Sunday, January 27, 2008

Soeharto

Dari kematian Soeharto ada pertanyaan bisu, tentang salah dan tidak salah.Ajal memang membuat banyak hal jadi tak jelas. Kita tidak tahu kenapa sebuah kehidupan yang bergairah pada suatu saat akhirnya terhenti dan kenapa selalu ada yang akan hilang dari sebuah kebersamaan. Orang bijak berkata bahwa waktu adalah sebilah pedang. Ia benar. Waktu mengukir proses, tapi juga memenggal. Umur memendek, rambut menipis, jantung melemah, kayu dikusen akan melepuk dan bumi kian kehilangan kesejukan. Seakan hidup hanya energy hangat yang mesti luput, seperti matahari yang pelang pelan meluputkan diri dari ladang. Hidup adalah ketidak berdayaan sejati. Semua berlalu dalam proses menuju kepastiaan,. Kematian.

Soeharto atau Orde baru memang lahir dengan rasa jenuh, mungkin jijik , mungkin gentar terhadap apa yang disebut ”Politik pluralisme”. Sebelum 1966, partai partai pegang peranan penting dalam menampung aspirasi rakyat. Mereka berperan pula merumuskan semua kebijakan atas nama rakyat dan menggerak massa untuk melaksanakan kebijakan itu. Dari atas turun kebawah dan dari bawah meluas keseluruhnya. Soeharto menciptakan kekuasaan dari kejenuhan ” era lama”. Ini tuntutan rakyat yang tak pernah menuai janji politisi tentang hidup makmur dan sejahtera. Ini soal pilihan situasional bila partai harus diciutkan, hak bersuara harus dibungkam, ulama masuk penjara, lawan politik diasingkan. Semua itu dengan satu keyakinan tentang perlunya stabilitas politik , stabilitas ekonomi , stabilitas keamanan. Rakyat tidak butuh kebebasan asalkan mereka tidak sulit membeli pangan, papan dan sandang. Soehato memenuhi janjinya walau harus berhutang kepihak asing. Rakyat butuh stabilitas. Ini soal pilihan dari kekesalan masalalu yang harus antri beras dan makan katul.

Kini , mengenang Soeharto adalah ketakutan tentang militer. Kita tak ingin apapun yang berbau militer hadir dalam ruang diskusi. Kita tidak ingin militer ikut bersuara. Semua yang berbau militer adalah anti HAM. Semua yang berbau agama adalah teroris atau anti pluralisme. Demokrasi tiran yang dikemas dalam jargon pluralisme, kebebasan sebebasnya. Sehingga syah saja bila president dan wakilnya jadi bahan dagelan di TV. Demokrasi terbebas didunia. Pers terbebas didunia, Porgnographi terbebas didunia. Korupsi terbebas didunia. Inipun adalah pilihan situational akibat masa lalu menakutkan. Kini tidak ada lagi demontrasi kesenayan. Disana tidak ada pekik. Yang ada hanyalah loby politik dan kompromi. Tawar menawar akan menjadi galib dan orang akan mulai melihat kebajikan dari kompromi. Tidak ada lagi suasana yang dibentuk oleh krisis. Dan kehidupan kini tidak jauh beda ketika era Soekarno, antri minyak, antri beras dan busung lapar. Sepuluh tahun setelah pilihan kita. Apakah kita puas dengan kebebasan? Apakah kita merindukan stabilitas ? waktu terus berjalan dan terasa hambar, seperti sekedar mencuci botol bekas. Tapi adakah ia akan kehilangan makna dihadapan kita ?

Soekarno, Soeharto, juga adalah kita semua. Yang kadang lupa ketika menuangkan anggur kedalam gelas sambil duduk berdiskusi diruang terhormat, kita sebetulnya hidup dalam keangkuhan dihadapan sang waktu. Padahal tak ada satupun manusia dapat tabah menghadapi Maut, walau tadinya begitu yakin memperalat dunia tempat kita berada. Kita memang tidak berdaya , lemah dan zolim dengan segala pilihan kita. Hidup juga tak menakjubkan hanya karena retorika tentang sang maha Ada, sang maha Suci. Retorika tentang kebebasan,kesetaraan, perdamaian. Hidup tidak menentramkan tentang stigma militer dan sipil, tentang demokrasi dan otoriter. Hidup menakjubkan dan menentramkan karena kita, disituasi yang mendung , memetik buah yang ranum dan mencicipinya , dan membaginya...Bisakah

"Selamat jalan Pak Harto..."

