Yang pasti tidak ada kata kata dari Rasul kepada umatnya tentang seperti apa model pemerintahan itu. Padahal waktu itu sudah ada model kerajaan seperti Bizantium dan Sasania. Ketika itu Pemerintahan Bizantium dan Sasania dinilai penuh maksiat dan penindasan kepada rakyat. Nabi berharap suatu saat beliau atau penerusnya dapat menaklukan dua negeri itu..Tapi mengapa Nabi tidak menyampaikan bagaimana metode pemerintahan yang baik menurut Islam setelah ditaklukan? Sebagai renungan soal cara ini , ada hadith diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, ia berkata : “Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak menuliskan
***
Saya ingin bicara tentang metode . Kalau di definisikan metode itu berarti Method yang berarti melalui atau melewati atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode itu hanya cara. Sama seperti tujuan ke Mekah. Dulu caranya naik onta, kemudian naik kapal laut dan sekarang naik pesawat, tapi tujuannya tetap yaitu Makkah. Untuk mencari ilmu , bisa melalu universitas, bisa pula melalui belajar sendiri ( otodidak ) atau melalui kursus.,Tapi tujuannya sama yaitu mencari ilmu. Bahkan untuk masuk sorgapun dapat melalui berbagai cara seperti Hadith Nabi:
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Barang siapa berinfak dengan sepasang (kuda, unta dan sebagainya) di jalan Allah, maka di surga ia dipanggil: Wahai hamba Allah, pintu ini adalah lebih baik. Barang siapa termasuk ahli salat, maka ia dipanggil dari pintu salat. Barang siapa termasuk ahli jihad, maka ia dipanggil dari pintu jihad. Barang siapa termasuk ahli sedekah, maka ia dipanggil dari pintu sedekah. Dan barang siapa termasuk ahli puasa, maka ia dipanggil dari pintu Rayyan. Abu Bakar Sidik bertanya: Wahai Rasulullah, apakah setiap orang pasti dipanggil dari pintu-pintu tersebut. Apakah mungkin seseorang dipanggil dari semua pintu? Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Ya, dan aku berharap engkau termasuk di antara mereka (yang dipanggil dari semua pintu).
Nah, dengan definisi ” metode” ini , cara apa yang dipakai oleh Islam untuk mengelola pemerintahan yang tepat?. Caranya dapat berbeda beda asal tujuannya sama. Apa tujuan itu ? untuk beribadah kepada Allah. Kalau kita generalkan caranya seperti ajaran Marxisme atau demokrasi liberal , maka akan paradox dengan takdir kehadiran manusia itu sendiri yang berbeda asal dan geographisnya. Sebagaimana Allah berfirman “ Kami jadikan kamu terdiri dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan pula berbangsa-bangsa dan berkaum-kaum, supaya saling kenal-mengenal. Sesungguhya yang paling mulia di sisi Allah ialah orang-orang yang paling taqwa.” (QS. Al-Hujarat:13). Internationalisasi Islam itu pada hakikatnya untuk meninggikan kalimat Allah demi tegaknya kebaikan , kebenaran dan keadilan atau dalam tataran makro, dalam tataran philosopis yang fundamental tentang bagaimana peradaban Rahmatan lilalamin itu dibangun.
Kalau metode Republik yang dipakai Iran, dapat tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan sesuai Al Quran maka itulah cara terbaik untuk bangsa Iran, untuk kaum Iran. Kalau metode kerajaan yang dipakai Arab , dapat tegaknya kebenaran , kebaikan dan keadilan sesuai Al Quran maka itulah cara terbaik untuk bangsa Arab, untuk kaum Arab. Bukankah Kerajaan atau Republik itu cara orang kafir ? Lantas bagaimana dengan kendaraan , pesawat terbang , electronic yang dibuat dipabrik di negara yang tak mengenal syariat Islam ? Bagaimana obat obatan yang dibuat dengan cara orang kafir dan akhirnya membuat kita sembuh. Bukankah ini tasyabbuh ? Oh tidak!. Tidak semua cara orang kafir itu salah, asalkan kita memperhatikan tiga hal yaitu pertama, cara itu bukan hanya meniru ciri khas mereka. Kedua, cara itu tidak mendatangkan manfaat. Ketiga, adanya meniru cara tanpa bertentangan dengan Al quran dan hadith ( Tergantung niat )
Sebetulnya kencangnya pertikaian karena perbedaan ini lebih pada sikap kita sendiri yang mungkin salah dalam cara menggali ilmu. Seperti orang buta yang menyebut gajah itu , yang dia dapat pegang / raba. Apapun yang dia pegang /raba tidak mencermin gajah yang sebenarnya. Padahal hakikat dari gajah itu adalah makhluk hidup. Tak penting mau disebut seperti apa bentuknya. Ngapain bertengkar. Begitupula dalam mendalami ilmu agama. Yang paling penting dan utama adalah pemahaman tentang Tauhid. Ini wilayah yang tak boleh didebat atau kalau tidak sependapat ya keluar dari Islam. Soal syariat maka manakah yang paling baik caranya , paling mulia disisi Allah , tentu yang paling Taqwa. Disinilah peran akal sangat penting untuk menterjemahkan apa cara pas untuk sampai kepada hakikat islam sebagai rahmat bagi alam semesta, yang sesuai dengan bangsa atau kaum itu sendiri.
Apakah cara yang kita pilih itu sempurna ? ooh tidak ! Didunia ini tidak ada kesempurnaan. Kita hanya berusaha mendekati sempurna, berusaha mencapai keseimbangan. Allah yang akan menyempurnakan kita , bukan kita.