Siapa yang tidak kenal dengan
Ustad Yusuf Mansur. Berwajah bersih, senyum menarik serta tutur kata yang
teratur dalam berdakwah. Ia punya ciri khas yaitu memberikan inspirasi agar
orang tidak ragu bersedekah. Pernah satu
kesempatan saya membesuk kerabat di Rumah Sakit yang terkena penyakit kanker.
Disamping tempat tidurnya terdapat buku tulisan Yusuf Mansur yang berkaitan
dengan sedekah. Entah mengapa kerabat ini terinspirasi dengan tulisan itu dan
menyumbangkan hartanya kepada fakir miskin sampai dia sendiri jatuh miskin. Menurutnya
hanya masalah waktu dia akan meninggal.
Mengorbankan uang untuk berobat adalah konyol karena jasad ini milik
Allah tentu Allah yang akan menjaganya. Lebih baik dia memperkuat jiwanya
melalui berkorban dengan hartanya. Apa
yang terjadi? Benarlah tak lama setelah itu saya mandapat kabar kerabat itu
keluar dari rumah sakit. Sampai kini dia tetap sehat. Apakah penyakitnya
hillang? Dia tidak tahu karena dia tidak pernah periksa lagi ke dokter. Yang
pasti badannya terasa sehat dan hidupnya terasa nyaman. Semakin rajin dia
mencari harta , semakin besar yang didapat namun semakin besar pula sedekahnya.
Kini tentu dia hidup dengan keyakinan bahwa berbagi dalam bentuk sedekah adalah
cara dahsyat untuk terhindar dari musibah, sakit dan fakir.
Dengan dakwahnya yang specialis
menggugah orang untuk bersedekah, telah membuat Ustad Yusuf Mansur dikenal luas
dan lebih dari itu dia dipercaya orang banyak. Karena kepercayaan inilah timbul
niat baiknya untuk menggalang kekuatan sedekah ini untuk kegiatan ekonomi.
Tujuannya adalah bagaimana menjadikan kegiatan sedekah ini untuk program
pemberdayaan dibidang ekonomi. Jadi tidak hanya sebatas kegiatan sosial atau
charity. Dana sedekah itu dapat dikembangkan menjadi dana yang mampu menopang
program jangka panjang syiar Islam.
Program ini terkosentrasi kepada pemenuhan kebutuhan umat atau dari umat
untuk umat. Diperluas lagi maka namanya menjadi program gotong royong. Contoh,
daripada charter pesawat untuk pergi haji, kan lebih baik menggalang dana
sedekah untuk membeli pesawat sendiri. Atau menyediakan Kondotel dilingkungan pondok pesantren dengan tujuan
untuk disewakan kepada orang tua yang datang menjenguk anaknya. Pendapatan dari program ini digunakan untuk kegiatan syiar islam. Demikian kira kira. Yang pasti dana sedekah ini akan dijadikan
trigger untuk menggerakan ekonomi umat dalam rangka kemandirian ekonomi. Sangat
mulia sekali.
Karena sifatnya sedekah maka
dasarnya adalah trust. Orang tidak peduli apakah program ini akan mendatangkan
laba atau tidak. Mereka ikhlas karena Allah. Yang jadi masalah adalah trust ini
bukan kepada lembaga tapi kepada person. Mungkin kita semua ingat kisah Murdoch
yang akhirnya dinyatakan terpidana setelah meraup dana miliaran dollar dari ratusan Gereja di
AS. Walau niatnya baik namun ketika dana itu terkumpul dalam satu trust pengelolaan,maka banyak hal
bisa terjadi. Karena akan banyak orang
datang menawarkan berbagai program business yang dibungkus idealisme untuk kemanusiaan. Namun ketika dana dilepas maka semua
idealisme jadi lain. Uang memang bagaikan pisau bermata dua. Hanya masalahnya
selalu mata pisau mengarah kepada yang tajam untuk merugikan orang lain. Itulah
sebabnya niat baik Ustand Mansur ini harus diarahkan secara kelembagaan yang
dapat dipertanggung jawabkan pengelolaannya
berdasarkan SOP yang ketat. Dengan animo masyarakat yang begitu antusias atas niat ustad Yusuf Mansur itu maka
seyogianya pemerintah memberikan kanal agar program ini dapat berjalan dan
menjadi salah satu financial resouce untuk pendukung pengembangan ekonomi
rakyat.
Bagaimana kelembagaan program itu
seharusnya? Ada baiknya kita melihat apa yang sudah diterapkan di Inggeris dan
AS. Sebelum krisis global, tahun 2005,
inggeris telah mengesahkan UU tentang pendirian badan usaha berbentuk Community
Interest Company (CIC). UU ini dibentuk akan kekawatiran para elite politik
Inggeris atas semakin mendapat tempatnya Corporate Profit Oriented didalam
dunia kapitalis. CIC adalah suatu solusi yang merupakan badan usaha yang
bertujuan sosial. Artinya ini kebalikan dari sistem kapitalis. Kepemilikan saham dalam CIC bisa
lebih dari dua orang. Jumlah modal disetor tidak dibatasi. Namun di Inggeris
untuk mendapatkan izin pendirian CIC tidak mudah. Ada Dewan khusus yang
dibentuk pemerintah untuk mempelajari konsep usaha serta pribadi pribadi masing
pendiri CIC. Dewan ini bertugas memastikan bahwa izin yang diberikan memang
benar benar usaha yang berhubungan dengan kepentingan publik seperti pengadaan trasnfortasi umum, pengadaan air bersih, perbaikan lingkungan, sarana umum lainnya. Bila izin CIC diberikan
maka CIC bisa melakukan pooling fund kepada publik. Tak perlu ragu karena penerimaan setiap pooling fund ini diawasi oleh Dewan dengan ketat. Ya layaknya Bapepam. Pelanggaran atau penyalah gunaan dana itu akan berhadapan dengan pedang hukum.
