Wednesday, February 14, 2018

Dimana salahnya Jokowi ?



Tahukan anda setiap tahun rata rata 60 UU dibatalkan oleh MK. Mengapa ? karena bertentangan dengan UUD 45 dan Pancasila. Termasuk semua UU berkaitan dengan SDA dibatalkan oleh MK. Jadi walau anggota DPR di pilih oleh rakyat namun kekuasaan real tetap ada pada rakyat. Rakyat bisa melakukan class action dengan mengajukan gugatan atas produk UU DPR melalui MK. Itulah sistem kita. Bagaimanapun yang berkuasa adalah rakyat. Itulah kehebatan dari reformasi politik negara kita. Nah semua itu bisa terjadi karena ada warga negara yang peduli pada negeri ini yang tidak menggunakan jalur demo atau teriak teriak dijalanan. Mereka adalah kaum terpelajar yang peduli dan punya kekuatan moral untuk membuat negeri ini lebih baik. Dengan adanya aksi ini maka sistem kekuasaan tidak seenaknya buat kebijakan.

Saya sering dapat komen atas postingan saya di Facebook dari beberapa nitizen yang seenaknya menyalahkan kebijakan Jokowi. Mereka pikir Jokowi melakukan itu seperti khalifah atau raja yang titahnya adalah hukum. Contoh kebijakan subsidi. Jokowi tidak pernah menghapus Subsidi tetapi mengalihkan anggaran subsidi dari BBM ke sektor produksi seperti pembangunan waduk, irigasi, pupuk, pendidikan, Gas untuk rakyat miskin, listrik untuk 450 Wat dan lainnya, yang jumlahnya lebih besar dari anggaran subsidi yang di era SBY. Salahnya dimana ? kalau Jokowi membangun infrastruktur besar besaran, itupun tidak melanggar UU mengenai APBN. Karena tidak mengganggu anggaran terhadap sektor lain. Berdasarkan data PWC jumlah anggaran infrastrutkur di APBN jauh dibawah target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.Makanya Jokowi mencari solusi di luar APBN agar ekonomi tetap tumbuh.

Hutang? sampai kini pemerintah boleh menarik hutang apabila APBN defisit. Dan defisit maksimum hanya boleh 3% dari PDB. Defisit ini sudah terjadi era SBY, bahkan di era SBY terjadi defisit primer. Sampai kini di era Jokowi, APBN tidak pernah melanggar UU itu. Dan utang yang ditarik sesuai pagu defisit yang ada. Salah? dimana salahnya ? kalaupun ada goncangan dalam pelaksanaannya tetap saja rasio utang terhadap PDB masih aman,yaitu dibawah 30%, bahkan lebih baik dibandingkan era SBY. Mengapa ? karena utang bertambah tetapi asset juga bertambah. Artinya utang itu tidak habis dimakan subsidi belanja engga jelas. Tetapi telah menjelma jadi asset produksi yang mampu membayar utang itu dimasa depan.

Kalaulah Jokowi membuat kebijakan diluar UU maka seketika dia bisa di lengserkan. Makanya sikap FZ dan FH yang mengejek Jokowi tidak rasional , dan mungkin paling irasional dari kaum saracen. Mengapa ? karena mereka tahu sistem negara dan tahu aturan negara bahwa apa yang dikerjakan Jokowi atas persetetujuan DPR. Artinya apa ? mereka duduk di DPR tetapi mereka tidak tahu fungsi DPR dan tidak paham apa yang sebenarnya yang dikerjakan oleh Jokowi lewat APBN. Kalau sekarang banyak politisi dan pengamat kesal dengan Jokowi sebetulnya mereka tidak mengeritik tetapi marah karena Jokowi melaksanakan UUD dan UU dengan konsisten. Dan tidak mau diajak konspirasi seperti rezim sebelumnya.

Sebetulnya siapapun asalkan punya niat baik dan amanah, bisa memimpin negara ini karena UUD kita berlandaskan Pancasila. Dan itu dasarnya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Kalau Jokowi hebat karena UUD dan UU kita hebat. Dan anehnya ada yang mau mengubah UUD kita jadi Khilafah ?

