Monday, August 29, 2011

Memaafkan

Mungkin anda kecewa ,marah, sedih , kesal, dengan seseorang maka itu tandanya anda sedang berhadapan dengan emosi terendah dihadapan Allah. Namun ketika anda memaafkan maka kedudukan anda begitu tingginya dihadapan Allah. Ya, besok lebaran datang, sebuah tradisi muslim nusantara adalah saling memaatkan. Kepada kerabat dekat, langkah diayun , senyum mengambang seraya tangan terjulur untuk saling memaafkan.Kepada kerabat jauh, bila sempat ditemui, bila tak sempat maka surat dan SMS berterbangan untuk sekedar mengingatkan salah dosa dan memohon maaf lahir dan batin. Ya lebaran sebagai penutup ritual Puasa selama bulan ramadhan, adalah bentuk kesalehan sosial untuk saling memaafkan disertai untuk saling berbagi lewat zakat.

Dari kecil ibu saya mendidik saya untuk belajar memaafkan sebelum dimintai maaf. Karena ketika kita memaafkan sebetulnya kita sedang memelihara hati kita dari segala prasangka buruk terhadap seseorang. Ya hanya karena prasangka buruk saja sudah bisa merusak iman dan sekaligus menyediakan tempat terindah bagi iblis untuk bersemayam dihati. Dalam keseharian karena ulah seseorang atau sekelompok orang , kadang membuat saya dirugikan tidak sedikit. Bahkan bukan hanya rugi materi tapi kadang diikuti oleh rugi non materi. Tentu saat itu saya merasa tertekan dan marah. Harga diri saya terasa diinjak injak. Pada waktu bersamaan segala macam pikiran buruk datang untuk melawan dan membalas secara setimpal. Namun seketika saya coba untuk menahan letupan emosi itu.. Tak mudah tentunya. Tapi selalu saya berhasil untuk memaafkan dan akhirnya melupakan. Tak ada istilah bagi saya ”maaf yang tak termaafkan”.

Memaafkan dan akhirnya melupakan. Itulah indahnya ”maaf”. Ketika kita memaafkan dengan ikhlas maka pada waktu bersamaan kita bisa melupakannya. Mengapa semudah itu ? karena yang selalu mengingatkan peristiwa itu dan membakar emosi anda untuk marah dan marah adalah syaitan. Semakin lama anda memendam marah atau benci atau kecewa, atau kesal, atau sedih, kepada seseorang semakin beragam bisikan iblis. Kalau anda termasuk orang yang perkasa dan berkuasa , anda bisa membalasnya seketika. Tapi apakah setelah membalas demdam tertunaikan ? oh, tidak. Itu akan terus berlangsung dan berlangsung. Bagi yang dibalas, akan melakukan hal yang sama untuk berpikir bagaimana membalas kembali. Ini akan terus berputar putar tanpa ujung , yang akhirnya membuat orang tidak lagi sehat lahir batin. Dia tidak lagi memiliki dirinya. Cara keluar dari jebakan syaitan itu hanya satu yaitu memaafkan dengan tulus.

Kalau anda memaafkan bukan berarti anda mentolerir tapi berusaha untuk merubah yang buruk menjadi baik, berpikir serta berdoa agar seseorang itu akan berbuat lebih baik atau setidaknya tidak akan melakukan kebodohan yang sama seperti yang dilakukannya kepada anda. Ketika Rasul berniat hijrah ke Thaif, disambut hujan batu dan pengusiran yang sangat kejam, beliau tetap bersikap lemah lembut. Tak sedikitpun kemarahan nampak pada wajahnya. Ketika Malaikat Jibril datang menawarkan bantuan untuk menghancurkan bani Thaif dengan batu-batu gunung, beliau justru menjawab: “Allahummahdii qaumii fainnahum laa ya’lamuun, Ya Allah, berilah kaumku petunjuk, sebab mereka belum mengerti.” Bani Thaif ketika itu belumlah menjadi kaumnya, bahkan mereka saat itu adalah musuhnya. Akan tetapi dalam do’anya, beliau menyebut mereka sebagai kaumnya. Itulah bentuk kasih sayang Rasulullah yang besar kepada ummat manusia.” . Tentu denga sikap waspada tanpa menjauh “Maka disebabkan rahmat Allah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka.” (QS. Ali Imraan: 159).

