jalan yang bisa ditempuh yang menyelamatkan. Semua tahu bahwa untuk menghentikan persekutuan jahat itu akhirnya harus ada sebuah alat: kekuasaan. Tapi sudah bertahun-tahun kita hidup dengan asumsi bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang jauh dan ajaib, bukan sesuatu yang bisa diproduksi oleh proses politik. Maka di bawah mistifikasi kekuasaan, orang pun mencari jalan lain dengan mistifikasi ke-tidak-kuasaan. Terkadang dalam bentuk doa, terkadang dalam petuah budi pekerti. Seakan-akan jalanan macet yang terjadi setiap hari adalah sesuatu yang tak bisa diterangkan—yakni ia bukan sebuah problem, melainkan sebuah misteri. Seakan-akan penyelewengan dan korupsi tak bisa ditelaah sebab dan strukturnya, tapi diduga bersembunyi, sebagai akhlak yang bernoda, di lubuk hati. Seakan-akan untuk lepas dari rawa-rawa sekarang kita hanya bisa dibisiki dan diangkat oleh Yang Gaib. Jika kota ini runtuh, pelan-pelan, kehancuran itu mungkin ditandai dengan hadirnya kembali rasa tak berdaya di depan Yang Gaib: kita ketakutan mendengar petir dan memandang mendung, seolah-olah itu adalah isyarat buruk dari kahyangan. Sebab setiap kali hujan turun baru, kita tahu apa yang akan terjadi: jalan jadi sungai kembali, mungkin lebih luas dan deras. Rumah, toko, bengkel, tempat kerja, akan musnah. Listrik mungkin akan mati. Telepon akan rusak. Bandara akan tak terjangkau. Bus dan truk antarkota tak akan datang. Tak akan ada konsumen, tak ada buruh, tak ada pedagang. Yang ada para pengungsi dan, di sana-sini, pencoleng kecil di jalan di mana ribuan mobil merayap, dikepung air.

Bayangkan: sebuah ibu kota republik, sebuah kota metropolitan, sebuah ruang hidup dengan gedung-gedung pemerintah yang megah, dengan bank-bank yang rajin, dengan Pasar Modal dan World Trade Center, dengan perguruan tinggi yang bangga, dengan rumah sakit yang beperkakas piawai, dengan ratusan ribu lulusan universitas, dengan para teknokrat yang pintar, dengan markas semua Ormas Islam dan tempat bermukimnya Ustad terkenal, dengan jaringan WIFI tersebar disetiap Mall: sebuah kota pada abad ke-21—ternyata sebuah kota yang rentan dan ketakutan di bawah hujan. Dusun-dusun yang kumuh memang layak gentar kepada alam yang masih agung dan misterius. Tapi Jakarta: ia lumpuh bukan di hadapan gempa tektonik yang besar, bukan puting beliung yang bengis, bukan tsunami. Dengan kata lain, ini adalah sebuah kota yang telah dibuat tak berdaya. Jakarta adalah sebuah kota di mana korupsi bukan sekadar mencolong. Di kota ini, korupsi bukanlah sekadar perbuatan jahat para gubernur atau para birokrat yang “membangun” wilayah dengan menyulap biaya sampai melambung. Bukan sekadar pembuatan proyek fiktif atau tanpa guna untuk mendapatkan anggaran. Bukan sekadar perilaku rutin para petugas izin bangunan yang minta sogok dan dengan itu membiarkan lingkungan hancur. Bukan sekadar polisi dan jaksa dan hakim yang buncit oleh bayaran mereka yang seharusnya dihukum karena penghancuran itu.Tapi memang kekuasaan by sistem membiarkan penjarahan terjadi begitu saja.

