Saturday, September 24, 2011

Akses informasi


Tadi pada waktu dipesawat saya bertemu dengan anak muda. Dia bercerita baru kembali dari Guangzou setelah perjalanan ke Timur Tengah. Ada sedikit geramnya karena melihat salah satu penumpang yang membawa barang belanjaan cukup banyak. Dia bilang, orang Indonesia memang gemar belanja. Kalau punya , jadi maniak belanja. Saya hanya tersenyum. Ketika saya tanyakan kerjaannya. Dia mengaku sebagai pengusaha tanpa kantor namun omzet puluhan juta dollar setahun. Saya sempat berkerut kening. Apakah anak muda ini pialang saham ? Kalaupun benar, dalam kondisi sekarang tak bisa berharap banyak untung besar. Dalam keadaan tanda tanya itu, dia menjelaskan bidang usaha yang sedang digeluti. Dia memanfaatkan pasar Electronic audio system di Afrika dan Timur Tengah serta Amerika Latin. Jadi dia Exportir. Wah hebat. Tapi bagaimana tanpa kantor? Apalagi pasti engga ada pabrik dan gudang.

Dia menjelaskan seluk beluk bisnisnya. Dia membuka virtual office di Paris ,Francis. Tujuannya mendapatkan peluang kredit ekport yang memang disediakan pemerintah Francis dalam rangka memacu pendapatan devisa negara. Disamping itu hegemoni politik Eropa di Afrika dan Timur Tengah memang kuat sekali. Tentu ini nilai plus nya bila dia membawa bendera Francis dalam perdagangan international. Kantor beralamat di Paris tapi komunikasi telp , email, fax diforward langsung ke email pribadinya dan telp cellularnya. Berkat IPAD, dia bisa mobile mengelola bisnisnya. Dia membeli merek dagang Francis dari perusahaan pailit karena krisis global. Dengan merek dagang ini dia mendatangi pabrik Electronic di Guangzho ( china ) untuk dijadikan rekanan sebagai perakit merek dagangnya. Dan lucunya , pabrik di China itu setuju saja bila didepan Pabrik itu dipasang papan nama Merek dagangnya. Kemudian dia photo pabrik itu untuk melengkapi brosur dagangnya.

Karena perusahaannya terdaftar di Francis maka dalam setiap pameran dagang international yang disponsori oleh pemerintah francis, perusahaanya pasti diikut sertakan. Pihak pabrik mitranya bersenang hati menjadi bagian dalam pameran itu walau harus memakai label perusahaan dia.. Dari situlah dia mendapat pesanan dari berbagai negara. Ketika pesanan datang, dia tinggal hubungi bank di Paris untuk memberikan fasilita LC back to back ke Pabrik di China. Ketika barang selesai dibuat dan dilakukan pengirimana, dalam BL ( Bill of Lading ) menyebutkan Loading Port : China, Origin : Francis. Setelah pengepalan ke importir selesai maka secara cross settlement ( selisis beli dan jual ) menjadi labanya. Demikian sederhananya proses bagaimana dia mendatangkan dollar kerekening banknya. Tanpa kantor , tanpa karyawan dan hidup mobile mengitari belahan dunia dalam layanan bisnis class. Luar biasa.

Dia, adalah anak muda. Menurutnya usianya baru 34 tahun. Dia lulusan Fakultas Teknik Elecro disalah satu PTS di Jakarta. Saya tanya, bagaimana dia bisa mengetahui peluang itu dan akhirnya bisa mengikuti proses bisnis hingga menjadi sebuah peluang yang menguntungkan. Dia jawab bahwa dia sangat menyukai electronic khususnya Audio. Dari kegemarannya itu membuat dia pemerhati produk Audio , termasuk berseluncur didunia maya untuk mendapatkan informasi uptodate. Dengan aktif dalam forum blogger Audio membuka pintu dia masuk komunitas bisnis Audio secara global. Dari itu dia membaca, melihat dan merasakan seuatu yang bisa dia perbuat. Dia tidak ada modal, juga tidak ada pengalaman sebagai pengusaha. Lantas bagaimana memulainya.Dia menjawab, lagi lagi karena faktor imformasi membuatnya widevision dan menuntunnya mendapatkan solusi hingga cita citanya terkabulkan sebagai produsen electronic kelas dunia dengan omzet puluhan juta dollar.