Yang terberat dalam hidup ini adalah meminta maaf dengan mengakui kesalahan dan berjanji untuk menebusnya besok dengan kebaikan. Yang mulia dalam hidup ini adalah memaafkan dengan ikhlas dan teramat mulia adalah memberikan maaf sebelum orang lain meminta maaf. Ya sifat pemaaf adalah sifat cinta dan kasih sayang. Peliharalah sikap cinta itu dengan mudah memaafkan. Rasulullah bersabda, “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab, tentu. Rasul bersabda, "Kamu bersikap sabar (hilm) kepada orang yang membencimu, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim denganmu.” (HR. Thabrani)

Wednesday, August 17, 2011

Proklamasi


Sebelum proklamasi, sudah disepakati batang tubuh ( backbone) bangsa ini adalah Pancasila. Tak mungkin tubuh berdiri kokoh tanpa batang tubuh. Ya kan. Batang sudah terbentuk namun tubuh tak jelas bagaimana rupanya. Tapi kemerdekaan harus segera diproklamirkan. Tidak bisa ditunda. Demikian desak kaum muda ketika itu. Itulah sebabnya "..mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.” Kapan akan diselenggarakan ? Sesingkat singkatnya berapa lama ? siapa yang akan menyelenggarakan itu. Lantas d l l ( dan lain lain) itu apa ? Jadi nampak sekali bahwa revolusi Indonesia ketika itu tak seperti leninis dengan manifesto Komunis atau tak seperti revolusi Islam Iran dibangun diatas Al Quran dan hadith. Ya sepertinya Proklamasi sebuah expresi pragmatisme yang membuka ruang bertikai tak berkesudahan.

Proklamasi , suasana ketika itu dibawah ancaman serdadu jepang disetiap sudut kota. Ada rasa cemas ketika itu namun what will be will be. Benarlah setelah proklamasi perang dan perang terjadi. Darah dan korban bertaburan diseluruh pelosok negeri. Setelah semua reda. Lantas what next ? Tubuh itu terus menggeliat dan akhirnya tak seutuhnya melekat dengan batang tubuh ( backbone). Dia menjadi bongkok dan mudah dibelokan karena situasi transaksional politik. Di era Orla , jargon nasionalis, komunis dan agama lebih punya harga , kesanalah orang ramai berkiblat. Kemudian di Era Orba , komunis dijadikan musuh, islam di curigai, nasionalisme dapat angin namun selebihnya yang tampil hanya sosok Soeharto dan Abri berserta kroninya. Di era reformasi, semua tampak kepermukaan hanya dalam bentuk bendera partai tapi soal sikap maka pragmatisme lebih dicintai.

Lain era , lain rezim , lain pula ceritanya namun temanya tetap sama. Menjajah. Ekonomi tumbuh, angka statistik ditebar diatas optimistis bahwa hari esok akan lebih baik. Kitapun berbangga diri masuk dalam kelompok 20 negara maju. Namun dipelosok desa, di hamparan kebun sawit, diatas deru traktor mnegeruk tambang, terdapat jutaan buruh berupah murah dan berwajah muram. Sementara diatas kemakmuran negeri orang terdapat jutaan para jongos Indonesia. Mereka mungkin tidak pernah membayangakan bila dulu kakek neneknya dizaman kolonial diperlakukan sama dengan mereka kini. Tidak ada bedanya!. Mengapa ? Karena hari ini APBN tidak bisa diadakan dengan jargon cinta tanah air atau nasionalisme atau Pancasila. Tidak bisa! Ia harus diperoleh dari pajak dan bagi hasil dengan Asing yang menguras SDA. Harus diperoleh dari belas kasih sayang para underwriter surat hutang. Kepada merekalah kita harus menghamba.