Friday, January 18, 2008

Restorasi

Teman saya yang kebetulan adalah salah satu direksi diperusahaan raksasa disuatu Negara tetangga. Dia nampak bingung dan tidak habis piker dengan menyaksikan keadaan perusahaannya dari tahun ketahun terus menurun kinerjanya. Padahal perusahaan ini menguasai resource yang sangat besar. Juga pasar yang sangat besar dan bahkan hampir menguasai 70 % pasar domestic. Tapi mengapa sangat lemah sekali menghadapi kompetisi. “Apakah SDM yang tidak berkualitas ?” tanya saya. Dia jawab bahwa “ hampir semua lini meneger S2 bahkan ada yang S3. Soal SDM kita terbaik “ Terus saya coba bertanya lagi dengan teman ini “ apakah anda sudah melakukan management audit dan financial audited secara menyeluruh “ ? Dia jawab bahwa “ sudah dan hasilnya selalu ada solusi untuk perbaikan namun nyatanya perbaikan tidak pernah terjadi. “ Memang perusahaannya belum bangkrut tapi sedang menuju kebangkrutan total. Dia resah.

Secara pribadi dia meminta saya untuk membaca seluruh data keuangan perusahaan dan memberikan kesempatan saya untuk meninjau lingkungan perusahaannya. Saya bersama team saya tidak membutuhkan waktu berlama lama untuk mencari tahu tentang kondasi perusahaan ini dan juga tidak butuh waktu lama untuk memberikan terapi agar perusahaan dapat keluar dari krisis. Hasilnya saya sampaikan kepeada teman ini bahwa hampir dua pertiga resource perusahaan terpakai untuk kegiatan operasional yang tidak ada hubungannya dengan pengembangan perusahaan. Seperti research, Pengembangan technology produksi, pelatihan , perluasan sinergi investasi. Perusahaan dengan resource yang besar memang mampu meningkatkan penjualan namun biaya operasional semakin meningkat dan harga juga terus turun karena factor kompetisi.Akibatnya laba semakin terkuras. Lambat namun pasti pesaing semakin kuat dan penjualan menurun sementara harga tidak bisa dikoreksi karena sudah terlanjur jatuh. Perusahaanpun semakin terjebak dengan high cost, low selling price. Ini jebakan mematikan. Jalan keluarnya hanya satu , yaitu restructurisasi dan rasionalisasi. Nah inilah yang sulit karena para petinggi perusahaan sudah terlanjur senang dengan segala facilitas yang ada dan malas untuk mengambil resiko untuk tujuan restucturisasi dan rasionalisasi. Mereka terus asik dengan berbagai strategy tanpa melihat kenyataan dimana structure perusahaan sudah tidak sehat untuk bersaing dan eksis.

Apa yang dialami oleh teman saya ini , sebetulnya juga banyak dialami oleh perusahaan raksasa. Memang diluar mereka nampak hebat. Apalagi dengan fasilitas direksi dan managemern,yang berstandard international. Tapi mengapa berbagai perusahaan raksasa yang tadinya terdaftar dalam 500 fortune dan akhirnya rontok dimakan banyak skandal. Dan itu terjadi sangat cepat. Jawabnya sederhana bahwa mereka para penangggung jawab terjebak dengan permainan akuntasi dalam mengotak atik neraca keuangan perusahaan. Juga didukung oleh Financial analysis yang gemar memasukkan data data prediksi dengan segala asumsi asumsi yang dipaksakan agar hasilnya memuaskan pemegang saham dan akhirnya tetap memberikan kesempatan direksi untuk terus memburu impiannya. Ini disebut dengan penyakit fundamental , yang tidak mau melihat data fundamental. Asumsi dan rasio keuangan selalu dijadikan acuan untuk menilai kinerja perusahaan. Dari sinilah banyak celah terjadinya skandal dikala perusahaan diambang kehancuran.

Keadaan tersebut diatas tidak jauh berbeda dengan situasi negara kita sekarang. Walau begitu banyak analisa makro dibuat dan digambarkan dengan berbagai asumsi untuk rencana kedepan namun nyatanya negara tidak pernah keluar dari masalah. Rasio pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat tidak ada hubungannya. Semua itu hanya ada dalam catatan pejabat otoritas moneter. Padahal senyatanya fundamental negara kita memang sangat lemah. Coba bayangkan pada tahun 2007, APBN mncapai Rp. 763 triliun. Dari sejumlah ini 70% habis untuk biaya operasional yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia, research dan tekhnology , perluasan infrastructure., dll. Hanya 30% dari total APBN dipakai untuk tujuan pembangunan. Namun dari 30% ini daya serapnya hanya 70% atau 21 % dari total APBN. Artinya Seluruh pegawai negara baik itu xecutive, legislative, yudikatif menghabiskan anggara sebesar 70% dari APBN dengan kinerja hanya 21% dari total APBN. Ini artinya bila asumsi satu berbanding satu maka kemampuan organisasi negara adalah sebesar minus 300% dari hasil yang dicapai.

