Pengurus Masjid itu tidak bisa
menahan rasa harunya ketika melihat Kambing yang dibawa oleh Mak Yati dan suaminya Maman untuk diserahkan
sebagai Qurban. Kambing itu berukuran paling gemuk diatara kambing yang
lainnya. Apa penyebab pengurus Masjid itu terharu ? karena Mak Yati dan
suaminya bukan tergolong nasabah
prioritas bank. Mak Yati bukan pegawai PNS yang minim produktifitasnya namun dapat gaji lebih
dari 13 kali dalam setahun. Bukan pula orang kebanyakan yang aman dari resiko
tidak makan karena penghasilan tidak pasti dan tabungan tidak ada. Bukan!. Mak
Yati dan suaminya Maman adalah pemulung yang hidup melata dari mengais sampah dijalanan. Dari hasil mengais sampah ini
, dia bisa mendapatkan penghasilan Rp.25.000 per hari atau seharga secangkir
kopi ukuran terkecil di Starbucks. Bila secangkir kopi dapat habis sekali minum
namun Mak Yati mendapatkan uang sebesar itu membutuhkan tenaga dan waktu yang
tidak sebentar. Iapun harus mau menyusuri jalanan dalam keadaan panas maupun
hujan. Ia lelah namun jiwanya tidak pernah lelah. Ia ikhlas dengan takdirnya
tanpa berkeluh kesah dalam mengemis.
Dari penghasilan sebesar 25
ribu rupiah itu dia gunakan untuk mengganjal perutnya sedikit dan sisanya dia
tabung. Bukan untuk persiapan pergi haji. Tidak pula untuk persiapan pension masa
tuanya karena dia memang sudah tua dalam keadaan miskin tanpa jaminan social.
Uang itu ditabungnya untuk berkorban di jalan Allah. Seperti dikatakanya “Saya
ingin sekali saja, seumur hidup bisa memberikan daging qurban. Di dada rasanya
tebal sekali, ada kepuasaan. Saya harap, semoga ini bukan yang terakhir”. Dari
peristiwa ini Allah mempertontonkan kepada kita orang beriman yang merasa lebih
dibandingkan Mak Yati. Bahwa tidak ada alasan untuk tidak berkorban dijalan
Allah. TIdak ada ! Kadang kita punya uang berlebih dibank namun ketika orang
datang meminta tolong karena tidak ada beras dirumah untuk dimasak, bingung
untuk membayar sekolah anaknya, bingung bayar kontrakan rumah, bingung dikejar
hutang karena untuk makan, kita justru menolak dengan senyuman sambil berpikir
bahwa uang berlebih itu digunakan untuk persiapan kuliah anak, atau untuk
liburan bersama keluarga, atau untuk pergi haji. Padahal yang kita pikirkan itu
adalah masa depan yang belum dalam genggaman kita sementara hari ini Allah mengirim
ticket ke kebun sorga untuk kita tapi kita tolak.
Berkorban dalam bentuk apapun
memang mudah selagi kita berkemampuan kuat dan lapang. Namun menjadi lain
ketika kita berkorban yang pada waktu bersamaan kita sangat
membutuhkannya. Mak Yati dirumahnya yang berukuran 3x4 meter terdapat televise tua
yang tidak lagi berfungsi namun uang tabungan itu tidak dia gunakan untuk
membeli televise baru yang harganya sama dengan dua ekor kambing qurban. Ia
lebih memilih berkorban dijalan Allah. Allah lah yang lebih utama. Apakah Mak
Yati merugi karena itu ? Tidak ! Yang pasti janji Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda (Al-Baqarah [2] ayat 245). Mau bukti ? Setelah dia
memberikan dua kambing qurban itu, beritanya tersiar melalui berbagai media. Membuat Menteri sosial, Salim Segaf tersentuh hatinya untuk memberikan aspirasi. Seorang Menteri
datang sendiri kerumahnya yang kumuh itu dan memberikan santunan sebesar Rp. 5
juta rupiah untuk modal usaha serta rumah layak tempat dia tinggal.
Perhatikanlah didunia saja, Allah memberikan rasa hormat sangat tinggi dengan
ditandai hadirnya seorang pejabat tinggi Negara kerumahnya dan disamping itu
dia mendapatkan santunan berlipat dari apa yang dia qurbankan.
Tentu di akhirat Mak Yati akan
mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah. Karena perbuatan ikhlas berkorban
dijalan Allah adalah puncak Tauhid sebagaimana yang diteladankan oleh Nabi
Ibarahim yang menerima titah dari Allah untuk menyembelih putranya Ismail.
Walau nyatanya dalam sejarah Putranya Ismail tidak jadi disembelih karena ketika
mata pisau itu lekat dileher seketika itu juga Allah menggantinya dengan domba.
Inti dari kisah ini adalah seorang Nabi Allah Ibrahim dihadapkan dengan dilemma
antara ketaqwaan dan akalnya. Betapa tidak? Nabi Ibrahim tidak dikarunia anak
yang banyak. Nabi Ibrahim barulah mendapatkan anak setelah usia uzur. Ketika
anak dalam kandungannya, Allah meminta Nabi Ibrahim membawa istrinya ketengan
gurun yang tandus dan meninggalkan mereka disana. Ketika anak lahir, tumbuh
sehat dan cerdas serta berakhlak mulia, namun Allah mentitahkan agar putranya
itu disembelih. Dapatkah dibayangkan bagaimana bila itu terjadi pada diri kita
? tentu akal kita akan menolak. Samahal mengapa pula Mak Yati tidak membeli TV
baru dari uang tabungannya. Ternyata
jawabannya adalah ketaqwaan kepada Allah, kecintaan kepada Allah tidak bisa
terjawabkan dengan akal yang terbatas ini. Ia sesuatu yang sublime yang tak
lagi mengenal aku, cinta, harapan, rugi , laba, susah, kecuali hanya karena
ingin melaksanakan Titah sang Illahi. TIdak ada lagi aku kecuali Allah.
Ya cinta kepada Allah sesuatu
yang agung dan berimplikasi sangat luas terhadap kehidupan didunia. Siapapun
dia, baik berharta maupun berilmu punya tanggung jawab untuk melakukan
intervensi social lewat spiritual social yang diajarkan oleh Allah dan
diteladankan oleh Rasul. Dengan itu, keadilan Allah tegak kepada mereka yang
lemah dan duapa. Gap antara sikaya dan simiskin tidak akan menimbulkan kecemburuan
social karena orang miskin sadar dengan takdirnya dan mendapatkan keadilan dari
orang kaya yang bertaqwa. Orang kaya berharta dan berlmu mendapatkan kepuasan
batin karena mampu berbuat mewakili Allah untuk tegaknya keadilan social.
Itulah nilai islam, rahmatan lillamin. Yang kaya dan yang miskin bersedekat
untuk saling menghormati, melindungi dengan satu tujuan untuk cinta kepada Allah…