Sumber : Jalan Sepi.
Untuk pesanan hubungi 081212199662, 081384981562

Sunday, February 11, 2018

Budaya dan Politik



Dalam Pancasila tidak ada sistem pemerintahan melalui PEMILU langsung. Yang ada adalah atas dasar golongan atau perwakilan. Nah dalam UUD 45 ada menyebutkan Pemilu tetapi belum dijadikan UUD yang final karena  ketika UUD 45 itu di buat, kondisi Indonesia belum punya lembaga resmi yang bisa mensyahkan UUD itu. Para pendiri negara ketika itu sependapat bahwa bila keadaan sudah damai dan sudah  ada lembaga Resmi maka UUD akan disusun lagi. Lantas dasar legitimasi PEMILU tahun 1955 apa ? Ya UUD-Sementara 1950. Namun hasil Pemilu 1955 gagal membuat UUD yang legitimate dan Indonesia kembali kepada UUD 45. Bahkan ketika Era Soeharto, kita masih menggunakan UUD 45.  Barulah ketika Era Reformasi UUD 45 di revisi sebanyak empat kali ( tahun 1999, 2000, 2001, 2002).

Jadi walau kita sudah merdeka sejak tahun 1945 namun negeri ini baru punya UUD hasil dari PEMILU tahun 1999. Dan kita menerapkan Sistem demokrasi tidak langsung, yang kemudian tahun 2002 diubah lagi jadi demokrasi langsung dengan munculnya SBY sebagai presiden pertama sesuai UUD yang legitimate.  Nah yang jadi pertanyaan adalah mengapa Pancasila masih melekat sebagai Batang Tubuh UUD itu ? kalau menjadikan Pancasila sebagai Pembukaan UUD maka seharusnya kita memilih “sistem kerakyatan perwakilan” dalam permusyaratan perwakilan.  Ini berbeda dengan Pemilu yang melahirkan “Dewan Perwakilan”. Jadi Pancasila itu bukan mengatur perwakilan itu dalam pengertian Pemilu yang keputusan bisa diambi dalam bentuk voting, tetapi dalam bentuk Paguyuban atau perkumpulan untuk bermusyawarah.

Nah mengapa Pendiri negara kita menentukan Pancasila? karena itu lahir dari kebudayaan Indonesia yang menyatu dengan agama. Ini chemistry bangsa indonesia sesungguhnya. Anda perhatikan di setiap desa di Indonesia ada tradisi musyawarah dalam hal apa saja termasuk membangun infrastruktur, panen, pembagian air dan jadwal pasar dibuka, dll. Siapa yang ditampilkan dalam musyawarah itu? ya para tokoh masyarakat, yang disebut dengan partron.  Jadi tradisi politik bangsa indonesia itu adalah primodial. Ketika sistem demokrasi langsung, terjadi benturan persepsi yang berbeda dalam politik ya wajar saja. 

Apalagi rakyat Indonesia diajak untuk berbeda satu sama lain dalam barisan partai yang banya warna benderanya. Mereka bingung. Ditambah lagi pendekatan Politisi terhadap rakyat masih menggunakan primodial dengan jargon agama dan kesukuan. Contoh kasus PIlkada DKI, rakyat pemilih AB bingung, mengapa setelah kampanye primodial agama memenangkan AB kok DKI Bersyariah tidak terjadi.Mengapa setelah UU Otonomi khsusus Aceh yang berhak mengeluarkan PERDA syariah, tidak melaksanakan sistem islam yang benar. Kebingungan ini, wajar saja terjadi. Karena rakyat indonesia sebagian besar masih mempercayai Politik itu bagian dari kebudayaan dan agama. Padahal sistem negara kita sesuai UUD 2002 sudah tidak ada kaitannya dengan primodial atau sudah lepas dari budaya dan agama. 

