Tuesday, July 16, 2024

Survival..

 


APBN itu adalah politik. Disusun dengan pendekatan politik anggaran. Pasti ada konsensus dan kesepakatan antara pemerintah dengan  DPR. Namun dalam politk tidak ada kesepakatan yang final, bahkan tidak pernah terjadi sesuai dengan niat awalnya. Dalam perkembangannya selalu terjadi adu kekuatan tarik menarik dengan sesama elite. Jokowi menyayangkan peringkat pendidikan yang jauh tertinggal di posisi ke-57 secara global. Dia tentu tahu penyebabnya. Karena alokasi mandatory spending 20% APBN untuk pendidikan diselewengkan ke dana desa sesuai UUDesa. Ini penting untuk elektoral bagi Capres yang didukungnya.


Jokowi pun mengingatkan infrastruktur sebaik apapun tidak akan berdampak besar pada bangsa dan negara apabila SDM belum mumpuni, itu kata Jokowi dalam video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (11/7). Jokowi paham. Tetapi dia tidak paham bagaimana mencapainya. Bahkan dia tidak paham bagaimana komunikasi yang inspiratif kepada bawahan nya, terutama kepada kepala daerah yang dapat dana transfer mandatory spending. Sehingga apa yang dia katakan tidak sesuai dengan realitas. Apa yang dia janjikan, bukan harapan yang bisa dia delivery. Ya waiting for nothing.

Retorika itu absurd. Orang banyak terkooptasi olehnya. Karena harapan. Dan juga politik punya cara memaksa mereka yang berisik lewat UU  ujaran kebencian agar adab santun terjaga. Kalau itu kurang, masih ada tokoh dari Ormas keagamaan bicara tentang Wahyu Tuhan, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Utamakan akhlak daripada Fiqih katanya. Hindari chaos dan utamakan NKRI. Tokoh ormas itu jelas  berbeda dengan mayoritas rakyat. Mereka tidak perlu menanti. Karena harapan sudah mereka raih. Setidaknya hidup berkecukupan sebagaimana elite bangsa ini.

Menggantungkan harapan kepada politik, terutama kepada Pemimpin, itu seperti lakon teater Waiting for Godot karya Samuel Beckett. Dari lakon waiting for Godot itu  nampak ada suasana silent konsesus. Seperti kata orang jawa "Sing waras ngalah".  Rakyat punya cara berdamai dengan kenyataan yang pahit sambil tetap menantikan datangnya harapan.  Demi harapan mereka menolak bertengkar atau chaos. Keadaan hening tanpa gejolak. Stabilitas politik terjaga dengan baik. Dalam suasana tenang itu, tingkat kepuasan rakyat kepada Pemerintahan Jokowi diatas 70%.


Apa yang terjadi dibalik sunyi itu ?  harapan politik untuk membentuk civil society yang kuat kandas. Dalam suasana waiting for godot. Politik adalah hening. Politik adalah medan permainan bagi mereka yang mampu membayar dan membeli keadilan, mengatur hukum, politik transaksional yang saling menyandera, selebihnya hanya penonton yang hidup dalam menanti harapan. Politik di Indonesia, bukan hanya defisit APBN karena hutang. Tetapi juga defisit etis dan moral karena tamak. Sadari itu!. 

So..

Jangan sampai kooptasi politik mendominasi terhadap nasib anda. Jangan! Kehidupan ini bukan soal makmur atau miskin. Karena kalau anda makmur bukan karena anda hebat. Kalaupun miskin,  itu juga bukan dosa. Bukan soal penguasa atau jelantah. Karena penguasa juga pemain, dan jelantah, bagian dari pemain juga. Kan penguasa dipilih oleh rakyat dalam suasana free for vote. Bukan soal penantian yang akan datang besok. Karena besok itu yang pasti hanyalah kematian. Tetapi soal hari ini bagaimana anda bisa  survival.  Fungsikan akal anda secara optimal. Dan di suasana mendung, anda bisa ngopi dan makan ubi kayu seraya berbagi. Seharusnya begitu daripada waiting for godot.

