.
Ada orang katakanlah bernama “ Dodol”. Dari usia muda dia bekerja keras sebagai pedagang tradisional. Dari laba yang ditabung. Dia beli ruko di kawasan elite yang sedang berkembang. Buka usaha restoran. Usahanya tumbuh pesat. Dia semakin tajir. Beli rumah dan kendaraan mewah sebagai pelengkap status orang kaya. P Hidupnya berjalan happy. Satu saat datang temannya membawa peluang. Temanya ini tidak cerita panjang lebar. Dia memperlihatkan rekening trading valas. Dodol terpesona
“ Dan ini saya dapat tanpa kerja banyak. Hanya duduk di rumah uang mengalir. “ kata temannya. Dodol orang biasa. Ordinary man. Dia tidak punya cukup literasi memahami itu semua. Dodol melihat fakta dan dia percaya. Apalagi temanya cerita.” ada software trading yang bekerja seperti robot yang memastikan untung.” Sebelum Dodol mikir, temannya berbisik “ Jangan bilang siapa siapa. Ini peluang terbatas. Siapa cepat siapa dapat” Kata temannya lagi. Dodol terjebak.
Dodol memulai investasi hanya 1% dari uang cashnya. Proses yang sangat mudah meraih laba.Tidak seperti usaha yang dia kelola selama ini. Walau berkali kali uang nya raib namun dia pernah merasakan untung. Itu membuat dia terpancing secara emosi. Terus keluar uang. Temannya datang lagi menawarkan produk investasi yang berbunga tinggi. Daripada tabung dibank, kan lebih baik invest di product linked Asuransi. Lebih baik beli reksadana. Lebih baik produk investasi berbasis emas. Semua cerita tetang keamanan dan bunga tinggi. Dodol terpengaruh.
Waktu berlalu dan Dodol bukannya bertambah tajir malah semakin terjebak utang. Karena setelah uang cash habis, dia berhutang dengan menggadaikan rumah dan restorannya untuk program investasi macam macam yang menawarkan selalu too good to be true. Sampai akhirnya rumah dan restorannya disita. Karena harapan bertambah kaya dengan mudah, ternyata mudah membuat dia lupa diri dan terjebak utang tak terbayar seiring harapan laba sirna ditelan oleh kerakusan skema ponzy.
Data OJK, investasi bodong ditaksir nyaris mencapai Rp 139 triliun. Angka tersebut setara dengan membangun 12.600 sekolah atau 504 rumah sakit atau 1.260 km jalan tol atau 3.200 km rel kereta api. Korbannya adalah kelas menengah seperti “Dodol” itu. Kemudian ponzy meredub, karena engga adalagi orang bego yang kaya. Kini yang jadi sasaran adalah orang dengan income dibawah Rp 10 juta sebulan yang gede keinginan. Mereka kena jebak Pinjol dan Judi online. Tnggal tunggu waktu aja, nasip mereka akan sama dengan Dodol.
Orang yang miskin literasi selalu melihat kekayaan itu identik dengan harta. Otak nya tidak memberikan informasi utuh kecuali memberikan informasi yang ada dalam ilusinya., kesenangan hidup. Punya mobil dan rumah mewah, selir cantik jelita, hidup glamour ditempat berkelas. Piknik ke manca negara. Nah orang yang miskin literasi itu mudah terpancing jadi target untuk dikorbankan bisnis ponzy. Mengapa ? Mayoritas penduduk planet bumi ini miskin literasi. Persepsi mereka bahwa kekayaan (Wealth ) itu sama dengan harta ( asset). Padahal beda sekali.
Kekayaan itu berkaitan dengan intelektual dan spiritual. Kekayaan itu didapatkannya lewat proses yang keras dan rumit. Tanpa kekuatan intelektual dan spiritual tidak mungkin mereka bisa lewati proses itu. Jadi ada keseimbangan antara intelektual dan spiritual. Persepsi mereka kekayaan itu secara personal adalah liabilities, bukan asset. Makanya orang kaya tidak akan pernah percaya too good to be true atau skema ponzy atau investasi bodong. Apalagi pamer harta. Mereka focus kepada process, yang didalamnya ada pengetahuan tentang berusaha, bersabar, bersukur dan mencintai. Mereka punya tanggung jawab sosial dan moral menjaganya sepanjang usia