Diruangan Sauna saya bersama
teman dari Medan berbicara tentang seputar RUU KUHAP dan KUHP yang menjadi
kontroversial. Terutama pihak yang menentang RUU itu adalah KPK, MA, Polri, BNN
dan BNPT. Tahu apa penyebab mereka menentang RUU itu? Tanya teman saya. Saya
hanya diam karena memang tidak mengikuti berita. Beda dengan dia yang praktisi
hukum, tentu mengikuti perkembangannya. Menurutnya RUU itu memaksa mereka penegak hukum harus bekerja dengan
pendekatan professional bukan kekuasaan. Para penegak hukum harus orang orang
well educated dengan standard terbaik dibandingkan yang lain. Tapi dengan KUHAP dan KUHP yang ada sekarang
serta UU kelembagaan seperti MA, KPK, BNPT, BNN soal peradilan
dilaksanakan melalui pendekatan kekuasaan. Sebagai sebuah system ini tidak akan
melahirkan keadilan. Apa bedanya dengan dulu era Soeharto dimana keadilan dilakukan
melalui pendekatan kekuasaan. Ini cenderung tiran. Apalagi lembaganya tidak
boleh di intervensi atau diawasi. Tapi bukankah system itu dibentuk di era
Reformasi yang sukses mereform hukum Indonesia berazaskan demokratisasi. Teman ini tersenyum dan berkata kepada saya bahwa yang berganti
itu hanya baju namun systemnya tidak berubah.Apa itu? KUHP masih memakai era
Belanda ( era kolonial/penjajahan) dan KUHAP era Soeharto (tahun 1981). Jadi bohong besar
ada reformasi hukum.Ini hanyalah politik
para bedebah reformasi yang membohongi rakyat dan ingin berkuasa dengan cara
cara Soeharto dan kolonial/ penjajah. Saya tersenyum.Karena teman ini menampakan wajah
sangat marah.
Jadi apa sebetulnya RUU itu yang
sehingga membuat lembaga Penegak Hukum tidak setuju? Menurutnya hanya tiga tapi
tiga itu betul yang membuat RUU ini stuck selama 13 tahun sejak di ajukan
diawal Reformasi. Yang ketiga itu adalah pasal yang berkaitan dengan alat bukti,
penyelidikan, Kekuasaan MA. Pada KUHAP sekarang, alat bukti itu terbatas kepada
keterangan saksi, keterangan akhli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Dengan
KUHAP ini kalau orang korupsi atau berbuat kriminal tidak perlu ada barang bukti. Cukup
alat bukti “petunjuk “ sudah bisa menjadikan orang terpidana. Alat bukti berupa “petunjuk”telah
menjadi alat untuk merekayasa seseorang menjadi terpidana atau bebas. Karena itupula membuat keadilan itu diperdagangkan
dan bisa pula menjadi barter politik.
Contoh walau KPK berhak menyadap orang namun hasil sadapan itu tidak
bisa dijadikan bukti namun dapat dijadikan “petunjuk”. Yang berhak
menjustifikasi “petunjuk”itu ya hakim sesuai arahan dari Jaksa penuntut. Itu
sebabnya LHI terkena hukuman 16 tahun. Itu sebabnya ABB dihukum seumur hidup ,
Antasari dipidana seumur hidup. Dalam RUU KUHAP, alat bukti itu berupa adanya
barang bukti, surat surat, bukti elektronik, keterangan seorang ahli, keterang
seorang saksi, keterangan terdakwa, pengamatan hakim. Dengan KUHAP yang baru
ini memaksa seluruh aparat penegak hukum harus bekerja keras untuk memastikan
seseorang pantas dihukum. Tidak bisa
lagi bergaya seperti preman masuk kerumah orang main sita dan tangkap atau
bunuh tersangka seperti kasus teroris
KPK , BNN dan BNPT, keberatan bila kebebasan dan kekuasaan dalam proses penyelidikan dibatasi.Alasan mereka bahwa korupsi, teroris,narkoba adalah extra ordinary crime yang harus dilakukan dengan cara extra ordinary. Seperti hak menyadap dan menahan/menangkap. Masalahnya adalah kapan orang itu mulai disadap dan kapan berakhirnya, tidak ada yang tahu. Mengapa orang itu disadap, juga tidak tahu. Yang tahu hanya lembaga penyelidik dan Tuhan. Kekuasaan Lembaga penyelidik begitu besar sehingga mengabaikan HAM. Bagaimanapun manusia tidak bisa dihukum karena niat atau proses melakukan kejahatan sebelum dia terbukti benar melakukannya.Tuhan saja tidak menghukum orang karena niat jahatnya kecuali setelah dia melakukannya. Itu sebabnya dalam RUU diatur ketentuan penyelidikan dimana aparat hukum tidak bisa menyadap tanpa izin ( dan atau lapor ) dari pengadilan dan tidak bisa menangkap orang tanpa pra peninjauan dari mayor hakim ( Hakim tingkat kabupaten). Dengan demikian, sejak orang itu dicurigai dan mulai disadap dan diawasi sejak itupula hak orang dilindungi oleh hukum. Disatu sisi tindakan aparat hukum dalam penyelidikan mendapat legitimasi dihadapan UU karena hasil penyelidikan berupa rekaman kaset/video/SMS dapat menjadi alat bukti dipengadilan. Jadi tidak ada sama sekali tujuan RUU KUHAP dan KUHP untuk melemahkan KPK, BNN,BNPT. Bahkan tidak mengurangi hak mereka untuk melakukan penyelidikan, termasuk menyadap. Mereka tetap sebagai otoritas untuk memberantas extra ordinary crime tapi harus dilakukan dengan cara cara professional dan smart. Tidak bisa lagi dengan cara cara mafia atau preman jalanan. Sesuai RUU, keputusan Mahkamah Agung , tidak boleh lebih berat dari putusan Pengadilan Tinggi. Hal ini didasarkan pada kewenangan MA itu sendiri yang hanya memeriksa penerapan hukum dari judex jurist. Jadi tidak bisa lagi MA menjadi lembaga paling berkuasa dan paling tak bisa dibantah.
Mengapa sekarang DPR dan Pemerintah justru satu suara untuk
mengajukan RUU tersebut dan ingin dalam waktu singkat ini RUU itu disyahkan
menjadi UU? Teman ini mengatakan bahwa para elite politik yang kini berkuasa ingin agar Indonesia menerapkan UU KUHAP dan KUHP yang menjunjung HAM dan dilaksanakan oleh penegak hukum dengan pendekatan intelektual dan akhlak pengabdian untuk kebaikan, kebenaran dan keadilan. Oh mulia sekali. Ya dengan begitu bila kelak
setelah PEMILU ternyata yang unggul adalah Partai beridiologi sosialis nasionalis maka dipastikan tidak akan dengan mudah
dilakukan balas dendam kepada kelompok demokrat kapitalis seperti menggunakan
perangkat UU era Belanda dan Soeharto. Tetapi UU KUHAP dan KUHP yang baru ,yang mengutamakan
kebaikan, kebenaran dan keadilan...sangat utopis yang tentu tidak mudah
diterapkan dan cenderung membuat orang pintar semakin mudah korup dan mudah lolos. Kata saya. Teman
itu tersenyum. Yang pasti harus ada kesetaraan agar tidak ada tiran. Soal
kejahatan itu lebih kepada pendidikan akhlak moral masyarakat. Hukum manusia tidak bisa
menyelesaikan masalah kecuali pendidikan akhlak yang berlandaskan kepada keimanan kepada Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Berkuasa. Pendikan Agama harus pegang peranan untuk perubahan yang lebih baik.