Dan itu semua disadari oleh Jokowi dan Ahok ketika kali pertama menginjakkan kakinya di Balaikota. Jokowi- Ahok bertekad untuk merubah semuanya, setidaknya meyakinkan kepada dirinya untuk tidak tercemar budaya korup yang sudah berakar di DKI. Dia ingin merubah Jakarta dengan cara merubah budaya korupsi menjadi budaya passion, eternity,sincerity untuk kebaikan,kebenaran dan keadilan. Membangun Jakarta adalah membangun akhlak pribadi ihsan, bukan hanya penuh basa basi bermanis muka namun munafik. Setelah Jokowi jadi Presiden, Ahok ingin menghentikan proses Jakarta tenggelam, menghentikan proses Jakarta runtuh karena para pencoleng di gedung DPRD dan Balaikota. Jokowi mendukung Ahok dan TNI siap melindunginya. Kekuasaan memang harus bersikap keras merubah jakarta. Kadang bahasa kebenaran terkesan menyakitkan bagi mereka yang munafik. Tapi Ahok tidak peduli.Dia akan terus melangkah dengan cara dan niat baiknya. Ahok sadar bahwa korupsi adalah biang kerusakan Jakarta dan tentu mempermalukan siapa saja yang merasa punya hati nurani dan percaya kepada Tuhan. Ahok memang tidak disukai oleh sebagian umat islam, dan bahkan ada yang dengan tegas tidak mengakui pemimpin non muslim. Tapi Ahok ditakdirkan untuk memimpin Jakarta. Kini dia mempertaruhkan jabatannya demi kebenaran..demi APBD tidak dikorup oleh DPRD. Mungkin dia akan jatuh, bukan karena dia berbeda agama dengan kita tapi karena dia membela kebenaran, yang dia yakini itulah pesan universal bagi semua agama. Semoga kamu paham.

Saturday, February 21, 2015

Utamakan jalan damai..

Dulu Rasul memimpin peperangan melawan orang kafir dan juga para sahabatnya melakukan penaklukan ke seluruh jazirah Arab.  Orang kafir harus diperangi. Kita harus berjihad untuk meninggikan kalimat Allah. Karenanya halal darah orang kafir. Bunuh mereka semua. Bagi yang murtad , langsung penggal kepalanya. Singkatnya, yang berbeda atau bukan masuk dalam kelompoknya adalah kafir. Benarkah itu.? Demikian tanya putri saya. Saya harus menjawab dengan hati hati. Maklum karena putri saya bukan anak anak lagi. Dia mahasiswa dan juga aktivis muslimah di kampus. Apa yang ditanyanya kepada saya adalah sesuatu yang dia dengar diluar, ditengah pergaulan-nya. Dengan tersenyum saya katakan bahwa Rasul tidak pernah berperang dengan tujuan untuk memaksa orang pindah agama. Tidak pernah rasul memerintahkan perang karena ingin meluaskan wilayah taklukkan. Tidak pernah Rasul berperang karena ingin membalas dendamnya, ingin melampiaskan amarahnya kepada orang kafir. Tidak pernah! Mengapa perang harus terjadi? Karena situasi ketika itu umat islam dan kondisi terancam oleh orang non islam. Rasul tidak punya pilihan kecuali melawan sebagai bentuk melindungi diri. Ketika perang usai, tidak ada tawanan  yang dilukai. Apabila mereka membayar tebusan perang maka mereka dibebaskan sebagai tawanan.Tidak ada yang dipaksa masuk islam. Ketika orang non muslim meminta perdamaian maka Rasul langsung menyetujui. Walau perdamaian itu menyakitkan namun itu harus diterima daripada darah tertumpah.

Bagaimana dengan keadaan para khalifah Empat? Bukankah mereka juga melakukan peperangan merebut kota kota di jazirah Arab.? Tanya putri saya. Setelah Rasul wafat, banyak umat islam yang berniaga ke-kota diluar madinah. Di Beberapa kota , mereka ditolak kehadirannya. Kalaupun ada yang diterima berniaga namun mereka tidak boleh melaksanakan ritual agama, tidak boleh melakukan siar agama. Ada juga wilayah sudah dibawah taklukkan islam tapi entah mengapa mereka ter-provokasi untuk makar dari kekuasaan di madinah. Sama saja dengan di Era Rasul. Hak melaksanakan ibadah adalah hak yang harus dibela oleh semua umat islam  yang beriman. Karena keyakinan akan kebenaran, kebaikan , keadilan itu dasarnya adalah meninggikan kalimat Allah. Manifestasi dari iman kepada Allah. Puncak tauhid yang tidak bisa hanya berdoa tapi juga harus diperjuangkan dan berkorban untuk itu. Maka atas dasar itulah maka perang adalah jalan yang harus ditempuh setelah upaya persuasi dengan cara damai gagal ditempuh. Kalaupun perang dilaksanakan maka tentara islam tidak boleh membunuh anak anak, orang tua renta, para wanita yang tak bersenjata.Tidak boleh merusak tempat ibadah, rumah penduduk atau merampas-nya. Target perang hanyalah penguasa yang zalim. Sebelum memasuki wilayah musuh, Tentara islam masih memberi kesempatan kepada musuh untuk mengikuti seruan Islam, dan agar perang tidak perlu terjadi. Namun bila tidak ada kata sepakat maka perang adalah opsi terakhir.