Berlalunya waktu kita hanya menyaksikan negeri ini jadi arena kompetisi para elite berebut harta dan kekuasaan. Begitu banyak kasus korupsi yang mudah ditebak bahwa semua itu berangkat dari system yang brengsek. System yang mengharuskan para elite bekerja keras menumpuk harta agar bisa melewati proses tampil sebagai orang terpilih dalam lingkaran elite kekuasaan. Tak ada kekuasaan yang didapat dengan gratis direpublik ini. Kualitas kepemimpinan ditentukan oleh rating dan propaganda media massa. Citra dibangun dengan all at cost agar orang banyak percaya untuk ditipu. Tak terbilang teriakan lapar para buruh tani, buruh nelayan memelas agar mereka dibela diatas tanah yang dulu dibela dengan darah oleh leluhurnya. Namun suara itu hilang ditelan kepongahan para elite yang memanjakan nafsu dan menjadikan kekuasaan bagaikan candu.

Enam puluh enam tahun telah berlalu , sejak para syuhada menjemput sahid dimedan laga, sejak darah menganak sungai memenuhi setiap jengkal tanah ibu pertiwi. Kini , semangat heroik bela negara semakin terhalau ditengah budaya individulis. Tak ada lagi gelegar semangat menguatkan hati membela setiap jengkal tanah karena semua sudah ter-regulasi sedemikian rupa untuk orang asing boleh kembali menjajah secara legitimit. Inilah nasif negeri yang dibangun diatas pragmatisme. Tak ada sesunguhnya cinta dan juga tak ada sesungguhnya benci. Yang ada hanyalah kepentingan pemodal dan pasar, yang lambat laun tanpa disadari NKRI pun sudah dipravitisasi secara substasi lewat mind corruption. Maka kata kemerdekaan pada teks proklamasi hanya ada dikala upacara dan setelah itu dilupakan. Benar benar telupakan seiring terkikisnya nasionalisme.

Di hari Proklamasi ini, teman saya mengajak saya melantunkan lagu hymne "gugur bunga", “betapa hatiku takkan pilu, telah gugur pahlawanku. Betapa hatiku takkan sedih, hamba ditinggal sendiri. Siapakah kini pelipur lara nan setia dan perwira, siapakah kini pahlawan hati, pembela bangsa yang tak korupsi. Telah gugur harga diri karena nafsu korup disana sini.” Airmata berlinang. Oh, Negeriku sayang, negeri ku malang.

Wednesday, August 10, 2011

Keimanan dan Akal

Kemarin saya mendapat kiriman link pada satu tulisan di web. Tulisan ini sekitar dialogh antara seorang ahli dalam soal agama dengan seorang penanya yang mempertanyakan konsep soal Tuhan yang di imani oleh Islam. Dalam dialogh itu sang tokoh ahli agama tersudut. Menurut saya sang penanya berangkat dari tesis filsafat yang begitu hebat mempertanyakan sebuah keyakinan yang tak bisa ditembus dengan akal. Sebetulnya diskusi antara agama dan filsafat adalah diskusi yang sudah berumur panjang sejak dahulu kala. Seakan sengaja saling berbeda pendapat dan mengekalkan perbedaan itu. Sebetulnya keduanya bisa saling melengkapi. Karena agama islam adalah agama tentang kebenaran yang dapat dicerna dengan akal.

Pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah akal manusia dapat menjangkau Tuhan secara murni tanpa sinaran wahyu yang nota bene dimiliki oleh agama? Beragam jawaban pernah muncul dalam sejarah. Sebagian filosof mengklaim bahwa akal saja sudah cukup untuk menemukan Tuhan, namun yang lain menyanggah dengan dalih bahwa akal terbiasa berpikir dengan kategori-kategori sementara Tuhan adalah samudera eksistensial yang tidak bertepi ( QS Al-Ikhlas 112) . Sebetulnya akal saja tidak cukup sebagai alat untuk menjangkau. Sejak zaman Yunani yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya model pemikiran filsafat, gagasan tetang Tuhan tidak dapat dirumuskan secara memuaskan oleh akal. Pada zaman Yunani Thales memunculkan gagasan bahwa asal mula dunia adalah air tetapi ia masih dibingungkan oleh pemikiran antara air sebagai dewa dan hanya unsur pertama alam semesta. Bahkan Plato maupun Aristoteles, tidak berhasil merumuskan gagasan tentang tuhan.

Dalam pemikiran Plato, para dewa memiliki kedudukan yang lebih rendah ketimbang Ide. Matahari dianggap Plato sebagai dewa. Namun, Matahari, yang merupakan dewa itu merupakan anak Kebaikan, yang bukan dewa. Begitu juga dengan Aristoteles, meski secara cemerlang menemukan gagasan tentang penggerak pertama (prime mover), tetapi ia tidak berhasil menjelaskan tentang siapa yang dimaksud dengan penggerak pertama tersebut. Dan kekaburan rumusan itu terus saja berlangsung sampai agama Yahudi muncul. Pertanyaan tentang Tuhan yang selama ini remang berubah ketika Musa, melalui wahyu yang diterimanya, mewartakan tentang Tuhan sebagai yang satu yang bernama Dia adalah Dia. Sejak masa inilah gagasan tentang tuhan menemukan jawaban yang terang.

Agama memang bukan filsafat, tetapi ajaran agama, mengajukan prinsip-prinsip filosofis yang kaya. Karena itu, ia dapat membantu perncarian akal terhadap Tuhan. Arogansi akal untuk dapat secara mandiri menemukan tuhan tanpa sinaran wahyu, adalah sesuatu yang naïf. Dan hal itu telah terbukti dalam pencarian para filosof Yunani bahkan ketika Descartes berusaha memisahkan filsafat dari agama. Usaha Descartes menghasilkan sebuah paradoks, sebab sebagai penganut agama Kristen yang taat tuhan Descartes adalah Tuhan Kristen, tetapi sebagai filosof Tuhan yang diyakini adalah Tuhan yang semata berfungsi sebagai katalisator dalam dunia Cartesian, yang mekanik. Inilah yang kemudian memunculkan kritikan terkenal dari Pascal, “Saya tidak dapat memaafkan Descartes. Dalam seluruh filsafatnya, dia tampaknya sudah siap menyingkirkan Tuhan. Namun, dia ‘membuat’ Tuhan memberikan suatu perangsang agar dunia ini bergerak; di luar hal ini dia tidak lagi membutuhkan Tuhan”.
Meski begitu, masih terdapat Tuhan dalam filsafat Descartes.

Ini berbeda dengan perkembangan dalam filsafat kontemporer yang sepenuhnya dibawah dominasi Imanuel Kant dan August Comte. Dalam pandangan keduanya pengetahuan direduksi menjadi sekedar pengetahuan ilmiah dan gagasan tentang itupun masih direduksi lagi menjadi intelejibilitas yang dipersiapkan oleh Newton. Akibatnya, gagasan tentang Tuhan dalam filsafat ini dianggap sebagai omong kosong. Sebab Tuhan bukan objek pengetahuan empiris. Bagaimanapun cara pandang terhadap fakta, pasti tidak ada fakta yang dapat mendukung gagasan tentang Tuhan. Lalu masih relevankah berbicara tentang Tuhan ketika sains—yang merupakan salah satu pengejawantahan filsafat kontemporer—sudah sanggup menyibak berbagai selubung misteri dan menjungkalkan mitos tentang alam semesta?