Sebagai suatu badan usaha, CIC harus tumbuh karena laba namun pemodalnya tidak boleh memperkaya diri dari Laba. Maksimum dividen boleh dibagi sebesar 5% dari total keuntungan. Sisanya digunakan untuk pengembangan usaha.Ya, Semua pemodal CIC adalah sosial tujuannya namun dikelola dengan value business yang professional. Tujuan utamanya adalah bagaimana melibatkan masyarakat dalam kemandirian menyediakan segala kebutuhannya. Pendukung penyertaan modal ini adalah mereka yang terkait langsung dengan usaha CIC. Artinya komunitas sendiri yang membiayai secara gotong royong namun legimate dan terorganisir dengan baik. Dari awal perencanaan sampai pembangun project diawasi ketat oleh dewan. Sampai dengan kini jumlah CIC yang didaftarkan di inggeris lebih dari 6000. Cara yang hampir sama dengan CIC , juga diterapkan di Amerika Serikat paska Global Crisis, yaitu Low- profit Limited Liability Company ( L3C) . Struktur badan usahanya tak jauh beda dengan CIC namun tidak ada aturan jelas mengenai batasan pembagian deviden seperti CIC. Namun dalam pelaksanaannya semua pendiri L3C sadar bahwa ini tak ubahnya business social yang tak berorientasi kepada laba. Setor modal namun niatnya sedekah. Dan lebih hebatnya penyertaan modal pada L3C dimasukan dalam Internal Revenue Code sebagai bagian dari pengurangan pajak.
Alangkah indahnya bila pemerintah kita juga bisa menetapkan kebijakan bahwa zakat, sadakah dapat dianggap sebagai pengurangan pajak. Dengan demikian akan mendorong perusahaan besar dan orang kaya untuk ikut dalam penyertaan modal ala CIC atau L3C ini. Sehingga secara budaya maupun agama, masyarakat sendiri yang tampil menyelesaikan masalah sosial dan negara hanya memberikan kanal agar semua itu tercipta berkeadilan. Semoga pemerintah ( OJK ) tidak hanya melarang atau memperingatkan Ustad Yusuf Mansur tapi juga memberikan solusi. Bagaimanapun tugas Yusuf Mansur menjadi mentor umat untuk berbagi telah berhasil dan kini tugas negara memberikan payung hukum dan kepastian agar gerakan "berbagi" ini dapat terlaksana secara masive dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa menimbulkan fitnah.
Sebagai suatu badan usaha, CIC harus tumbuh karena laba namun pemodalnya tidak boleh memperkaya diri dari Laba. Maksimum dividen boleh dibagi sebesar 5% dari total keuntungan. Sisanya digunakan untuk pengembangan usaha.Ya, Semua pemodal CIC adalah sosial tujuannya namun dikelola dengan value business yang professional. Tujuan utamanya adalah bagaimana melibatkan masyarakat dalam kemandirian menyediakan segala kebutuhannya. Pendukung penyertaan modal ini adalah mereka yang terkait langsung dengan usaha CIC. Artinya komunitas sendiri yang membiayai secara gotong royong namun legimate dan terorganisir dengan baik. Dari awal perencanaan sampai pembangun project diawasi ketat oleh dewan. Sampai dengan kini jumlah CIC yang didaftarkan di inggeris lebih dari 6000. Cara yang hampir sama dengan CIC , juga diterapkan di Amerika Serikat paska Global Crisis, yaitu Low- profit Limited Liability Company ( L3C) . Struktur badan usahanya tak jauh beda dengan CIC namun tidak ada aturan jelas mengenai batasan pembagian deviden seperti CIC. Namun dalam pelaksanaannya semua pendiri L3C sadar bahwa ini tak ubahnya business social yang tak berorientasi kepada laba. Setor modal namun niatnya sedekah. Dan lebih hebatnya penyertaan modal pada L3C dimasukan dalam Internal Revenue Code sebagai bagian dari pengurangan pajak.
Alangkah indahnya bila pemerintah kita juga bisa menetapkan kebijakan bahwa zakat, sadakah dapat dianggap sebagai pengurangan pajak. Dengan demikian akan mendorong perusahaan besar dan orang kaya untuk ikut dalam penyertaan modal ala CIC atau L3C ini. Sehingga secara budaya maupun agama, masyarakat sendiri yang tampil menyelesaikan masalah sosial dan negara hanya memberikan kanal agar semua itu tercipta berkeadilan. Semoga pemerintah ( OJK ) tidak hanya melarang atau memperingatkan Ustad Yusuf Mansur tapi juga memberikan solusi. Bagaimanapun tugas Yusuf Mansur menjadi mentor umat untuk berbagi telah berhasil dan kini tugas negara memberikan payung hukum dan kepastian agar gerakan "berbagi" ini dapat terlaksana secara masive dan dapat dipertanggungjawabkan tanpa menimbulkan fitnah.