Friday, July 12, 2024

IKN dan Transformasi

 






Transformasi dalam arti modernisasi tentu tidak bisa hanya dilihat dari tampilan fisiknya. Tetapi karena Kapitalisme, transformasi adalah  visualisasi. Visual mengubah perasaan seperti para istri melihat tas di etalage outlet branded, dia pun jadi konsumen yang ternganga-nganga takjub dan akhirnya memaksa dompet suami keluar. Seperti Jokowi melihat design visual tiga dimensi IKN. Dia terpesona. Ingin segera memilikinya walau harus merengek ke rakyat agar duit APBN disisihkan untuk IKN. Dengan visualisasi, pesona bergeming dengan realitas, bahwa itu hanya ilusi dan persepsi saja namun menguras ongkos sia sia.


Ibukota Negara bernama IKN, dirancang sebagai kota futuristik,  yang tidak mungkin mudah dipahami oleh rakyat desa di Jawa, Sumatera atau desa tetangganya di Kalimantan. Jokowi ingin jadikan IKN sebagai transformasi Indonesia mengelola masa kini dan masa depan. Tidak boleh ada kaki lima, bahkan warteg pun tidak boleh ada kecuali jaringan resto international. Pertanyaan nya adalah apakah mungkin bisa terjadi transformasi lewat pembangunan fisik yang divisualisasikan dengan Istana Megah, Hotel Bintang V, MRT tanpa rel, Jalan Tol, High speed train, Fly Taxi, Smart city, dan apalah lagi? 

Ketika di Pyongyang, saya melihat Mall yang besar sepi pengunjung dengan SPG tanpa senyum karena digaji ala kadarnya. Tempat wisata sepi pengunjung kecuali hari libur, itupun 80% adalah keluarga tentara. Infrastruktur MRT yang hebat namun sepi penumpang. Jalanan yang lebar dan mulus namun sepi kendaraan. Tida ada geliat kota yang nampak sibuk. Walaupun pemandu dan pejabat pemerintah berusaha menggambarkan Pyongyang sebagai tolok ukur modernisasi Korea Utara yang bergerak menjadi negara makmur, saya mendengarnya hanya tersenyum saja. 


Kim Il Song bapak pendiri Korea utara, dan kemudian dilanjutkan oleh putranya Kim Jong Il, terus ke cucunya, memang tidak hendak membangun Pyongyang sebagai kota kosmopolitan namun dia juga tidak ingin Pyongyang sebagai kota terbelakang. Banyak gedung bergaya retro-futuristik, dengan lengkungan dan kaca, yang kaku. Bangunan tua telah dicat ulang dengan corak permen berwarna merah, hijau laut, dan biru langit. Kalau dari udara memang kelihatan indah. Cara terbaik menyembunyikan kegagalan membangun peradaban.


Politik bisa saja memaksakan anggaran besar dari APBN untuk lahirnya sebuah kota dengan segala infrastrukturnya. Tetapi design kota tidak akan otomatis menjadi design peradaban seperti yang dimimpikan Jokowi terhadap IKN. Di Pyongyang kota penuh icon politik yang bisu tanpa makna. Manusia bergerak tetapi tidak ada transformasi sosial dan budaya, apalagi ekonomi. Juga terjadi di Myanmar pada ibu kota baru Naypyidaw, yang terletak sekitar 320 km di utara Ibukota lama, Yangon. Hampir semua negara yang memindahkan ibukotanya, gagal membangun kota seperti visualisasi design.


Kim, mungkin juga Jokowi lupa, bahwa sebuah kota adalah sebuah peradaban yang terbentuk dari adanya magnitudo kota sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat ekonomi, pusat kebudayaan. Dan magnitudo tidak bisa di create oleh Politik UU,  tetapi oleh geografi sebagai hub pelabuhan dan pusat persinggahan yang ramai. Itu sunnatullah. Dari sana social budaya kosmopolitan terbentuk lewat proses panjang dari abad ke abad. Roma tidak dibangun dalam sehari."  Setiap proses yang layak dilakukan atau layak dibangun memerlukan waktu.”Tidak ada yang terjadi dalam semalam”. Pahamkan sayang..


Wednesday, July 10, 2024

Pasar ?

 




Substitusi impor diterapkan pemerintah dengan memberikan insentif kepada industri domestik. Pasar domestik diproteksi untuk melindungi industri hilir dari serangan produk impor, dan juga pasar domestik bisa menyerap produk industri hulu dalam negeri. Namun saat oversupply, daya beli domestik melemah, pasar ekspor menjadi keniscayaan. Tanpa ekspor industri bangkrut.  Free trade area dan WTO diratifikasi. Globalisasi pasar tak terelakan agar uang dan barang bebas mengalir melintasi benua. Kalau inginkan FDi masuk ya bebaskan pasar.


