Ada orang terpelajar dari kota. Dia datang ke Desa. Dia lihat tanah terhampar setelah panen padi. Dia duduk termenung melihat hamparan tanah. Dia berpikir dengan recanana di kapalanya. Tanah ini, pikirnya akan lebih baik di tanam Cabai. Cabai sekilo sama dengan 3 KG beras. Mengapa harus tanam berai yang ongkos produksinya lebih mahal. Ah Tapi kan cabai cepat busuk, cepat jatuh harganya kalau panen. Jangan cabai. Tanam singkong. Satu hektar panennya bisa 20 kali panen padi. Harga padi sekilo sama dengan 10 Kg singkong. Ah bego. Jangan singkong. Lebih baik bangun property. Tetapi siapa yang akan beli rumah di desa ini. Ah apa ya.
Kemudian dia liat petani datang ke lahan itu. Petani itu tidak berpikir banyak. Seperti biasanya, dia langsung masuk ke lahan. Di ayunkan cangkulnya memperbaiki pematang. Dengan kerbaunya petani itu mulai menggemburkan tanah. “ Ah bodoh sekali petani itu. Mengapa dia tidak gunakan traktor? kan lebih cepat dan efisien. Dasar orang kampung. Engga bisa maju.” Guman orang terpelajar. Petani itu terus kerja. Berlalunya waktu, tanah di tanam padi, dan menguning, Petani menanti panen sambil mengawasi sawahnya dari kemungkin hama. Sementara orang terpelajar terus berpikir dan berencana.
Saat lapar, orang terpelajar bingung dapatkan beras. Ia mulai mengeluh menyalahkan pemerintah yang tidak adil. Menyalahkan keluarga tidak mendukung rencananya. Menyalahkan temannya yang tidak mendengarnya. Menyalahkan semua. Sementara petani yang tidak terpelajar, tetap menjalani hidupnya dalam kesehajaan dan tanpa keluhan. Memang petani tidak sehebat orang terpelajar otaknya. Tetapi karena produksinya orang bisa makan dan kehidupan tetap berlangsung. Sementara orang terpelajar, menyusahkan kedamaian.
Lebih setengah abad kita merdeka. 6 presiden berganti. Istana negara tidak pernah ada. Bayangkan negara merdeka dari kolonial, istananya masih bekas rumah kurcaci ratu Belanda. Bagaimana secara emosional kita bisa duduk sejajar dengan negara lain, bila secara simbolik presiden kita tinggal di rumah kurcaci Belanda. Semua presiden punya rencana. Punya obsesi. Tetapi istana tidak terbangun. Tetapi Jokowi, ada atau tidak ada uang, apapun hambatan dia ignore. Dia tuntaskan secara politk UU IKN. Tekad sederhana digelar. Proses kerja dimulai. Orang terpelajar masih saja berdebat.
Banyak orang terpelajar tetapi tetapi tidak terdidik baik melewati hidup. Banyak orang tidak terpelajar tetapi terdidik baik menjalani hidup. Sikap sabar itu mutlak. Sabar bukan menanti sesuatu tanpa berbuat. Sabar, berarti berproses dengan apa adanya. Tidak berpikir banyak. Paham sebuah proses harus dilalui. Apapun itu , bahkan yang sangat sederhana meminta sesuatu kepada orang lain.
Jadilah orang terdidik, jadikan kehidupan ini sebagai universitas kehidupan untuk proses perubahan yangi lebih baik. Saya pernah jadi babu nyuci dan bersihkan kebun selir pejabat, hanya berharap dia mau rekomendasikan bisnis saya kepada jenderal. Saya harus mimisan belajar financial engineering. Karena selama 1 bulan tidur hanya 2 jam. Hanya untuk dapatkan ilmu, yang bisa menuntun saya ke mata air. Berproseslah dan lalui dengan sabar. Pada akirnya akan indah dan kita tahu arti mencintai Tuhan.