Thursday, December 21, 2006

kebebasan

“Mungkin kalau ada sorga didunia maka itu adalah negara kamu” Demikian teman saya ketika saya berjumpa dengan dia pada waktu musim dingin. Saya sempat terkejut dengan kata katanya. Karena saya membayangkan negeri saya yang sedang dilanda krisis ekonomi yang parah dengan jeratan kemiskinanan bagi hampir 50 juta penduduk. “ Lingkungan negeri anda benar benar sorga. Tidak ada suasana kompetisi.. Itulah yang membuat negeri anda menjadi sorga yang sesungguhnya. “

Kompetisi ? Bukankah budaya kompetisi itu bagus. Karena semangat kompetisi pulalah yang membuat negara maju. Lantas mengapa tidak ada suasana kompetisi justru membuat lingkungan menjadi sorga. Ini cukup aneh bagi saya.Kemudian saya mencoba meng explore apa yang dikatakan teman ini. Saya perhatikan kehidupan sehari hari mereka; . Jepang, Korea, China, Hong Kong, Eropa ,Amerika. Saya berusaha mencari tahu dibalik makna kata kata teman ini.Akhinrya , saya baru menyadari bahwa mungkin dia benar. Betapa tidak. ? Setiap malam hari , sampai tengah malam, masih ada saja orang orang berkumpul di Bar atau restoran..Padahal sudah waktunya mereka pulang. Tapi mengapa mereka tetap disana.? Padahal mereka adalah orang baik baik. Ternyata memang tidak ada yang mereka cari disini. Mereka hanya berusaha melupakan semua kesehariaanya dikantor. Sampai mereka lelah dan terkantuk.Pulang hanya untuk tidur. Besok kerja lagi. Begitu seterusnya.

Dinegeri mereka ada aturan ketat untuk memaksa setiap orang berkompetisi. Ada target waktu, target penjualan, target produksi, target laba, target sukses , target lulus sekolah , target..semua ada target yang harus dicapai. Dalam kesehariannya, mereka juga dikejar target on time datang ke station, target on time datang kerestoran , target on time penuhi janji, target on time bayar bill, target on time delivery... Siapa saja yang tidak mampu berkompetisi maka harus rela tersingkir.Tidak ada kemanusiaan untuk membela mereka yang gagal berkompetisi. Ini hukumnya. Memang mereka menjadi mesin pertumbuhan dari sebuah system yang bernama negara. Entah itu kapitalis , sosialis ,komunis. Semua sama saja. System mereka memang menciptakan free competition tapi sehat. Artinya , setiap warga negara berhak untuk mendapatkan reward dari keunggulan dia berkompetisi. Negara menghormati upaya orang untuk sukses dan unggul dalam bersaing. Juga menjaga terjadinya fair play secara ketat. Namun negara jugalah , yang menjadi creator dari system ini sehingga hubungan antar manusia tidak lagi harmonis. Rumah tangga hanya tempat berkumpul sesaat namun secara psikis semua anggota keluarga tidak berada dirumah. Pikiran mereka ketempat lain dimana mereka dikejar untuk bersaing. Ibu sibuk mengatur Bill tagihan., Anak memikirkan kompetisi disekolah. Ayah, memikirkan kompetisi di kantor.

Lingkungan tempat tinggal tidak lagi nyaman sebagai komunitas sapa dan tawa. The time is essential , kata mereka. Hingga suasana kebersamaan ditengah komunitas adalah langka. Hubungan dengan tetangga hanya sekedar sapa. Hubungan dengan anak hanyalah sapa ringan di waktu sarapan pagi.Hubungan dengan istri hanya senyuman menjelang tidur. Mereka terjerat oleh suatu system tentang reward and bill dan setiap hari adalah mimpi buruk tentang takut gagal, takut tidak on time. Belum lagi harus menghadapi datangnya musim dingin yang selalu hadir setiap tahun. Badai salju yang menyakitkan adalah resiko yang harus diterima setiap tahunnya ditengah masalah social kompetisi yang tak memberi ruang untuk berkelit…Suatu kehidupan yang memenjarakan diatas kemegahan infrastruktur modern yang dibangun dari uang pajak mereka, yang tak pernah nyaman sebagai makhluk social..

Maka benarlah , kata teman saya bahwa negeri ku adalah sorga… Cuaca dan alam membuat orang untuk menikmati segala galanya secara bebas tanpa terkungkung oleh empat musim, walau ada bencana maka itu hanyalah insidential,yang cepat datang dan cepat pula dilupakan. Keseharian kita adalah .bebas melakukan apa saja , tidak ada situasi mencekam seperti dalam arena kompetisi. Karenanya kita bebas tidak tepat janji, bebas korupsi, bebas tidak tertip dijalan, bebas buat maksiat, bebas kaya dan juga bebas untuk mati kelaparan. Negara hanyalah system yang membiarkan semua itu terjadi karena hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat, bebas dipermainkan… inikah sorga kita..?

Di ruang termahal..