Kondisi diatas sangat tidak efisien. Jalan keluarnya hanyalah melalui restructurisasi dan rasionalisasi. Tapi banyak restucturisasi dan rasionalisasi mengalamai kegagalan karena tidak didukung oleh perbaikan system dan pengembangan budaya yang beroirientasi kepada hasil dan tanggung jawab. Restructure hutang adalah mutlak apapun resikonya. Walau akan diembrgo oleh luar negeri. Mengalokasinya untuk peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan lingkungan. Reorientsi kebijakan investasi dari investor private kepada investor financial untuk memperkuat pasar uang / modal domestik sebagai financial resouce dalam negeri. Reorientasi kebijakan industri dalam negeri yang mendorong pertumbuhan industri pengolah hasil pertanian dan tambang. Reorientasi pasar dalam negeri dengan memberikan ruang dan akses seluas mungkin bagi UKM untuk eksis. Reorientasi kebijakan privatisasi BUMN melalui standard Public Service Obligation. Disisi hukum adalah memberikan kekuatan penuh kepada president untuk mengambil kebijaksanaan dengan menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara sebagai ketetapan MPR, yang merupakan payung dari semua UU tentang kebijakan dibidang moneter, fiskal, budaya, sosial. Law enforcement secara systematis untk mengikis pratek korupsi disegala bidang. Reorganisasi birokrasi yang sesuai dengan demokratisasi pelayanan.

Disinilah dituntut keberanian dan tekad dari semua eksponen bangsa untuk menerima ini sebagai suatu kenyataan untuk kemudian melakukan restorasi secara menyeluruh. Walau terapi ini sangat menyakitkan dan penuh dengan penderitaan , tidak akan masalah kalau itu bertujuan untuk kehormatan dan harga diri sebagai negara berdaulat. Masalahnya adakah keberanian dari elite politik untuk melakukan ini ? Selagi tidak ada keberanian maka negeri ini tidak akan pernah bisa keluar dari masalah. Siapapun kelak yang jadi president.

Saturday, January 12, 2008

HANURA

Didalam diri kita ada tiga hal yang membentuk kita dan juga menentukan pribadi kita. Yaitu hati nurani , akal dan nafsu. Kalau dianalogikan maka Hati Nurani itu adalah Hakim Agung. Akal adalah raja. Nafsu adalah Laskar. Artinya dalam diri kita haruslah akal sebagai raja yang tunduk dengan keputusan hati nurani sebagai Hakim Agung untuk memerintahkan nafsu ( laskar ) untuk berbuat dan bertindak. BIla kita mampu mengoranisir ketiga hal ini dalam kehidupan kita maka kita akan menjadi manusia prima sebagai rahmatan lilalamin. Namun bila nafsu sebagai raja maka nurani sebagai hakim agung akan diabaikan dan akal kita akan menjadi moster untuk menyesatkan dan menindas orang lain. Bila Nurani sebagai raja dan akal sebagai hakim maka nafsu akan lemah berbuat dan kita akan hidup dalam philosopy tanpa berbuat apapun.

Sebagai Hakim agung maka nurani begitu pentingnya dalam diri kita.. Nurani sebetulnya berasal dari bahasa Arab ( =NUR) yang berarti cahaya. Kemudian ditambah menjadi NURANIYYUN yang artinya “bersifat cahaya”. Dalam Al Qur'an, nurani disebut dengan nama bashirah, (Q/75;14-15) yang mengandung arti pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Bagi orang yang nuraninya sehat, pandangan mata hatinya lebih tajam menembus dimensi ruang dan waktu, berbeda dengan “mata kepala” yang sangat terbatas jangkauan pan­dangannya. Bagi orang yang “mata hatinya” buta, maka ketajaman penglihatan “mata kepala” tidak banyak membantu menemukan kebenaran (Q/22:46 ). Nurani bagaikan kotak hitam (black box) di dalam hati, sebagai sub sistem yang bekerja secara konsisten ter­hadap kebenaran dan kejujuran.. Dengan demikian nurani adalah cahaya yang ditem­patkan oleh Allah di dalam hati setiap manusia; Cahaya ini pula yang menyebabkan manusia rindu kepada Tuhan, yang menyebabkan manusia bisa menangis ketika berdoa, yang menyebabkan manusia tak terkecoh oleh godaan rendah harta duniawi dan sebaliknya bisa melihat dengan jelas tingginya nilai keutamaan kebajikan yang bersifat ukhrawi.