Pernyataan semacam itu muncul karena ketidaksiapan menerima kenyataan bahwa agama dan filsafat (juga sains) adalah dua lanskap yang seharusnya dapat bertemu. Karena sains menjawab pertanyaan tentang bagaimana sedang agama menjawab tentang mengapa. Hanya saja tidak banyak orang yang berani mengakuinya. Para sains atau filosof kontemporer yang terpikat oleh daya pesona rasio kehilangan selera terhadap metafisika dan agama. Sementara yang lain, karena terlalu khusuk dalam berkontemplasi menyadari bahwa metafisika dan agama seharusnya dapat dipertemukan tetapi tidak tahu di mana dan bagaimana. Karena itu ada yang kemudian memisahkan agama dari filsafat, atau meninggalkan agama demi fisafat atau sebaliknya. Padahal hal tersebut, dalam pandangan Gilnson tidak perlu terjadi. Dan menurutnya orang yang dapat melakukan hal itu adalah mereka yang dapat menyatukan bahwa Tuhan filosof adalah Tuhan yang juga dipeluk oleh Ibrahim, Ishaq dan Ya’kub.

Maka perlunya sinergi agama dan filsafat untuk memahami alam dan Tuhan, sebagaimana Karen Armstrong mencoba menawarkan tamasya yang mengasyikkan dengan menelusuri sejarah gagasan tentang Tuhan sejak masa awal yang dapat dicatat. Filsafat Islam juga tidak bisa dilepaskan dari pemikiran Yunani. Lahirnya aliran filsafat paripatetik, iluminasi, atau yang lain merupakan bentuk penafsiran yang diberikan oleh filosof Muslim terhadap pemikiran Yunani. Gagasan tentang Filsafat Cahaya oleh Suhrawardi, teori emanasi oleh kalangan Neo-Platonisme, konsep insan kamil oleh kaum sufi, misalnya, merupakan hasil proses dialektik yang dilakukan oleh para filosof muslim berdasarkan ajaran agamanya dengan konsep-konsep para Filosof agung Yunani semisal Plato, Aristoteles atau Plotinus. Tak lain sebagai upaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Saturday, August 06, 2011

Rahman rahim

Bulan Ramadhan , bulan penuh rahmat. Demikian saya katakan kepada teman ketika berbuka puasa bersama. Tapi teman ini dengan cepat menjawab bahwa Islam itu adalah agama Rahmat. Nabi Muhammad dikirim kedunia tak lain adalah rahmat bagi alam semesta.( QS 21: 107). Melalu rasul lah rahmat Allah ditebar dimuka bumi. Dalam bentuk apa rahmat itu ? tanya saya. Teman ini menjelaskan , Yang utama rahmat Allah itu adalah AL-Quran dan Rasul ” Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. QS.al-Ahzab.33/56.

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu," (QS al-Baqarah: 208). Artinya segala aspek kehidupan kita haruslah bersandar kepada AL Quran dan hadith. Dengan itulah kita bisa menapak kehidupan yang penuh cobaan ini agar selamat melewati proses meraih rahmat Allah. Tentu bukanlah langkah yang mudah dan murah. Karena rahmat Allah itu memang sulit dan mahal, kecuali bagi orang yang bersungguh sungguh mencari ridho Allah, sebagaimana firman Allah "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik," (QS al-‘Ankabuut: 69).

Yang harus dipahami, lanjut teman itu lagi, bahwa rahmat Allah itu hak pererogatif Allah.“Allah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya”. QS:3/74. dan Allah mengetahui apabila mereka dibiarkan begitu saja dengan apa yang sudah difahami, mereka akan meninggalkan amal dan bergantung kepada kehendak azali, maka Allah berfirman: “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik”. QS:7/56. Kepada “Kehendak” segala sesuatu itu bersandar dan bukan kepada segala sesuatu “Kehendak” itu bersandar. Artinya setiap muslim harus mampu menjadi penyebab datangnya rahmat Allah itu kepada yang lain. Caranya tentu dengan berbuat baik , ikhlas karena Allah, yang teraktual dengan sifat cinta dan kasih sayang. Akhlak seperti inilah yang membuat umat islam itu sebagai titisan rasul yang tak lain rahmat bagi alam semesta.