Itulah sekilas bagaimana anak muda jaman sekarang menjadi generasi informasi digital. Mereka lulus universitas namun tidak terjebak dengan budaya gampangan untuk hidup senang melalui bekerja. Tapi berwiraswasta dengan keilmuannya. Ya, ilmu terbuka lebar, forum diskusi terbuka luas, ajang interaksi sosial, budaya , ekonomi, politik, agama, semakin meluas tanpa batas. Ini semua adalah berkah dan sekaligus sebagai fakta bahwa pada intinya manusia itu hanya berlainan dari suku dan kulit namun hakikatnya satu keluarga besar untuk saling melengkapi. Alangkah baiknya bila dalam diskusi di forum dunia maya, itu dijadikan sarana saling berbagi informasi pengetahuan baik dalam bentuk pengalaman praktis maupun dari bacaan buku.. Dari praktisi yang bicara atas dasar pengalaman , membuat yang belum pengalaman menjadi pengalaman, Dari pengetahuan orang yang gemar baca buku, membuat yang malas baca buku menjadi tahu isi buku. Banyak lagi manfaatnya asalkan kita sadar bahwa forum bukanlah ajang aktualisasi ”aku” tapi memang sharing knowledge. That was all.

Saturday, September 17, 2011

Cinta dan hakikat

Jam 4 sore usai bersibuk diri dengan urusan yang melelahkan. Badan terasa lemah. Teman saya mengatakan bahwa tubuh saya tidak punya masalah hanya mungkin otak saya overload. Makanya tubuh bereaksi untuk minta istirahat.Ini proses recovery, katanya. Ya dia minta saya untuk refresh system tubuh saya. Caranya ya istirahat sebelum memulai aktifitas kembali. Saya butuh istirahat, tidur barang sejenak. Tapi tidak mungkin karena setelah sholat ashar saya juga harus sholat Maghrib. Kalau tidur setelah ashar,bisa bablas sholat maghrib. Saya memilih untuk sauna yang memang disediakan fasilitanya oleh pengelola apartement. Ketika usai sauna saya bersantai diruang istirahat sambil nonton TV yang menayangkan Discovery Channel.

ketika itu parhatian saya teralihkan kepada sepasang suami istri lanjut usia. Mereka sambil duduk bersebelahan dikorsi santai nonton TV dan tangan mereka tetap saling menggenggam. Kadang kadang nampak sang suami melirik istrinya dengan wajah tersenyum. Begitupula sang istri. Tak berapa lama nampak pula sang suami pergi kemeja mengambil minuman. Saya perhatikan, suami itu membawa dua cangkir teh. Satu cangkir untuk istrinya dan satunya untuk dia. Mungkin karena saya perhatikan , kedua pasangan itu tersenyum ramah kepada saya. Mereka menanyakan kwarganegaraan saya dengan ramah maka akhirnya dialogh terjadi. Dalam dialogh itu saya sempat bertanya bagaimana dalam usia lanjut mereka masih nampak mesra. Dengan tanggap sang suami menjawab bahwa awalnya ketika mengenal istrinya lebih didorong karena kecantikan phisik dan performance lainnya tapi berlalunya waktu , yang tersisa hanya rasa persahabatan. Ternyata nilai persahabatan itulah yang membuat mereka tak terpisahkan.

Ketika muda, istri yang cantik, kulit yang kencang, langkah yang anggun. Sang pria juga nampak ganteng, perkasa, langkah yang tegap. Wanita mengutamakan performance pria dan begitupula sang pria. Lewat itulah cinta bertaut dan selanjutnya proses hubungan terjadi secara systematis hingga bermetamorfosa menjadi hubungan persahabatan. Yang ganteng, yang cantik,yang kaya, yang segalanya yang dulu dibanggakan ,setelah umur bertambah, rambut mulai memutih, langkah semakin loyo, wajah semakin berkerut, maka yang tersisa tinggalah nilai persahabatan. Maha Besar Allah. Menciptakan eksistensi manusia yang begitu sempurna. Pada intinya performance tetaplah performance yang dapat lekang oleh waktu tapi hakikatnya tak berubah yaitu cinta kasih.