Sejarah perkembangan khilafah islam dari masa ke masa,perluasan kekuasaan bukan bertujuan untuk penaklukan atau penjajahan tapi dalam rangka siar. Sebagian besar penaklukan wilayah islam tidak dengan peperangan tapi dengan damai. Contoh masuknya Islam di Indonesia tidak dengan senjata atau peperangan tapi dengan cinta dan kasih sayang para ulama yang datang dari Timur Tengah dan China. Lambat laun islam diterima secara luas di kepulauan Indonesia sehingga menggerogoti kekuasaan Majapahit yang Hindu, dan akhirnya tumbang dengan sendirinya. Setelah itu Kesultanan Islam berdiri. Sementara terjadinya perang salip yang berkepanjangan antara kerajaan islam dengan Kristen tak lebih karena ketika itu peran gereja merasa terancam dengan adanya pengaruh Islam yang semakin meluas. Para elite Gereja merasa khawatir pengaruh islam akan memisahkan mereka dengan Kerajaan yang menjadi icon kekuasaan Tuhan di dunia. Dan isu agama sebagai biang permusuhan berakhir sejak terjadi revolusi di prancis dan Revolusi Industri di eropa. Kekuasaan gereja semakin memudar dan akal sehat semakin mendapat tempat. Tak ada lagi perang karena agama tapi perang karena hawa nafsu untuk menindas yang lemah dalam bentuk penjajahan.Maka terjadilah perang dunia pertama dan kemudian dilanjutkan dengan perang dunia kedua. Akibat perang itu korban manusia tak terbilang dan kerusakan yang ditimbulkan lebih dahsyat dibandingkan perang karena agama. Jadi benarlah bahwa perang karena nafsu tidak pernah ada dalam sejarah islam.

Karena itulah, Amerika bersama sekutu yang menjadi pemenang perang dunia kedua,menyadari bahwa dimasa datang perang dunia tidak boleh terjadi lagi. Apapun alasannya tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Pada 1 Januari 1942, negara Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan." Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasi-kan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut. Nah anakku, setelah itu, tidak boleh ada lagi Negara mana-pun melarang  rakyatnya melaksanakan ritual agamanya. Tidak boleh Negara di mana-pun melarang penyebaran agama. Tidak boleh Negara mana-pun menyerang Negara lain karena alasan agama. Tidak ada lagi yang melarang kita beribadah dan tidak ada lagi yang melarang kita melakukan syiar agama. Lantas masih perlukah kita berperang karena alasan agama berbeda?

Anakku, di era kini musuh kita bukan orang non muslim tapi budaya individualisme dan pemikiran rakus bahwa yang kuat harus menang. Musuh itu ada dalam diri kita sendiri. Siapa? itulah nafsu. Perangilah itu dengan kekuatan  iman dan taqwa. Apabila kita bisa menaklukan diri kita sendiri maka kita telah melaksanakan jihad akbar. Kita akan menjadi bagian dari syiar islam meninggikan kalimat Allah untuk dibelanya kebenaran, diutamakan-nya kebaikan dan keadilan harus menang! Kita menjadi cahaya bumi dan rahmat bagi alam semesta. Semoga kamu paham,Nak.

Saturday, February 14, 2015

Dalil...?