Lanjutnya teman itu, Kehebatan ibadah ritual manusia, tingginya nilai spiritual sosial manusia, tidak menjamin itu akan mendapatkan rahmat Allah. Artinya aktualisasi manusia yang kita lihat dalam beragama seperti puasa, zakat, sholat, haji dan lain sebagainya , nilainya hanya Allah yang tahu dan tentu Allah pula yang berhak memberikan rahmat . Karena rahmat Allah itu berhubungan dengan Ikhlas. Yang tahu manusia itu ikhlas atau tidak ya hanya Allah. Nah ramadhan adalah ibadah untuk Allah. Sebagai bentuk latihan ujian keikhlasan beribadah kepada Allah, untuk jalan menggapai rahmat Allah. Pengaruh ibadah puasa ini memang berspektrum sosial luas sekali. Yang pasti membuat manusia terlatih sabar mengendalikan hawa nafsunya serta juga melatih rasa empati kepada mereka yang lapar untuk semakin memperdalam sifat kasih sayang kepada mereka yang tidak beruntung.

Ya, Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan. Memerangi kemaksiatan juga adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut. Mengapa ? kezoliman dan kemaksiatan menghalangi datangnya rahmat Allah. Makanya jihad melawan orang kafir yang zolim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme. Allah berfirman, "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui," (QS al-Baqarah: 216). Benarlah bahwa misi utama umat islam adalah harus mampu menjadi sebab sampainya rahmat Allah Ta’ala kepada makhluk lain, walau itu tidak mudah dan murah, termasuk memerangi kezoliman dan kemaksiatan

Monday, August 01, 2011

Kembalilah...

“Kalian bakal berambisi terhadap kepemimpinan dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Maka senikmat-nikmat kepemimpinan adalah saat seseorang menyusu darinya (menjabat), dan secelaka-celakanya adalah saat orang melepaskan penyusuannya (mati).”. Demikian baginda Rasul bersabda. Mungkin kamu tahu soal hadith ini yang di rawikan. Al-Bukhari dan Muslim. Tentu kamu paham sekali dan sangat paham. Aku hanya ingin mengingatkan sesuatu yang mungkin kamu lupa. Betapa tidak, saudaraku. Berita buruk , tentang suap mengkorup APBN bertebaran di media massa tentang kau dan Partai yang kau pimpin. Aku tidak tahu berita buruk itu senafas dengan perbuatanmu sebenarnya. Karena yang tahu sesungguhnya adalah kamu dan Allah. Tapi sadarilah sebegitu besarnya amarah orang ramai kepadamu karena didasarkan oleh cinta besar akan sosokmu. Mereka melihatmu dan berharap hari esok akan mengukir tentang kebaikan , kebenaran dan keadilan.

Nampaknya, berlalunya waktu ambisi terhadap kedudukan membuatmu lupa akan kasih sayang dan setelah berkuasa maka cinta dan kasih semakin terhalau. Kamu telah tergoda dengan cinta pujian dan kedudukan di tengah para pecinta dunia. Kamu berhias dengan ilmu sebagaimana berhiasnya dengan pakaian yang indah demi duniamu. Tetapi kamu tidak menghiasi ilmumu dengan mengamalkannya untuk cinta dan kasih sayang sebagai sebuah akhlak mulia. Jiwamu cenderung kepada cinta kedudukan sehingga kamu cinta bermajelis dengan keluarga petinggi negeri serta larut dalam gaya hidup sesat dengan bermandikan kemewahan lahiriah , ajudan yang berlapis melindungi mu untuk senantiasa berjarak dengan orang miskin. Maka jalur partai kamu pilihi sebagai landasan nafsu untuk terbang menjangkau langit.