Setelah  UUD 2002 di syahkan , partai Politik bukannya mendidik rakyat berpolitik dengan benar malah tetap saja diakar rumput membodohi rakyat.  Kekacauan yang terjadi selama ini dan membuat tidak efektifnya kepemimpina sebagai sumber inspirasi rakyat. Mengapa ? karena antara fakta dan retorika tidak sesuai. Bahkan partai yang membawa primodial wong cilik terlbat korupsi. Partai yang membawa primodial agama, malah ikut maling , bahkan ada yang kena OTT. Sejak tahun 2002 UUD di terbitkan , kita sedang berproses menuju kedewasaan berdemokrasi. Kalau berdasarkan survey hasil Pemilu dan Pilkada, mereka yang melek politik sudah mencapai 40% dan sisanya masih terjebak dengan primodial agama dan budaya. Makanya partai berbasis agama tidak pernah bisa menang Pemilu. Karena banyaknya barisan Partai islam yang harus berbagi atas 60% suara yang masih terjebak dengan primodial. 

Apa artinya? pembangunan politik terjadi secara sistematis namun terkesan lambat. Kalaulah rakyat disadarkan bahwa sistem negara kita tidak ada kaitannya dengan budaya dan agama, maka merekapun akan focus kepada karakter pribadi yang akan dipilihnya. Mereka akan melihat dari sisi kapabilitas, kompetensi dll. SARA engga laku lagi menentukan orang terpilih atau tidak.  Tetapi partai politik yang masih yakin dapat hidup dari primodial nampaknya keberatan soal itu. Karena dengan issue primodial memang mudah dapat suara, dan tidak perlu kualitas. Tetapi hanya masalah waktu partai berbasis primodial agama dan budaya akan tersingkir dari Senayan. Mengapa ? karena sistem keterbukaan, yang memungkinkan setiap politisi bisa ditelanjangi pribadinya oleh publik. Hanya orang baik yang akan terus baik dan dipilih orang baik, Saat itulah demokrasi menjadi pembangun nilai

Monday, February 05, 2018

Mari berubah ...

Sahabat saya dari venezuela kirim email ke saya, tahukah kamu, bro. Di sini untuk dapatkan roti saja orang rela menjual anak perawannya semalam. Kami tidak ada lagi yang akan kami jual untuk makan. Batas kehormatan dan moral telah lama hilang sejak negara tidak mampu menyediakan barang di pasar. Sebelumnya kami larut dalam mimpi sosialis yang menjamin semua ada dan murah. Tetapi ketika harga minyak jatuh, kami baru sadar kami tidak punya apa apa untuk membayar ongkos produksi minyak dan membayar kebutuhan barang yang sebagian besar impor. Kamu tahu mengapa ? karena semua penerimaan negara di habiskan untuk menipu kami dengan barang murah dan segala murah. Kalau kini kami menderita dan anak gadis terpaksa di jual karena itulah harga dari kesalahan dan buruk mental kami sebagai rakyat. Sangat buruk. Kami salah…dan kami membayar dosa kepada generasi setelah kami.

Salah satu nitizen dari Group DDB, mengatakan kepada saya “ Babo masayarakat awam cuman ingin sandang dan pangan murah babo. Itu sudah cukup bgi mereka yang saya temui. Saya jadi relawan pakde semenjak beliau jadi gubernur sampai sekarang, bahkan di 3 desa saya menang telak. khususya desa Demak yang saya kunjungi kemaren. Saya jadi bingung babo semenjan beliau jadi presiden sandang dan pangan pada naik sedangkan pendapatan gakk naik. Apa yang harus saya lakukan babo. Kalau cuman kampanyeain pakde orang baik enggak bakalan tertarik babo.Biarpun ada rizik 7 truk dikampung saya juga tidak bakalan mempan untuk mempengaruhi agama disana. Disana kota wali bukan kota penamburan. Babo stiap orang awam yang tidak tau politik dia mengeluhkan semua bahan pokok pada naik..perjuangan saya semakin berat entar untuk memenangkan pakde lagi.mohon bimbinganya babo..makasih babo.