Kemarin terjadi debat antar dua orang teman tentang sesuatu yang berhubungan dengan agama. Masing masing mengajukan dalilnya dan akhirnya terjadilah perang dalil. Saya yakin ini tidak akan ada titik temunya. Apalagi diskusi itu diliputi hawa nafsu: ego merasa paling benar dalilnya, yang lain salah.  Makanya saya tidak mau ikut terlibat dalam diskusi, dan hanya masalah waktu sayapun akan keluar dari diskusi itu. Mengapa ? Keduanya sebetulnya tidak ada yang salah karena keduanya bersumber dari Al Quran dan hadith. Namun ketika ia menjadi dasar keluarnya dalil untuk keyakinan bersikap maka terbelah lah pandangan. Bagaimana seharusnya? Jangan pegang dalil yang hanya menguntungkan kita tapi pegang dalil yang membuat kewajiban terlaksana dan orang lain merasa damai karena itu. Bahwa saya tahu dalil bagaimana seharusnya istri bersikap terhadap suami, dasarnya Firman Allah “ Ar rijaalu wqawwamuun ‘alaa nisaa -Q 4:34 – (Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita) dan kemudian Hadis Nabi “Lau kuntu aamiran ahadan an yasjuda liahadin, la amarty al mar ata n tasjuda lizaujiha - HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim - (Kalau sekiranya aku (diizinkan Allah) memerintahkan seseorang agar sujud kepada orang lain, niscaya aku akan perintahkan seorang istri agar sujud kepada suaminya). Perhatikanlah firman Allah dan hadis menguatkan betapa pria itu bergitu istimewanya dihadapan agama. Sehingga suami punya dasar memaksa istri patuh tanpa syarat kepada suami. Harus melayani seperti yang suami suka. Harus menjadikan suami sebagai prioritas. Harus membuat suami nyaman seperti layaknya escort. Tapi dalil itu tidak pernah saya jadikan pegangan dalam memimpin rumah tangga.Tidak pernah !

Dalil yang saya gunakan adalah Al Jannatu tahta aqdaamil ummahaat (Surga dibawah telapak kaki ibu) bahwa istri saya adalah ibu dari anak anak saya. Ia adalah manusia yang sangat dihormati didunia ini oleh anak anaknya dan kewajiban anak anak kepada ibumya jauh lebih banyak dibandingkan kepada saya ayahnya. Juga hadis Rasul yang dirawikan oleh turmudzi “ Akmalul mukminiena iemaanan ahsanuhum khusluqan wakhiyaarukum khiyaarukum linisaaihim (  Mu'min terbaik adalah yang terbagus akhlaqnya. Yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya). Itulah dalil sebagai dasar saya memimpin rumah tangga, sebagai suami. Karena dalil itu membuat saya bersabar dengan kekurangan dan kelambanan istri dan mendidiknya dengan sabar untuk seperti yang saya suka. Saya tidak akan kecewa bila istri saya jarang berias dirumah karena sibuk dengan anak anak. Saya juga tidak mengeluh bila istri minta tolong dipijitin. Saya juga tidak akan membentaknya hanya karena dia bawel. Karena dalil itu juga walau saya tahu suami boleh menikah lagi sampai empat ( An-Nisa (4):3) namun itu tidak pernah saya gunakan atau jadi pegangan saya. Sebaliknya, istri sayapun tidak pernah menggunakan dalil akan haknya tapi dalil yang menjadi kewajibannya kepada suami. Artinya kami berusaha mengambil dalil yang bukan menjadi hak kami dan memegang dalil yang menjadi kewajiban kami. Karena itulah mungkin kami  bisa berdamai dalam diam, tanpa perlu merasa siapa yang paling utama,karena yang utama tetaplah Allah.

Begitu juga kita tahu dalil tentang kepemimpinan dalam Islam “Atie’ullah wa athie ur rasuula wa ulil amri minkum ( taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada RasulNya dan kepada para pemimpin diantara kalian).Ini kadang dipakai oleh pihak yang membangun haraqah atau partai atau Negara, yang menegaskan bahwa patuh kepadanya sama saja patuh kepada Allah dan Rasul. Sehingga tidak aneh bila pengikut yang termakan dalil ini sudah seperti orang mabuk candu. Siapapun tidak  lagi dianggap kecuali pemimpinnya. Bahkan diluar pemimpinnya adalah kafir. Tidak syari. Seharusnya dalil itu tidak digunakan oleh pemimpin untuk menghipnotis pengikutinya atau rakyatnya agar setia. Tapi gunakan dalil berdasarkan firman Allah surah Shad ayat 26, “ Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (pemimpin) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…” Kepemipinan itu adalah pemberian dari Allah,maka ia disebut amanah Allah. Caranya hanya dua “berlaku adil dan tidak mengikuti hawa nafsu”. BIla pemimpin ,siapapun itu , apapun level kepemimpinannya dia menggunakan dalil tentang kewajibannya “ berlaku adil dan tidak mengikuti hawa nafsu”  maka rasa hormat dan setia dari pengikutnya akan datang dengan sendirinya. Persatuan umat menjelma atas dasar kasih sayang dan Allah akan menolongnya. Karena ia menjadi wakil Allah. Makanya para pendiri negara kita menempatkan “persatuan Indonesia” setelah sila kemanusiaan yang  adil  dan beradab. Artinya pemahaman Tauhid harus diikuti oleh sifat adil dan beradab. Begitulah arif dan bijaksananya para pendiri Negara menggunakan dalil dalam membangun negara bernama Indonesia.