Apa yang terjadi kini bukanlah situasional dan mendadak. Tapi itu sudah kita aminin sejak tahun 1980an. Sejak Milton Friedman  gencar memperkenalkan konsep free to Choose. Dunia terikat satu sama lain dalam satu jaringan globalisasi. Semangat deregulasi, privatisasi BUMN meluas. Awalnya negara menikmati neoliberal. Namun lambat laun hutang menjadi kebutuhan. Jebakan utang tak terelakan. Tahun 2008, neoliberalisme terjerembab. Negara harus mengorbankan PDB nya untuk mem bailout akibat kerakusan pasar. Uang semakin depresiasi, GINI rasio semakin melebar. 


Pemerintah kita maju mundur terhadap fenomena globalisasi. Habis gimana ? ekonomi dunia sudah terlanjur imbalance. Ya mau tidak mau, market adjustrumet harus dilakukan dengan regulated. Namun tidak mudah.   Pasar mungkin bisa dikendalikan tetapi uang tidak mungkin. Ketika arus impor TPT dan plastik mengalir deras,  pada waktu bersamaan Industri petrokimia terpuruk. Mengurangi minat investasi. Ketika AS memproteksi pasar domestik dari serangan barang China, ekonomi jadi tidak efisien. Tenaga kerja tak terserap karena investor ogah tanam uang di sektor real kecuali beli surat utang.


Kini, mungkin juga besok bila kita tidak berubah. Kita akan selalu gamang terhadap perubahan pasar. Pasar akan kita sikapi sebagai sebuah kekuatan ampuh yang unpredictable. Kita hanya pasrah dan berdoa semoga Tuhan dapat berpihak kepada kelambanan dan kedunguan kita terhadap fenomena dunia. Padahal Tuhan telah beri kita akal untuk mengubah tanah liat jadi tembikar, menjadikan angin menggerakan kapal berlayar. Namun   karena serakah, akal tidak berfungsi, dari peniti sampai baju, bahkan gantungan baju pun kita tidak mandiri. 


Itulah pasar. Fundamentalisme pasar, kata George Soros. absolutisme laissez faire kata Paul Krugman. Abaikan negara, utamakan pasar. Bahkan orang mengukur baik-buruknya sebuah kabinet dari sejauh mana ia “disukai Pasar”. Negara, pemerintahan, birokrasi, DPR, kelihatan dungu di hadapan pasar. Pasar engga bisa dilawan atau diotak atik dengan kebijakan buka tutup impor. Tapi harus dengan efisiensi dan kreatifitas, dan itu butuh R&D. Paham kan sayang…


Harga…


Merek Dior digugat ke pengadilan Perancis dan begitu juga merek produk terkenal lainnya. Apa pasal? bocornya ongkos produksi outsourcing mereka di China. Misal harga tas Dior Rp 45 juta. Ternyata ongkos outsourcing hanya Rp. 1 juta untuk satu tas. Begitu juga dengan pakain dalam wanita merek Armani. Harga Rp. 5 juta satu set bikini ternyata ongkos  outsourcing hanya Rp. 200.000 satu set. Digugat juga di pengadilan italia dengan alasan mereka eksploitasi buruh China.


Yuan juga punya pabrik di China dan Vietnam khusus outsourcing aksesoris wanita merek terkenal tahu pasti. Sebenarnya tidak ada istilah eksploitasi pekerja. Biasa saja. Bahkan upah pekerja khusus outsourcing produk branded 2 kali UMR. Karena sebagian dikerjakan dengan handmade. Margin keuntungan pabrik diatas 100% dari harga pokok. Tidak ada yang salah dari sisi produksi. Lantas masalahnya dimana ?


Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Dior atau Armani menjual dengan harga tinggi. Karena nilai kreativitas itu sifatnya imajiner dan konsumen puas membayar nilai imajiner itu. Tetapi gugatan ini sepertinya satire atas kebijakan makro Industri Eropa dan As. Mereka tuduh China jual kendaraan EV dengan harga murah atau 20% dari harga EV keluaran Pabrik otomotif Eropa dan AS. Mereka tuduh China dumping. Padahal mereka sendiri yang rakus selama ini. Menarik laba diatas wajar. Sehingga ekonomi global jadi tidak efisien.


