Sunday, May 28, 2006
Indonesia, menuju era kapitalism
Tuesday, May 23, 2006
Demi keadilan...

Dizaman Rasul datganglah utusan kaum Qurais bernama Usamah bin Zaid yang ditugaskan oleh bangsawan Qurais untuk meloby rasulullah agar hukum mencuri bagi wanita bangsawan Quraisy dari Bani Makhzumiyah itu ditiadakan. Hal ini demi menjaga reputasi kaum qurais yang sangat dihormati oleh bangsawan Arab. Mau tahu jawaban Rasul "Sesungguhnya hancur binasa bangsa-bangsa sebelum kamu disebabkan, bila yang mencuri datang dari kalangan kaum elite, mereka biarkan tanpa diambil tindakan apa pun. Tetapi, bila yang mencuri datang dari orang-orang lemah, segera mereka ambil tindakan. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya." (HR Muttafaq 'alaih). Nabi yang dalam posisi sebagai pemimpin besar ketika itu tampil diatas podium dan berkata dengan tegas demi keadilan , andai putrinya sendiri melakukan pencurian maka hukum tetap akan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Nabi mengungkapkan fakta tentang kaum kaum sebelumnya yang hancur karena kaum elite mencuri/korupsi tapi tidak diadili sementara bila orang kebanyakan akan mudah sekali hukum diterapkan. Sejarah adalah fakta membelajaran. Nabi diajarkan oleh Allah lewat sejarah kaum sebelumnya. Al-Quran pun bertutur kebanyakan tentang sejarah umat yang dilaknati oleh Allah. Ini sebagai pembelajaran yang mudah dipahami agar kita tidak terjebak melakukan hal yang sama. Pertanyaan mendasar adalah mengapa keadilan itu harus ditegakkan kepada kaum elite lebih dulu. Mengapa hancurnya bangsa karena elite nya ? ya, karena pengendalian umat adalah keteladanan para elite. Bila elitenya baik maka baiklah umat itu. Islam adalah project sosial Rasul yang diamanahkan oleh Allah untuk memperbaiki akhlak manusia dan Rasul adalah teladan terbaik soal itu.. Kekuatan terjadinya perubahan akhlak itu berada ditangan para elite bangsa.
Hukum Allah sangat adil Hukum yang berlaku bagi siapa saja. Kaya atau miskin, pria atau wanita. Penguasa atau rakyat jelata. Orang bodoh atau orang pintar. Hukum tetap hukum dan dihadapan hukum adalah sama. Inilah yang harus diteladankan oleh para elite. Namun dalam keseharian yang kita tahu tentang negeri ini. Keteladanan itu mahal sekali. Hampir sulit kita dengar ada elite yang berani menindak keluarganya sendiri bila melanggar hukum Bahkan para elite itu menggunakan jaringan pengaruhnya untuk mempengaruhi jalannya persidangan. Yang salah menjadi benar, yang benar dikaburkan dan keadilan diijjak injak. Itu semua dipetontonkan didepan publik lewat media
Benar benar terjadi multiflier effect kesemua sendi kehidupan bila para elite mempermainkan hukum dan keadilan. Masyarakat yang terbangun adalah masyarakat yang apatis soal keadilan. Suka menindas dan mencari kekuatan untuk menzolimi orang lain. Sulit kita temukan ada kata damai bila berhadapan dengan orang lebih kuat. Kita marah atau diam, sama saja teraniayanya. Marah , akan dihukum, diam akan terinjak. Lihat dalam kenyataan dikeseharian kita, yang kuat otot menindas yang lemah dijalanan, yang kuat modal menindas yang tak bermodal, yang pintar menindas yang bodoh, yang tahu hukum mempermainkan mereka yang buta hukum. Semua karena akibat para elite mengajarkan kepada publik bagaimana hukum bisa dibeli dan ditawar tawar. Sungguh budaya yang menggiring kepada kehancuran peradaban yang dirahmati Allah.
Saturday, May 13, 2006
awal reformasi...

