Kita percaya bahwa sistem demokrasi itu memberikan hak politik pada setiap orang untuk memilih orientasi politik berdasarkan one man one vote. Suara jenderal sama dengan suara prajurit. Suara konglo sama dengan suara pedagang kaki lima. Kita datang ke bilik suara Pemilu untuk memilih langsung caleg yang akan mewakilli kita di Parlemen dan memilih pemimpin yang akan memimpin kita. Dengan sistem begitu maka setiap caleg dan Presiden/Gubernur / Bupati/Walikota bertanggung jawab langsung kepada kita. Kalau mereka tidak amanah, kita akan hukum dengan tidak memilh mereka lagi. Tamat karir politiknya.
Tapi tahukah anda. Caleg yang kita pilih itu bisa kapan saja diberhentikan oleh Partai ( PAW ). Lantas untuk apa kita pilih langsung kalau toh yang berhak atas anggota legislatif bukan kita tetapi partai. Tahukah anda?. Presiden/Gubernur / Bupati/Walikota yang anda pilih langsung itu, pada akhirnya berkoalisi dengan partai yang tidak anda pilih. Tanpa koalisi mereka engga bisa kerja. Lantas untuk apa kita pilih Presiden/Gubernur / Bupati/Walikota secara langsung. Kalau toh pada akhirnya mereka kerja atas dasar koalisi partai.
Tahukah anda bahwa kita tidak bisa bebas menentukan pilihan pemimpin atau anggota legislatif. Karena pilihan itu yang tentukan adalah partai. UU batasi hak kita itu lewat presidential threshold dan parlement threshold. Ibarat menue makanan. Mereka sudah sediakan menue untuk kita. Silahkan pilih. Minta selain daftar menue yang ada, engga ada. Silahkan pergi saja. Kalau suka, ya makan aja. Engga usah protes kalau menue yang kita pilih terlalu asin atau manis. Berani protes dijalanan atau medsos, salah salah bisa masuk bui.
Kita melaksanakan hak politik digerakan oleh mesin partai yang terdiri dari kader dan relawan. Diantara kader dan relawan itu ada elite atau segelintir orang yang mengibarkan bendera dan menabuh gendang lewat media massa dan sosial media. Apakah mereka memikirkan kita ? tidak. Kalau pesta demokrasi selesai. Yang menikmati lebih dulu adalah para elite. Para kurcaci dapat ampas dan kita rakyat hanya dapat sampah.
Setiap hari kita disuruh mastur lewat berita dan narasi. Faktanya bila ekonomi menurun, yang kena PHK bukan mereka tetapi rakyat. Harga naik, yang meradang rakyat dan mereka pura pura tidak tahu, Tagihan cicilan tidak terbayar, disita bukan rumah atau motor mereka tapi rakyat. Jadi kalau mau jujur, masalah substansi dalam sistem politik bukan soal demokrasi atau totaliter, atau otokrasi, tetapi adalah niat baik. Setidaknya mereka yang numpang makan dari sistem itu tahu diri. Cobalah tanya diri sendiri. Apakah anda pantas menikmati fasiltas dan gaji dengan kompetensi dan dedikasi yang anda berikan. Jujurlah, setidaknya pada diri sendiri...Karena jujur itu adalah repleksi cinta bagi semua. Tanpa cinta, tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan dalam hidup ini.
Dan kita sebagai rakyat, tidak usah berharap terlalu banyak kepada politik dan kekuasaan. Lalui sajalah hidup ini dengan iman. Jangan mengejar melangkahi bayangan. Bekerjalah dengan keras tanpa keluhan. Setiap orang melewati takdirnya. Setiap orang menerima setiap pilihannya. Setiap kebahagiaan bukan karena harta tapi rasa syukurnya. Maka kita akan sampai kepada tujuan sebaik baiknya.