Industri China memang tumbuh dalam suasana bersaing. Dan itu dipelihara oleh pemerintah. Persaingan bukan karena tarif atau lobi rente seperti di Indonesia, tetapi bersaing dalam hal R&D untuk lahirnya proses produksi  inovasi yang berkualitas dan harga murah. Misal produk aluminium extrusion  China ongkos produksinya 80% lebih murah dari Eropa dan AS.  Walau pasar AS dan Eropa di proteksi sampai 20%, tetap saja produk aluminium extrusion  China mengalahkan pesaingnya di Eropa dan AS.


Sebenarnya pada hari ini terutama situasi setelah Pandemi COVID, terjadi market adjustment yang dimotori oleh China. Bahwa rakus itu  buruk. Ayolah berubah. Mari ciptakan produk berkualitas dengan ongkos imajiner rendah agar kehidupan dunia lebih baik dan adil bagi semua…


Sunday, July 07, 2024

Utopia?

 




Jika Tuhan mau begini

Rubahlah semua jadi yang ku mau

Karena ku ingin

Semua berjalan seperti yang ku mau


Itu penggalan lagu “ Yang Kumau “ dari Kris Dayanti. Manusia tidak berjalan di ruang kosong. Tidak ada aturan yang baku yang bisa menjamin anda bisa meraih apa yang anda mau. Bahkan walau anda berdoa siang dan malam, Tuhan pun akan tersenyum kepada anda. Mengapa ? karena Tuhan diatas sana tidak menentukan takdir orang perorang. Tetapi menentukan takdir kehidupan manusia lewat hukum sunnatullah. Hukum ketetapan Tuhan yang tidak  dapat diubah. Ia mengisolasi kita dalam bernafas, beradaptasi, berbiak, bertumbuh dan punah. 


Dari serangkaian hukum ketetapan Tuhan itu, anda punya kebebasan memilih seperti apa kehidupan ini akan anda jalankan. Vulgar nya, apa yang terjadi pada diri anda, itu karena pilihan anda sendiri. Tentu setiap pilihan ada yang beruntung dan ada yang tidak. Yang beruntung adalah mereka yang bisa menggunakan akalnya untuk tahu rahasia Tuhan terhadap kehidupan ini. Kalaupun manusia mengetahui rahasia itu sehingga lahirlah ilmu filsafat,  ilmu agama, tidak akan mungkin mampu mendesain peradaban seperti yang manusia  mau.


Sir Thomas More dalam bukunya yang diterbitkan pada 1516, dengan judul, Utopia. Ber-Satire tentang kerajaan Utopus , yang mendambakan negeri bebas korupsi, bebas keserakahan, tanpa ketimpangan, tanpa perang. Tapi untuk itu ia memagari negeri dengan tembok tinggi dan dikelilingi kanal agar tak kena pengaruh buruk dari luar. Kesempurnaan hanya bisa terjadi dalam isolasi, demikian keyakinannya. Namun isolasi hanya bisa dengan paksa. Mao  saat revolusi kebudayaan menutup China dari dunia luar. Mao gagal melakukan lompatan jauh kedepan. Utopus memang tidak pernah ada. Itu hanya ada dalam fantasi.


Pada akhir abad yang lalu, terbukti pelbagai angan-angan luhur atas nama agama dan ideologi telah gagal untuk membuat manusia makmur adil sentosa.  Teori ekonomi yang lahir dari kampus terkenal di dunia dan dari mereka peraih hadiah Nobel, malah berkali kali melahirkan resesi, crisis dan depresi. Dari semangat liberalisme pasar, akhirnya kini kembali kepada proteksionisme atau economy regulated. Pancasila  sebuah idea sorga utopia yang dijanjikan. Berlalunya waktu, kita harus meledeknya. Keraguan itu wajar. Ironi itu sehat. Tiap gagasan luhur butuh tak hanya doa, tapi juga cemooh. Memang hidup hanya senda gurau belaka.