Para pemuda yang belajar di universitas islam di spanyol mendapatkan pencerahan dari Pemikiran Ibn Ruyd ( 1120-1198). Suatu pemikiran yang melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ibn Rusyd mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang sangat memikat bagi orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini. Setelah pulang ke negerinya, mereka para pemuda pemuda ini mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas di Eropa yang pertama adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Mereka para pemuda ini telah menjadi elite pembaharu di Eropa dan pengaruhnya sangat besar, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir. Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M ,rasionalisme pada abad ke-17 M dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 M di Jenewa. Dari reformasi inilah lahirnya dua paham Kapitalisme dan Sosialime. Sebetulnya filsafat islam tidak mengajarkan terjadinya dua paham yang bersifat subjective. Islam mengajarkan kesimbangan untuk lahirnya kebenaran dan kebaikan yang universal dan keadilan sejati.
Paska Ibn Rusyd muncul berbagai filsuf dalam islam mapun diluar islam. Dalam konteks isme maka munculnya paham kapitalisme karena pemahaman tentang fungsi akal dan nafsu dalam islam. Dimana akal berperan untuk dapat menembus segala keterbatasan manusia. Dan lebih dahsyat lagi bila akal didukung oleh nafsu. Maka manusia akan menjadi kekuataan luar biasa. Akal dan nafsu ttidak menjadikan laut luas sebagai ancaman tapi justru peluang. Hutan lebat yang ganas menjadi peluang. Bahkan ruang angkasa yang jauhpun menjadi rahasia yang harus ditemukan jawabannya. Tapi satu hal yang tidak penah mereka pahami tentang fungsi nurani yang menyuarakan ketulusan dan kebenaran serta keadilan. Disisi lain sebagai lawan Kapitalisme , tebentuk paham yang disebut sosialisme. Yang lebih mengedepankan akal dan nurani namun memasung nafsu atau hak pribadi melalui system kekuasaan negara. Akibatnya Sosialis pun hidup dalam philosophy tanpa ada kemampuan menjadikan komunitas berbuat untuk kemajuan.
Dua paham ini, kapitalisme dan sosialime adalah bagian dari syariat islam. Satu sama lain tidak boleh dipisahkan sebagaimana fitrah manusia untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Kapitalisme diperlukan untuk berbuat namun sosialime sangat perlu untuk menciptakan keseimbangan. Sebuah perpaduan antara akal, nafsu dan nurani. Namun nafsu haruslah ditempatkan sebagai lascar , akal sebagai raja dan nurani menjadi hakim agung. Dengan demikian keseimbangan terbangun dan kemakmuran tercapai. Hal inilah yang menjadi tesis dari Keyness untuk mengkoreksi kapitalisme cara Karl Max. Dimana peran negara harus dominant menjaga arah kapitalisme agar tujuan kapitalisme untuk kemakmuran dapat tercapai. Walau kenyataannya Kapitalisme tidak pernah mencapai tujuannya bagi kemakmuran planet bumi. Begitupula dengan sosialime.
Jadi tetaplah pada keyakinan syariat islam kalau ingin sebuah keseimbangan terbentuk. Kalau tidak maka apapun pilihan selalu menimbulkan paradox. Percayalah ! karena apa saja yang sekarang berkembang diseluruh universitas terbaik didunia barat /AS berasal dari khasanah ilmu pengetahuan Islam. Mereka memahaminya sepotong potong karena mereka tidak beriman akibatnya menimbulkan paradox. Kita umat islam haruslah lebih baik dibandingkan dengan mereka karena kita mengimani konsep kitab mulia dan hadith secara utuh.
Tuesday, May 02, 2006
Berkorban

Apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim, juga berlaku bagi kita sebagai bentuk apa yang disebut dengan detachment - buah dari iman dan kedahsyatan. Pisau tajam itu melekat dileher si anak , tapi Aku bukan lagi subject yang bertindak. Tak ada rasa sakit, sedih , cinta, harapan, ketakutan, tak ada aku. Semuanya adalah titah-Mu. Sejenis bunuh diri yang sublime. Berkorban adalah peniadaan ganda. Meniadakan aku dan meniadakan apa yang bagian dari diriku. Apa yang luar biasa dari cerita kitab mulia ini bukanlah kejaiban Allah mengganti si anak ,pada saat terkakhir, dengan seekor domba. Apa yang luar biasa adalah bahwa kita jarang mengingat si bapak yang menangis, walau akhirnya berdiri dalam puncak detachment—proses bunuh diri yang sublime itu.