Mungkin sebagian orang mempertanyakan apa perbedaan antara keluarga dan teman. Yang bisa saya katakan adalah bahwa kita tidak pernah punya teman sejati tanpa mempertimbangkan dirinya sebagai bagian nyata dari hidup kita. Mereka hadir didalam hati kita sebagai sebuah rumah yang menjadi tempat untuk pulang, tempat yang hangat di mana cinta bersemayam. Didalam ruang hati itulah kekurangan menjadi cukup, kesempitan menjadi lapang, kepanasan menjadi sejuk, kekeringan menjadi tempat subur. Mereka akan selalu tahu bagaimana cara untuk menemukan jalan dan menempkkan diri disetiap pojok ruang hati kita. Karena didalam hati itu semua nampak terang benderang dengan cahaya ilahi untuk lahirnya kebahagiaan bagi semua.

Ada cerita dan bisa dijadikan analogi bijak. Seorang bijak kedatangan tamu. Para tamu meminta nasehat bagaimana hidup bisa dekat dengan hakikat hingga tidak tertipu dengan penampilan. Orang bijak itu menghidangkan teh hangat dengan teko dan beberapa cangkir yang beraneka ragam. Ada cangkir cantik terbuat dari keramik, Kristal yang indah, stainless yang berkilau dan adapula cangkir yang buruk. Ketika teh dihidangkan semua tamu memilih cangkir yang indah dan cantik. Sementara cangkir yang buruk tak ada satupun yang menyentuhnya. Setelah masing masing telah menuangkan teh dalam cangkirnya, sang bijak berkata bahwa lihatlah ada beraneka ragam cangkir tapi yang terpilih hanyalah cangkir yang indah dan cantik. Tak ada satupun yang memilih cangkir buruk. Padahal cankir buruk atau indah , isinya tetap sama yaitu teh. Hakikatnya adalah teh bukan cangkir. Tapi kita lebih memilih cangkir dan mengabaikan teh sebagai hakikat.

Begitupula dalam kehidupan ini. Begitu banyak kita terjebak dengan apa yang kita inginkan. Sebetulnya itu hanyalah permainan nafsu agar kita melupakan hakikat. Orang kaya , wanita cantik, pria gagah , berkuasa, hanyalah fotomorgana yang dapat lekang karena waktu dan situasi. Tapi hakikat manusia tetaplah manusia yang diminta Allah untuk menghidupkan cinta dihatinya. Siapapun kita, apapun profesinya, apapun kehebatannya, apapun penderitaanya, hakikatnya semua sama yaitu mencari keridhoaan Allah. Cara menjalaninya juga sangat sederhana, kendalikan nafsu untuk menjadi terbatas dan lapangkan hati menjadi tak terbatas. Dengan cara itu, perjalanan waktu akan membuat orang terdekat kita maupun lainnya akan merasa tentram untuk saling membahagiakan.

Wednesday, September 14, 2011

Peduli

Sampai di stasiun Luohu ( Shenzhen) jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Perut mulai terasa perih untuk mita diisi. Saya melangkah keluar stasiun dan kemudian menyeberang jalan kearah Shangrila Hotel. Terus menyusuri jalan. Disisi trotoar jalan nampak berjejer restoran cepat saji. Saya memilih KFC yang mudah dan cepat untuk segera menuju hotel. Walau sudah mendekati tengah malam namun antrian didepan kasir masih cukup panjang. Dengan sabar saya ikut antrian sambil menerima telp dari teman. Ketika itu dibelakang saya nampak seorang pria dengan pakaian kumal. Aromanya cukup menusuk hidup. Namun saya tetap menahan tanpa mendekap hidung saya. Pria itu tersenyum kearah saya. Saya mengangguk dengan ramah. Di belakang pria itu sudah ada pula antrian tiga orang. Namun sekonyong konyong nampak menejer restoran itu mendekati pria itu. Dengan ramah manager itu menuntun pria itu mendekati kasir. Dengan ramah pula manager itu memohon pengertian para pelanggan agar mengutamakan pria itu. Semua mengangguk.

Saya lihat pria dengan pakaian kumal itu berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong kecil yang kumuh. Ternyata itu uang receh. Pria itu menghitung dengan lambat setiap sen uang dan diletakan diatas meja kasir. Proses itu berlangsung cukup lama. Mungkin ada lebih 5 menit. Tak ada satupun pelanggan yang menggerutu. Tetap sabar menanti dan memperhatikan. Begitupula sang kasir tetap tersenyum memperhatikan pria itu menghitung uang sen demi sen. Akhirnya pria itu terdiam ketika tak ada lagi sen uang yang bisa dia keluarkan dari dalam kantong. Uagnya tidak cukup! Pria itu menoleh kebelakang dan melirik kekiri kekanan. Nampak seperti orang bingung. Sang manager memperhatikan dengan seksama. Dengan lembut dia membujuk pria itu untuk keluar dari antrian. Namun dengan seketika salah satu pelanggan yang ada dibelakang antrian bersegera mengatakan bahwa dia akan mencukupi uang pria itu. Kemudian serta merta yang lain para pelanggan membuka dompetnya untuk memberi pria itu uang. Semua berlangsung dengan cepat dan spontan.