Pendek kata, kehidupan masa lalu tinggal sejarah. Besok, penuh dengan ketidakpastian. Tak  mungkin diantisipasi dengan sebuah sistem yang dapat mengelola ketidakpastian secara teratur yang sustainable. So, gunakan akal untuk anda survival pada hari ini dan fokus kepada hari ini saja. Apa yang anda  lakukan pada hari ini,  itu adalah pilihan yang akan menentukan masa depan anda. Begitu sunnatullah. Dan apa yang terjadi kelak?, itu bukan antara anda dengan situasi dan kondisi. Tetapi antara anda dengan Tuhan saja. Pesan cinta dari Tuhan. Kalau kekurangan dan menderita, bersabarlah. Kalau berlebih dan bahagia, bersyukurlah, berbagilah..

Thursday, July 04, 2024

Vibecession.


 


Saya ke kantor perwakilan Yuan di Jalan Kartini Jakarta Selatan. Di kantor ini menjembatani bisnis Yuan Holding bidang LNG, logistik offshore dan trading mineral tambang. Saat saya datang, Aling belum sampai. Dia lunch meeting di luar. Saya tunggu di cafe yang ada di lantai bawah. Saat itu sedang jam istirahat.


“ Gua masuk kerja gaji awal Rp. 15 juta. “ terdengar pembicaraan empat orang. Satu wanita dan 3 pria. Dari tag card nya saya tahu itu logo Yuan. “ Sekarang apa apa terasa mahal. Bayar cicilan KPR naik. Cicilan motor juga naik. Istri ngeluh belanja pada mahal di pasar. “ Kata pria yang duduk di sebelah wanita.


“ Ya gua juga merasakan sama. “ kata Pria yang ada di depannya. 


“ Udah engga mikir nabung. “ Kata pria lainnya.


Yang wanita kelihatan tersenyum aja. “ ya kita harus bersyukur. Di luar sana masih ada orang seusia kita , lulusan universitas gajinya dibawah Rp. 10 juta. Kalau di hitung garis kemiskinan.Kita ini masuk kelompok menengah atas.” Katanya


“ Anehnya kata BPS pertumbuhan ekonomi masih diatas 5%. Tetapi penerimaan pajak jeblok. PHK terjadi dimana mana. Katanya kita deflasi. Tapi harga malah naik. Engga jelas. Antara data dan realitas. “ kata pria di sebelah wanita itu.


Dari tadi saya senyum aja mendengar mereka bicara. 


“ Apa yang kamu katakan tadi, itu yang dimaksud dengan Vibecession’ Kata saya nyeletuk. Mereka menoleh kearah saya. Mereka tersenyum. “ Oh ya pak.? kata Wanita. Saya menarik kursi mendekat. Mereka tidak mengenal saya.


“ Vibecession itu apa ? tanya pria yang duduk sebelah wanita.


“ Kalau lue pernah baca jurnal ekonomi, itu terkenal sekali istilah. Yang cetuskan Kyla Scanlon tahun 2022” Kata wanita itu.


“ Tepat sekali. “ kata saya. 


“ itu fenomena ekonomi yang diukur berdasarkan statistik namun tidak sesuai dengan realita yang dirasakan oleh mayoritas rakyat.” Kata wanita itu lagi.


“ Sebenarnya bukan data statistik yang salah. Tetapi karena masyarakat miskin literasi ekonomi. Dan diperparah lagi pejabat pemerintah menyampaikan data itu dengan narasi bias. Terkesan dipolitisir untuk konsumsi orang miskin literasi. 


Contoh. PDB Indonesia per kapita Rp. 75 juta per tahun. Negara kita masuk negara menengah atas, katanya. Tapi kalau 135.000 orang indonesia yang punya tabungan diatas Rp. 5 miliar, ditiadakan, PDB perkapita kita tidak lebih separuhnya. Mungkin hanya 1/4 saja. Jadi realitasnya masih masuk negara miskin. “ kata saya. 


“ Apalagi data terakhir GINI rasio kita makin lebar. Makin engga ada artinya PDB tinggi. Karena semakin jauh jarak antara 135.000 orang dengan 270 juta rakyat.” kata Pria yang ada dekat saya. “ Apa jadinya kalau 135.000 orang itu rame rame pindahkan uangnya ke USD, ya rupiah engga ketolong, yang korban mereka yang gajinya UMR. “ sambungnya/

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...