Yang sering dilupakan orang ketika melihat hadith Nabi adalah bahwa jarak kemunculan hadis itu dengan kita lebih dari 1500 tahun, bahwa para imam hadis, seperti Iman Bukhari, Imam Muslim, dan lain lain hanyalah mengumpulkan hadis dengan sangat sanad-sanadnya- Kemudian dalam rentang lebih dari 1000 tahun itu , dari kumpulan hadis itu muncullah pemikiran para ulama hebat dengan membangun dalil tentang Tauhid, economy, politik, dan lain lain. Semua itu ditulis menjadi karya kitab fenomenal dizamannya. Keadaan ini terus berlangsung sampai kini. Tanpa disadari dalam perkembangan zaman dari masa kemasa, Al Quran dan hadis tetap tidak berubah namun dalil berkembang sehingga membentuk banyak golongan dalam islam. Sebetulnya perbedaan itu adalah rahmat. Namun bila nafsu kepentingan pribadi dan golongan yang dikedepankan maka bisa saja masing masing golongan merasa benar dan saling mengkafirkan. Selagi islam dimaknai dengan nilai dan "membacanya" dengan hati tanpa melibatkan hawa nafsu , yakinlah islam itu tidak rumit dan sangat mudah,sangat menentramkan...ia menjadi cahaya untuk rahmat bagi Alam semesta..

Monday, February 09, 2015

Menjadi kuat..

Saya naik taksi menuju pulang.'Dari arah Sarinah dipersimpangan lampu merah pasar tanah abang, polisi menghentikan taksi. Polisi itu memberitahu kesalahan supir bahwa dia melanggar lampu merah. Dengan lembut supir taksi menyangkal bahwa dia tidak menerobos lampu merah ( saya tahu supir itu tidak salah ). Polisi mengambil SIM supir taksi itu dan minta supir taksi itu mengikutinya. Tidak berapa lama supir itu kembali dengan tersenyum. Terdengar supir itu berbcara lambat seperti berbisik namun saya bisa mendaengarnya.Dia berkata “alhamdulilah saya dizalimi oleh polisi. ya Allah beri kesabaran kepadaku menerima cobaan ini. Beri hidayah kepada polisi itu agar dia tahu mana yang halal dan mana yang haram”  Ketika saya tanyakan mengapa dia memaafkan padahal polisi itu telah menzoliminya. Menurutnya itu sunnah Rasul. Dia mencintai Rasul dan dia harus tiru akhlak Rasul  bahwa maafkan orang yg mendzolimi sebelum orang itu meminta maaf dan doakan orang yang menzolimi agar Allah memberi Hidayah. Dari seorang supir taksi saya dapat pencerahan tentang mengamalkan apa yg diimani. Dia miskin, namun dia kuat teramat kuat tanpa amarah memaki pejabat Pemerintah yang mendzoliminya dan tetap mendoakan untuk kebaikan. Padahal banyak orang pintar ,paham ilmu hadith, namun tidak bisa mengamalkan imannya.  Bahkan ketika orang menghujat Rasul dia marah, teramat marah sehingga lupa bahwa Rasul tidak pernah mengajarkan marah apabila beliau dihina. Beliau selalu memaafkan dan mendoakan musuhnya.