Saya terkejut melihat situasi itu. Bagaimana masyarakat China yang bergulat dengan kehidupan keras dan berkompetisi dalam segala hal namun dapat spontan berbuat untuk cinta kasih. Ketika hal ini saya ceritakan sama teman keesokan harinya, Teman saya tertawa sambil menjelaskan bahwa di china orang mudah sekali berempati kepada seseorang yang punya keberanian berbuat. Pria kumal itu , dia miskin. Namun dia punya hasrat, dia tak malu untuk melangkah pasti kedalam restoran yang diperuntukan bagi orang berduit. Dia tidak takut akan resiko diusir karena tidak qualified sebagai konsumen. Bagi dia , masuk dalam restoran itu saja sudah berkah tersendiri. Bila apresiasi pelanggan lain begitu tinggi , itupun tak lain bagian dari budaya kami yang sangat menghargai kemauan orang lain sekecil apapun. Kami suka menjadi bagian dari effort orang lain , apalagi terkesan impossible. Jadi kalau para pelanggan lain spontan membantu , itu tidak aneh. Demikian penjelasan teman saya. Saya sempat tertegun.

Lanjut teman saya itu lagi, yang sangat dibenci oleh orang China adalah orang yang suka mengemis dan terlalu banyak rencana namun miskin berbuat. Orang china tidak peduli soal resiko. Bagi mereka berbuat jauh lebih baik walau sebesar apapun resiko daripada tidak berbuat sama sekali. Karena bila telat atau tidak berbuat sama sekali itu sama saja menerima resiko pasti, yaitu kehilangan waktu. Bukankah waktu begitu berharga dan merupkan berkah Tuhan tak ternilai bagi kita. Ia lebih dari apapun didunia ini. Jadi orang yang suka menunda berbuat dan kadang lebih terkesan menunggu orang lain membantu untuk baru berbuat , tak lain memenggal umurnya tanpa nilai apapun. Itu orang bodoh dan hidup sangat menyedihkan tanpa harus dikasihani. Demikian simpul teman saya.

Memang suksesnya China dalam bidang pembangunan ekonomi lebih karena disebabkan oleh semangat kerja keras dan tidak takut mengambil resiko berdasarkan setiap keyakinan meraih peluang. Mereka juga tak segan untuk merubah dirinya atau hijrah dalam segala hal hanya sekedar keyakinan untuk berbuat lebih baik. Namun dari itu semua , mereka tidak menyukai kekerasan.. Mereka cinta kedamaian. Mungkin itu sebabnya sebagian besar rakyat China tidak peduli dengan politik dan kekuasaan. Bagi mereka selagi pemerintah memberikan kesempatan mereka untuk berkembang maka itu lebih dari cukup. Siapapun memerintah , mereka akan patuh. Itulah yang dijadikan dasar oleh elite politik china untuk menggerakan potensi populasi dan budaya sebagai modal membangun china menjadi kekuatan ekonomi dunia.

Seharusnya pemerintah menyadari bahwa membangun negeri ini melihat dan mengenal betul karakter bangsa dan kemudian menjadikan karakter bangsa itu sebagai kekuatan untuk membangun peradaban. Populasi ndonesia yang mayoritas Islam dengan budaya gotong royong adalah kekuatan yang lebih dahsyat dibandingkan bangsa manapun. Tapi apa hendak dikata budaya kita terkikis oleh budaya luar, para elite politik membangun melihat dengan standard etika moral dari luar yang belum tentu bisa diterapkan di Indonesia. Maka jadilah berbagai aturan dan hukum tidak impelementative bagi tujuan membangun peradaban ala indonesia.