Hati dalam bahasa arab disebut qalbu . Sifat hati ini tidak pernah konsisten dan suka berdalih yang subjective.. Berlainan dengan nurani, karena tabiatnya yang bolak balik. Hati boleh mencari-cari dalih pembenar, akal boleh membuat rumusan yang logis membenarkan dirinya, tetapi nurani tetap konsisten membisikkan bahwa yang salah tetap salah, dan yang benar tetap benar. Itulah sebabnya mengapa nurani harus menjadi Hakim Agung dalam diri kita untuk berbuat dan bersikap. Jiwa manusia merupakan kesatuan sistem, oleh karena itu berfungsinya nurani juga bisa disebut sebagai sehat­nya hati (qalbun salim) atau seperti yang dikatakan oleh Imam Fakhr ar Razi dalam tafsir al Kabir, sebagai akal yang prima (al `aql as salim).

Bila digabungkan Hati dan Nurani maka sebetulnya pesan yang ingin disampaikan oleh Partai HANURA adalah anda boleh membanggakan akal dan pengetahuan , beretorika tentang pembenaran dihadapan orang lain tapi anda tidak bisa membohongi nurani anda sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila nurani anda berfungsi maka hatinya pasti sehat , yang sehingga mampu menggunakan akal dengan prima untuk melaksanakan program sesuai pesan yang disampaikan oleh nurani. Pesan apakah itu ? Pesan dari rakyat kepada pemimpinnya yang mengharapkan keadilan social.

Sebetulnya nama HANURA lebih tepat untuk icon dunia agar planet bumi ini dapat menjadi tempat yang tentram dan damai. Tapi bagi Wiranto, nama HANURA merupakan repliksi dari perjalanan panjangnya sejak dari ajudan President, Komandan Tempur, Panglima. Semua tugas itu dilaluinya dengan istiqamah. Loyalitasnya kepada tugas lebih karena sifat pribadinya yang selalu mendengar “bisikan nuraninya”. Itu sudah dibuktikan nya dengan mengawal tuntutan rakyat mengamankan suksesi dari Pak Harto ke Habibie dan akhirnya ke kaum reformis. Seperti yang dikatakan oleh Joseph W. Prueher, Panglima Komando Pasukan AS diPasifik, pada 1998 menuliskan "Untuk Jenderal ketahui, kekaguman saya kepada Jenderal begitu besar karena Jenderal telah berhasil menciptakan suatu kondisi dan melaksanakan peralihan kepemimpinan dengan tertib di Indonesia dan dengan cara yang selalu berpijak kepada konstitusi. Padahal, sebulan yang lalu hanya beberapa orang saja yang berpikiran bahwa Jenderal akan mampu melaksanakannya."

Mungkin takdir akan lberkata lain bila Wiranto menggunakan surat perintah KOPKKN (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Nasional) --yang oleh banyak pihak dapat disamakan dengan Supersemar (surat sakti yang telah digunakan Soeharto menumbangkan Soekarno di tahun 1966)-- untuk menjadi dictator. Padahal ketika itu seluruh kekuatan militer ada ditangannya dan president terpilih secara demokratis ( Pak Harto ) sudah memberikan mandate kepadanya..Ketika reformasi menang maka yang menang adalah akal sehat seorang Wiranto yang mampu senantiasa berbuat karena “nurani” nya. Publik dan kaum reformasi pada khususnya harus mengakui ini semua.

Bila Wiranto terpilih sebagai president maka pertanyaannya adalah apakah mungkin dia dapat melaksanakan tuntutan HANURA, sementara system negara yang terbangun melalui berbagai UU selama reformasi telah menempatkan bangsa Indonesia kedalam kubangan masalah dengan korban rakyat yang lemah bersaing ditengah era globalisasi. Apakah hati nurani Wiranto tergugah untuk menggerakkan akal dan nafsunya untuk berperang melawan segala kekuataan yang telah membuat system negara ini tidak berkeadilan kecuali kepada pemodal ? Apakah Wiranto hanya sebagai follower atas program /UU yang sudah dibuat oleh pemerintah sebelumnya atau merestorasinya sesuai dengan tuntutan Hati Nurani Rakyat tentang keadilan dan kedaulatan sebagai bangsa yagn merdeka. … Yang pasti pengalaman dan didikan TNI , penguasaan cara berpikir strategis serta nurani yang selalu sebagai hakim untuk berbuat dan bertindak maka wiranto pantas disebut "pemimpin" ditengah arus globalisasi untuk megembalikan negeri berdaulat disegala bidang. KIta lihat nanti..

Cerdas berlogika dan bersikap.

Mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah.Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber day...