Saya terhenyak membaca komen tersebut. Mengapa ? begitu dahsyatnya daya rusak mental ditengah masyarakat akibat berpuluh tahun politik kekuasaan yang memanjakan rakyat melalui manipulasi harga lewat subsidi. Negeri kita kaya raya semua ada, tetapi tahukah anda kita telah berhutang ribuan triliun. Kalaulah dari dulu kita punya mental kreatif dan daya juang tinggi sebagai pribadi yang tidak tergantung subsidi, kita sudah jadi negara besar , bahkan terbesar di ASIA. Tetapi malah kini kita sangat bergantung dari harga murah, dan lemah menghadapi keseharian dari harga naik. Padahal harga itu adalah manifestasi keadaan real yang harus kita hadapi agar kita bisa tumbuh karena waktu. Memang berat, tapi kenyataan itu memang tidak ramah. Kita harus kuat menghadapinya. Kuatlah selalu , untuk anak cucu kita agar mereka punya hope..

Kalau mindset kita memilih pemimpin karena berharap kemudahan dan harga murah maka kita akan mudah ditipu oleh petualang politik. Tidak ada utopia dalam hidup in, sayang, kecuali dalam dimensi orang berpikir rakus, dengan menghalalkan segala cara untuk bisa hidup mudah dan hasilnya pasti paradox. Kalau Jokowi inginkan kekuasaan dan terus bertahan , tidak sulit dia menipu harga lewat subsidi. Tetapi itu tidak gratis. Generasi setelah kita yang akan membayarnya. Begitu buruknya ego utopia kita dimasa kini sehingga kidak peduli dengan masa depan anak cucu kita. Jokowi tidak gila kekuasaan. Dia hanya melaksanakan yang baik dengan cara baik walau terpaksa pahit. Itu semua karena niat baik karena Tuhan. Kalau karena itu dia harus tersingkir , kita yang rugi, Jokowi akan baik baik saja, karena dia sudah selesai dengan dirinya sendiri. 

Kini kita punya presiden yang tidak seperti SBY, putranya pernah duduk di DPP KADIN, jadi DPP Partai, tidak seperti putra putri Pak Harto jadi konglomerat punya tanker dan jalan toll. Presiden kita sekarang, putranya jual martabak ! kalaulah dia ingin memanjakan putranya tidak sulit bagi putranya dapatkan proyek infrastruktur atau akuisisi business dan langsung jadi Ketua Kadin. Tetapi Jokowi tidak lakukan itu. Dia mendidik putranya menjadi petarung jauh dari bayang bayang dia sebagai presiden.

Ketika saya melihat cucu saya dan kedua putra putri saya, maka saya teringat puluhan tahun lalu. Dari hidup serba kekurangan dan kelelahan dalam derita diluar batas tak tertanggungkan, saya menemukan kekuatan besar untuk masa depan saya tanpa prasangka buruk kepada siapapun. Andaikan saya hidup dari subsidi kedua orang tua yang berlebih, dan hidup menikmati kemudahan sebagai orang upahan, saya tidak mungkin bisa mandiri bertarung menghadapi persaingan dengan orang lintas benua dan bangsa.

Bahkan kepada putra putri saya tidak sedikitpun memberikan kemudahan walau saya mampu membuat mereka manja dan menikmati segala fasilitas, Tetapi tidak. Saya tidak akan meracuni putra putri saya dengan subsidi agar mereka manja. Tidak. Saya mencintai mereka, tidak dengan memberikan kemudahan tapi menanamkan semangat juang agar mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Begitu juga Jokowi, Jadi mari didik mental keluarga kita , sahabat kita agar jadi petarung menghadapi keseharian mereka… Mari berubah dan semangat karena Tuhan..yakinlah, kita bisa! Jangan sampai nasip kita seperti Venezuela yang kaya SDA , namun karena salah memilih pemimpin…dan dimasa depan kita terpaksa menjual anak gadis kita untuk makan…



Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...