Saturday, September 10, 2011

Goncangan hidup

Kemarin ketemu teman dalam kesempatan makan malam di South Pacific Hotel, Hong Kong. Kebetulan dia ada disana bersama relasinya. Lama kami tidak bertemu. Saya senang melihat dia sehat dalam usia mendekati setengah abad. Kami satu usia. Juga sangat akrab sebelumnya. Jadi saya mengenal dia dan juga keluarganya dengan baik. Usai dengan acara masing bersama relasi, kami ngobrol santai di Top Floor Executive Lounge. Dia bercerita tentang pengalaman hidupnya yang tidak saya ketahui setelah lebih 10 tahun tidak bertemu. Pabriknya di Tangerang terpaksa ditutup dan dilelang oleh BPPN. Setelah itu istrinya minta cerai. Anaknya yang tertua sekolah di Amerika dan memilih untuk tidak ingin pulang ke Indonesia setelah mengetahui orang tuanya bercerai. Anaknya yang nomor dua ikut sama istrinya. Mitra bisnisnya menghilang begitu saja ketika mengetahui dia jatuh miskin. Ada niat untuk pulang kampung tapi tidak tahu mau ngapain. Saya terharu mendengar ceritanya itu. Tapi dia nampak tegar dan seakan sudah melupakan itu semua.

Padahal saya tahu pasti teman ini adalah suami yang sangat penyayang kepada keluarga. Walau istrinya tidak begitu cantik namun dia sangat setia dan mencintai istrinya. Walau saya tahu sifat istrinya sangat keras yang bertolak belakang dengan sifatnya yang penyabar namun rasa hormatnya kepada istrinya begitu tinggi. Dia juga seorang ayah yang baik menurut saya. Putra putrinya sedari SLP sudah dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Dia seorang sahabat yang menentramkan bagi siapa saja. Mudah menolong dan sangat perhatian dengan teman temannya. Tak mudah marah dan lebih banyak tersenyum. Para karyawan di pabrik maupun di kantor tahu pasti bahwa dialah mungkin satu satunya bos yang mau makan di kantin karyawan tanpa ingin diperlakukan istimewa. Tak pernah membentak buruh, dan selalu memanggil buruh dengan nama panggilan akrap. Dia hampir hafal nama semua staff dan karyawannya yang berjumlah hampir 1000 orang. Saya juga tahu bahwa dia pengusaha yang punya komitment kepada mitranya. Dia selalu membayar pajak dengan jujur dan selalu tak pernah menolak bila diminta berpartisipasi dalam program social.

Namun ketika badai krisis moneter terjadi, dia termasuk salah satu korban akibat kurs rupiah yang terjun bebas. Maklum saja hutangnya dibank sebagian besar bermata uang dollar sementara penjualannya dalam bentuk rupiah. Tidak ada yang salah dengan bisnisnya. Yang salah adalah pemerintah yang gagal mengendalikan moneter. Kemudian, tidak ada yang salah dengan dia sebagai suami tapi istrinya yang tak sabar dalam kemiskinan dan akhirnya meminta cerai. Tak ada yang salah dengan dia sebagai ayah tapi anak anaknya lebih memilih ikut istrinya dan melupakannya. Tidak ada yang salah dengan dia sebagai mitra tapi para mitranya meninggalkannya ketika dia bangkrut. Hancurkah dia? Tidak. Dari caritanya , saya tahu dia menerima itu semua dengan ikhlas. Menurutnya , begitu banyak keinginan kita, begitu banyak harapan kita namun pada akhirnya yang terjadi terjadilah. Tidak ada yang perlu disalahkan. Itu bukanlah antara kita dengan mereka, katanya. Tapi antara kita dengan Tuhan , untuk menguji kesabaran dan keikhlasan kita agar menjadi manusia yang sempurna.

Saya terkejut dengan ungkapannya itu. Sebuah hikmah yang teramat dalam dan teramat sulit dipahami oleh kebanyakan orang yang hidup selalu berkeluh kesah karena istri yang cerewet dan tak setia, anak yang bandel, mitra yang culas, pemerintah yang brengsek dan lain sebagainya. Padahal itu semua tak lain sebagai tanda dari kehadiran Allah dalam kehidupan kita ; melalui anak istri, sahabat, mitra, lingkungan, Allah berdialogh tentang sabar dan ikhlas. Karena bila Allah berkehendak baik tak sulit bagi Allah untuk membuat semua manusia didunia ini baik. Begitupula sebaliknya. Jadi tak perlulah terlalu larut dengan banyak kecewaan dan juga tak perlulah terlalu euphoria dengan apa yang terjadi. Apapun dalam hidup ini harus disyukuri karena mungkin banyak keinginan kita tidak terpenuhi namun yang pasti semua kebutuhan kita di penuhi oleh Allah. Lihatlah udara diberi gratis untuk kita bernafas. Matahari bersinar untuk memungkinkan proses ekosistem, mutual simbiosis , mata rantai makanan terjadi dengan sempurna untuk menjadikan bumi sebagai tempat kehidupan bagi manusia.