Sehingga kamupun berusaha untuk menjadi Pemimpin Partai. Namun kamu tidak mungkin mendapatkannya kecuali dengan mengorbankan agamamu, sehingga kamu pun merendah-rendah di hadapan Pempimpin Negeri. Kamu pun melayani Penguasa, dan bukan rakyat jelata. Tak nampak lagi garang wajahmu ketika menyaksikan secara dekat kezoliman dibangun secara sistematis. Tak nampak suara indahmu melantunkan firman Allah untuk tegaknya kalamullah.Yang kutahu, kamu mendiamkan perbuatan-perbuatan buruk yang tersurat maupun tersirat. Kepintaran kamu pergunakan untuk membenarkan semua hal yang buruk itu untuk mendapatkan restu melapangkan jalan ambisi memanjakan nafsumu. Akhirnya dapat ditebak, mereka pun mengangkatmu sebagai Ketua Umum Partai. Itu laksana disembelih tanpa pisau, sehingga kamu berutang budi kepada mereka, yang membuatmu harus membalas budi tersebut. Kamupun lupa kepada Rabbmu.

Saudaraku , mengapa kamu sangat mencintai kekuasaan dan melupakan kebenaran yang harus kamu kejar. Ketahuilah bahwa kekuasaan itu sangat mudah memenjarakan dirimu. .Sangat mudah membuatmu dahaga sepanjang waktu, yang akhirnya menderai hidupmu dalam kelelahan tak bertepi. Tak akan sudah citamu mengggenggam kekuasaan sampai kamu menyadari bahwa kekuasaan itu adalah tugas teramat mulia namun teramat sulit dipikul oleh manusia. Tahukah kamu, setiap kali kita berdoa kepada Allah agar tidak dipikulkan beban yang apabila kita tidak sanggup mengembannya. Adakah ada beban terberat selain kekuasaan ?

Kamu sempat mencibirkan keluhanku. Kamu bilang bahwa inilah misi manusia dimuka bumi sebagai khalifah untuk menegakkan amar makruf nahi munkar. Kekuasaan adalah alat untuk menegakkan kebenaran , kebaikan dan keadilan itu sendiri. Benar! Aku tidak berbeda pendapat soal itu. Aku hanya ingin bila kekuasan itu datang bukanlah kita cari tapi dia datang dengan sendirinya sebagai sebuah takdir yang tak bisa dielak. Bila itu terjadi maka pertolongan Allah akan menyertai kita, sebagaimana baginda Rasul pernah bersabda kepada sahabatnya ““Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberinya karena engkau mencarinya engkau akan dibiarkan mengurusi sendiri (tidak Allah bantu). Tetapi jika engkau diberinya tanpa mencarinya maka engkau akan dibantu (Allah l) dalam mengurusinya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim). Paham ,kan.

Apakah mungkin diera sekarang kekuasaan akan datang dengan sendirinya tanpa diperjuangkan,. Jangan jadi utopis. Realitstislah! Kita hidup dalam era berkompetisi. Era demokrasi, dimana kemenangan harus diperjuangkan untuk mendatangkan kekuasaan dalam genggaman. Paham, kan, Katamu. Oh, saudaraku, ini akan menghalangimu mendapatkan kebaikan akhirat dan kemuliaanNYA, Ingatlah firman Allah ““Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83). Suka tidak suka caramu mendapatkan kekuasaan di era kini memaksamu mengawalinya dengan kesombongan melalui pencitraan dan tentu buahnya adalah kesombongan pula yang berujung tak mungkin kepada nilai nilai takwa.

Kembalilah sebelum terlambat. Terlalu banyak contoh betapa kekuasaan diatas banyak ambisi dan rekayasa tak lain adalah berperang dengan Allah dan pada akhirnya selalu kalah dalam kehinaan. Kembalilah.

Cerdas berlogika dan bersikap.

Mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah.Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber day...