Islam tidak mengajarkan amarah. Bahkan Ali Bin Thalip di  medan perang, batal membunuh musuhnya yang sudah tak berdaya hanya karena musuhnya meludahinya sehingga timbul amarah. Ali tidak ingin berperang dan akhirnya membunuh karena amarah. Perang terjadi bukan karena kebencian dan amarah tapi atas dasar dimensi moral untuk kalimah Allah; tegaknya keadilan, dibelanya kebenaran dan dijalankannya kebaikan. Islam mengajarkan kelemah lembutan sebagai replikasi sifat kasih sayang kepada semua termasuk non muslim. Kita mungkin pernah mendengar kisah Rasulullah saw. yang selalu diludahi oleh seorang Yahudi ketika beliau hendak pergi ke masjid. Namun, beliau membalas perlakuan tersebut dengan senyum. Hal yang paling menarik dalam kisah ini adalah ketika orang Yahudi tersebut sakit, Rasulullah saw. adalah orang pertama yang menjenguknya. Di sinilah letak keluhuran akhlak beliau yang memaafkan orang yang telah menzalimi beliau. Akhirnya orang Yahudi tersebut masuk Islam lantaran kagum terhadap akhlak beliau. Ajaran tentang sikap memaafkan ini telah termaktub dalam beberap ayat dalam Al-Qur’an. Diantaranya, QS. Al-A’raf ayat 199, QS. As-Syura’ ayat 40 dan QS. Ali Imran ayat 134. Ayat-ayat tersebut mengajarkan kepada umat Islam untuk menjadi orang yang pemaaf, walaupun orang yang membuat kesalahan tersebut belum atau tidak mau meminta maaf. Karena sikap memaafkan merupakan keluhuran budi dan akhlak yang harus dijunjung tinggi oleh umat Islam sebagai pengikut Rasulullah saw.

Pemaaf tidak mungkin bagi sipembenci. Pemaaf tidak mungkin bagi sipemarah. Pemaaf tidak mungkin orang yang egoistis atau tinggi hati. Pemaaf hanya mungkin bagi orang yang hatinya lembut. Memaafkan karena ia bukan pemarah, bukan pembenci dan bukan orang yang ego atau tinggi hati. Dia rendah hati dan mengutamakan kebaikan bagi orang lain. Secara kejiwaan menyehatkan dan tentu berdampak raga yang juga sehat. Dalam jurnal ilmiah EXPLORE (The Journal of Science and Healing), menjelaskan bahwa terdapat cukup banyak bukti yang menunjukkan perilaku memaafkan mendatangkan manfaat kesehatan bagi orang yang memaafkan. Harun Yahya dalam artikelnya yang berjudul “Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan”, menyatakan, “Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa orang-orang yang mampu memaafkan itu lebih sehat, serta baik jiwa maupun raga”. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan, orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniah, namun juga jasmaniah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan (gangguan pada pikiran dan hati) dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress (tekanan jiwa), susah tidur, dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang yang memaafkan ini.

Dr. Frederic Luskin dalam bukunya Forgive for Good, menjelaskan bahwa sifat pemaaf merupakan resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan (cita-cita), kesabaran, serta percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stress. Inilah bukti konkret bahwa ajaran Al-Qur’an dan tauladan yang dicontohkan Rasulullah saw. tentang sikap memaafkan mempunyai berbagai macam hikmah, manfaat dan dampak positif, terutama pada kesehatan dan kebahagiaan seseorang yang selalu memaafkan orang lain. Hasil-hasil penelitian diatas hanyalah sebagian kecil bukti-bukti manfaat dari sikap memaafkan. Sebab, ada sesuatu yang lebih besar yang akan dicapai seseorang jika selalu memaafkan orang lain, yaitu derajat al-Muttaqin atau termasuk orang-orang yang bertakwa. Derajat inilah yang akan mengantarkan seseorang yang selalu memaafkan orang lain menuju surga Allah swt. sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 134.Mari menjadi orang pemaaf. Caranya? mulailah hilangkan sifat pembenci kepada siapapun. Mulailah hilangkan ego atau tinggi hati. Mulailah hilangkan sifat mudah marah. Ya kita semua bisa seperti Supir taksi itu. Dalam keadaan miskin dia kuat …teramat kuat. Karena benar kata Allah, bagi orang beriman apapun itu baik baginya. Bila datang nikmat dia bersyukur,bila datang kesulitan dia bersabar..

Cerdas berlogika dan bersikap.

Mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah.Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber day...