Benarlah, setelah melewati goncangan hidup , dia kini nampak sangat matang dalam hidupnya. Dia menemukan ketenangan hidup. Dia sadar tidak ada yang perlu dikawatirkan didunia ini karena semua pada akhirnya kembali kepada Allah. Ketika dia berhasil membangun kembali bisnisnya, istrinya dan anak anaknya minta berkumpul kembali. Dia terima tanpa dendam apapun. Itulah buah sabar dan ikhlas. Ya, baik dan buruk selalu bersanding dalam hidup ini. Belum tentu kesulitan , kekecewaan dalam hidup ini lebih buruk ketimbang kelapangan dan kesenangan. Juga belum tentu kelapangan dan kesenangan dalam hidup ini akan lebih baik ketimbang kesulitan dan kekecewaan. Karena bukan tidak mungkin dibalik kesulitan dan kekecewaan itu tersembunyi hikmah untuk membuat kita lebih baik dihadapan Allah. Ditengah obrolan itu kami terdiam ketika mendengar lagu I have a dream dari ABBA yang dilantunkan oleh penyanyi asal Filiphina. Usai lagu itu, kami berdua tersenyum.

Friday, September 02, 2011

Bersegeralah.....

Tiga bulan lalu ibu saya pernah meminta uang untuk sewa rumah. Saya sempat terkejut ketika beliau bicara sewa rumah. Untuk apa rumah ? Belum sempat saya bertanya, ibu saya langsung menjelaskan rencananya untuk menyediakan rumah panti bagi anak yatim dan fakir miskin. Saya empat tertegun. Apakah ibu saya serius dengan tekadnya. ? Karena usianya sudah 70 tahun. Membangun panti bukanlah soal mudah. Karena siapa yang akan menjamin makan anak panti itu? Bagaimana biaya pendidikan mereka ? bagaimana kesehatan mereka. Tentu itu semua harus dijawab dengan biaya yang tidak sedikit. Nah, darimana uangnya. Wong rumah untuk tempat bernaung anak panti saja sewa. Belum sempat saya bertanya prihal ini, ibu saya menyambung penjelasannya bahwa dia akan menyewa rumah di daerah pemukiman padat penduduk. Ketika itu saya hanya diam. Saya yakin ibu saya hanya bermimpi. Saya hanya tersenyum.

Kemarin ketika idul fitri saya pulang ke kota tempat tinggal ibu saya. Ibu bercerita tentang rumah panti Asuhan yang sudah berdiri sejak dua bulan lalu. Artinya sebulan setelah dia menyampaikan niatnya kepada saya yang tidak saya tanggapi, panti itu sudah tegak. Ibu bercerita setelah izin Panti dia dapatkan dari Pemda, dia menyewa rumah tanpa membayar terlebih dahulu. Hanya janji akan membayar. Papan Nama Panti dipasangnya didepan rumah itu lengkap dengan nomor telp pengurus. Kemudian ada seseorang mengabarkan via telp bahwa dia sudah mengirim uang kerekening panti.Orang itu tanpa menyebut siapa namanya. Ketika ibu saya periksa rekening bank, jumlah uang pertama yang didapat oleh panti itu lebih dari cukup untuk bayar sewa panti setahun. Uang itu disamping digunakan untuk membayar sewa juga untuk menyediakan tempat tidur sebanyak 15 unit. Tak lebih seminggu , anak panti sebanyak 15 orang sudah terkumpul dirumah itu.