Tiap agama mengagungkan proses yang seperti itu. Siti Masyitoh yang mati direbut air mendidih. Santo Agustinus yang terbelenggu dengan tubuh dirajang anak panah. Urinara yang menyerahkan daging tubuhnya dipotong potong untuk dimakan elang yang ganas , karena ia melindungi seekor burung yang lemah. Tak setiap orang dicatat sebagai syuhada, tentu, tapi semuanya membangun sejarah. Sejarah tumbuh dari pengorbanan yang paling bersehaja seperti menahan lapar karena puasa atau masuk mall tanpa belanja , dll dan sampai dengan tindakan yang paling mengerikan seperti Masyitoh dan Nabi Ibrahim , yang merupakan sebuah kisah manusia yang unggul. Manusia penakluk diri, manusia yang tulus dan lulus ujian dan bukan manusia yang menggungkan nasip yang dahsyat
Apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim memang tak mungkin terulang. Berabad abad manusia mencoba menirukan momen pengorbanan yang mengerikan itu, tapi dalam banyak hal berkorban akhirnya sebuah siasat untuk sebuah ekpektasi terukur bukan gaip. Manusia berpuasa karena inginkan sorga. Manusia ingin bersedekah karna ingin berkah harta. Manusia ingin memberi karena meminta. Itulah sebabnya kini kita melihat berkorban jadi kehilangan sifat sakralnya ketika ada pamrih.. Kita hidup dalam tarikh berjuis, dengan korban , tapi korban itu tidak dipersembahkan kepada yang gaip dan suci. Korban itu dipersembahkan kepada kekuatan manusia sendiri. Hutan lebat jadi gundul dan gersang. Sungai jernih jadi kubangan Lumpur lapindo. Laut mengamuk. Yang gaib dan suci seperti mati, setidaknya dalam hipotesis.
Ulama berkotbah untuk mengingatkan makna berkorban tapi kita harus membayar waktu yang dikorbankannya untuk datang. Berkorban tak lagi disertai krisis yang akut, melainkan menawarkan sebuah substitusi dan sebuah “perdagangan”instant. Yang kita berikan sebagai korban tak lagi punya sifat yang unik, lengkap dan tak tergantikan. Ia sudah diperlakukan sebagai sekedar alat penukar, menggantikan sebuah nilai yang bukan lagi nilai sendiri. Ia seperti lembar uang kertas yang diberikan seorang penderma disudut jalan kepada seorang pengemis. Atau selembar cek kepada aggota dewan yang mau me ngorbankan amanah rakyat. Dizaman ketika yang suci, taqwa dan iman kepada yang gaip telah terhalau, hanya penguasa yang boleh benar dan mendapatkan kemenangan. Semua kita harus menerima dikorbankan walau sebetulnya wajah kita juga adalah wajah sang Maha Kuasa, yang juga semakin samar samar karena semangat jihad berkorban telah terhalau dalam keseharian kita.
Apakah Dubai bebas pajak ?
Dubai adalah salah satu kota khusus dari 7 kota yang ada di Uni Emirat Arab. Apakah benar Dubai bebas pajak ? Tidak. Tepatnya ramah paja...

-
Fasilitas bisnis impor gula itu memang sudah dipastikann rente. Apapun alasannya termasuk stabilitas harga, itu omong kosong. Ini bisnis m...
-
Setiap proyek entah itu milik Swasta atau negara, kalau sudah masuk PSN ( proyek strategis nasional), maka jalan kemudahan didapat. Semua ...
-
Iran memiliki ribuan rudal balistik dan jelajah dengan jangkauan yang bervariasi. Menurut laporan Missile Threat pada tahun 2023 bahwa Ira...