Dalam satu perjalanan disuatu negeri, saya bersama teman mendapat kesempatan menginap di Hotel dengan tariff diatas USD 1000 per malam. Dapat dibayangkan betapa tiggi standard layanan hotel ini. Juga jangan tanya soal kemewahan didalama kamar. Semuanya serba wah. Segala impian dengan sejuta hasrat kemewahan nafsu dunia sengaja dicreate untuk memanjakan tamu yang menginap disini. Maklum saja bahwa para tamu yang datang adalah businessman yang ingin menikmati kenyamanan layanan untuk memanjakan diri. Sudah jam 11 malam , saya masih asyik bicara dengan teman di cafe dan bukan hanya kami tetapi juga para tamu hotel lainnya. Kami masih diliputi banyak pikiran tentang beban pekerjaan yang menghadang. Yang pasti ada cemas didalam hati. Saya perhatikan tamu yang lain juga mengalami hal yang sama. Buktinya mereka tidak bersegera kekamar untuk menikmati standard kamar hotel super diamond itu.

Jam dua dini hari , barulah saya undur diri dari cafe untuk berangkat tidur. Teman ini juga ikut bersama saya. Ruang cafe masih ramai oleh penghuni hotel. Petugas cafe mengatakan kepada saya bahwa jam 4 pagi cafe akan ditinggalkan semua oleh tamu hotel untuk tidur dikamarnya masing masing. Sesampai dikamar, saya langsung menjatuhkan tubuh ditempat tidur. Saya baru terjaga ketika jam 6 pagi untuk sholat subuh. Jam 7 pagi saya ketika breakfast , teman itu sudah ada di restoran. Ketika bertemu , sambil makan, kami kembali melanjutkan diskusi soal tadi malam untuk mengatur langkah strategi untuk pagi ini. Begitulah seterusnya. Mengapa saya ceritakan ini ? tak lain untuk memberikan gambaran bahwa kemewahan dengan segala layanan yang memanjakan ternyata tidak pernah kami rasakan sebagai sebuah bentuk yang menentramkan , apalagi menghilang rasa cemas akibat takut gagal dalam bisnis, takut gagal dalam mengambil keputusan dan segala rasa takut.

Semua rasa takut itu dipicu dan dirangsang oleh adanya keinginan lebih. Juga didorong oleh sikap marah kepada pesaing yang berada diatas dan ingin merasa lebih baik dibandingkan orang lain. Karena itulah kerja keras dilakukan dan tanpa disadari kami telah melakukan penyiksaan diri secara sistematis. Saya berada didalam lingkungan seperti itu dari kehadiran sahabat saya yang pengusaha, pejabat negara, dosen, professional, politisi dan lain sebagainya. Saya yakin mereka tidak pernah merasakan kebahagian dalam sehari lebih dari 1 jam. Bahagia dalam pengertian dimana lepas dari segala beban dan tak tergantung sama siappun , damai dalam pengharapan, damai dalam kekurangan, damai dalam fitnah dan damai dalam keseharian. Padahal ada sebagian besar manusia yang jauh dari harta dunia namun dengan hanya USD 300 per bulan mereka bisa mendapatkan kebahagiaan, candatawa bersama sahabat yang setia, anak istri yang sholeh, beribadah dengan lapang waktu.

Data statistik hanya mengukur kemakmuran dari harta. Mereka yang miskin kebahagiaan , miskin cinta namun harta berlebih akan masuk kelompok makmur. Padahal merekalah yang sebenar benarnya miskin karena hidup mereka tidak mereka miliki. Hidup mereka disiksa oleh dirinya sendiri. Dari berbagai orang inilah saya mendapatkan hikmah untuk bersikap dalam hidup. Bahwa kebahagiaan itu hanya mungkin bila kita bisa mengelola ”keinginan ” dan dorongan ” berkompetisi” secara berlebihan. Tak ada cara efektif mengelola kecuali menunduk diri kita sendiri terhadap hasrat yang berlebihan itu. Ketika kita bisa mengalahkan diri kita sendiri maka banyak hal yang justru tidak perlu mahal dan kadang sangat sepele bisa membuat kita bahagia.

Sebuah riwayat dalam Hadith , dua hal yang membinasakan manusia itu, adalah keinginan yang berlebihan dan kedengkian ( merasa lebih baik dari orang lain ). Karena kedengkian inilah Iblis dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena keinginan yang berlebih itu pula , Adam dan Hawa tergoda untuk memakan buah qalbi. Ya , manusia binasa ketika dia dikuasai oleh dua hal itu. Maka yang namanya binasa maka kebahagiaan menjadi sangat jauh. Kalaupun ingin digapai maka manusia harus berkerja keras dengan all at cost untuk mendapatkannya namun hanya melihat fotomorgana. Semakin dikejar kebahagiaan semakin jauh diraih. Akibatnya berbagai penyakit phisik datang dan rasa takut semakin lekat dalam diri maka kebahagian semakin tak terjangkau. Kita menumpang tawa ditempat ramai dan menangis diatas lumbung padi karena lapar.

Kebahagiaan itu ada dihati dan teramat dekat dengan diri kita bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Untuk menggapainya tak diperlukan ongkos mahal dan berlelah. Cukuplah bersyukur atas nikmat Allah dengan menebarkan cinta dan kasih sayang kepada mereka yang tidak beruntung atau yakin bahwa harta itu milik Allah dan digunakan untuk beribadah kepada Allah. Dan Bila terkena musibah maka bersabarlah. Sikap inilah , dalam kondisi apapun, maka kebahagiaan akan selalu menjadi milik kita. Karena kita melangkah hanya untuk mencari ridho Allah bukan rasa hormat atau pujian dari manusia.

Cerdas berlogika dan bersikap.

Mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah.Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber day...