Tetangga kiri kanan Panti itu berdatangan kerumah panti itu. Masing masing mereka menawarkan diri untuk membantu. Ada yang menawarkan untuk menyediakan kompor gas dan sekaligus menanggung kebutuhan gas. Ketua RT dan RW menawarkan diri untuk menjadi pengawas Panti dan sekaligus menjadi bapak angkat bagi anak panti itu. Ada juga yang mamberi TV. Semua itu diterima dengan suka cita oleh ibu saya. Kemudian muncul masalah lain bagaimana mengadakan ibu asuh bagi anak panti. Tentu harus digaji karena ibu asuh itu akan tinggal bersama sama anak panti dan sekaligus sebagai pembina.. Darimana dapatkan uang untuk menggaji itu? Dalam kebingungan soal mendapatkan ibu asuh, seseorang menawarkan diri untuk mewakafkan hidupnya mengasuh anak panti. Dia tidak minta digaji. Menurut ibu saya Latar belakang pendidikan orang itu cukup baik dan akhlaknya juga memenuhi kriteria untuk menjadi ibu asuh maka ibu saya menerimanya dengan rasya sukur kepada Allah.

Anak anak itu semua sekolah diluar atas biaya panti. Mereka mendapatkan uang saku dan biaya pengadaan buku serta lainnya. Setelah pulang sekolah mereka akan kembali ke panti dibawah binaan ibu asuhnya. Darimana ibu saya mendapatkan biaya pendidikan anak panti itu ? Disinilah yang membuat saya terharu bila melihat perjuangan ibu saya. Dia tak kenal lelah untuk berkirim surat kepada siapapun yang dinilainya mampu untuk berzakat. Dalam setiap kesempatan dia tak sungkan untuk mendatangi rumah orang untuk meminta sumbangan bagi panti.Terbayang oleh saya , ibu saya yang berusia 70 tahun harus berlelah lelah mendatangi rumah orang. Menurut ceritanya pernah dia diminta menunggu 3 jam diteras oleh pemilik rumah untuk mendapatkan uang tak lebih rp. 100,000. Dia syukuri setiap sen yang didapat. Bukan masalah besar atau kecil santunan tapi ikhlasnya yang lebih penting. Dan terlebih penting lagi adalah kesadaran untuk peduli dan memberi karena Allah. Bagi dia upaya membangun kesadaran itu adalah dakwah Akbar yang setara dengan jihad.

Alhamdulilah, menurut ibu saya kini sudah ada yang berniat mewakafkan tanahnya untuk panti itu. Juga sudah ada beberapa orang bersedia menjadi donatur tetap panti itu. Beberapa yayasan berkaliber nasional juga menaawarkan diri untuk membantu pengembangan panti itu. Rencananya dalam waktu dekat akan bertambah penghuni panti menjadi 20 anak. Jumlah ini tentu akan terus bertambah. Kami putra putrinya berserta cucunya mendengar cerita beliau, tak bisa menahan tangis haru akan semangat ibu. Beliau menjadi inspirasi bagi kami semua. Terutama saya merasa malu dan rendah dihadapan ibu saya , yang walau usia 70 tahun namun tak pernah lelah menggunakan sisa umurnya untuk berbuat bagi kaum duafa; fakir miskin , yatim piatu. Kami semua berjanji akan bersama sama ibu untuk semangat cinta , memberi untuk semua.

Hikmah yang saya dapat dari ibu saya adalah jangan pernah berpikir panjang bila ingin berbuat baik. Artinya bersegeralah , jangan pikirkan soal kekurangan atau berbagai kendala dengan akal tapi laksanakan dengan hati maka Allah akan menutupi kekurangan itu dan menyempurnakanya. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahkan segalanya atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah suatu yang sangat berat dan menakutkan. (H.R. Tirmidzi).

Mungkin begitu banyak kita punya rencana dan niat baik tapi itu hanya tinggal rencana. Tak pernah bergerak walau selangkah. Kita berhenti pada satu kendala ” bagaimana memulai tanpa uang ”. Kemudian kita berdoa agar Allah mengirim orang untuk memberi uang agar rencana baik itu terlaksana. Setiap hari kita hanya menunggu dan berharap bantuan. Tanpa terasa waktu berlalu dan harapan hampa. Mulai bertanya mengapa doa tak terkabulkan. Padahal sulit rasanya orang lain akan mendukung tanpa melihat bukti apa yang telah kita lakukan dengan rencana baik itu. Kita percaya kepada Allah tapi kita tidak percaya kepada sunattullah. Yang diperlukan untuk berlakunya sunattulah adalah berbuatlah dari apa yang bisa diperbuat walau ukurannya kecil. Jangan berhenti berbuat dan terus bergerak serta berserah diri kepada Allah. Lihatlah hasilnya nanti , doa akan terkabul karena bertemunya syariat dan hakikat.

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...