Thursday, May 15, 2025

Indonesia jadi tempat uji coba Vaksin TBC?

 






Kemiskinan dan korupsi ibarat  satu ruh dua jasad yang saling terkait. Kata Risa saat ketemu di Singapore minggu lalu. Itu response nya saat saya ajak diskusi tentang laporan angka kemiskinan versi bank Dunia. Walau disampaikan dengan sambil lalu saat makan siang, namun menyentak kesadaran saya. Saya dan Risa berlatar belakang keluarga miskin di era Soeharto, yang terpasa hijrah ke luar negeri demi survival. Saya  tergugah ingin tahu lebih jauh perspective nya


Tidak ada negara yang miskin karena kurangnya SDA. Yang ada negara miskin karena mental korup dari elite nya.  Singapore, Jepang, Israel, Korea Selatan, Swiss, Belanda adalah contoh nyata. Negara yang miskin SDA namun negaranya makmur. Index korupsi Negara negara tersebut dengan skor diatas 50 semua, bahkan seperti Singapore, Swiss, Jepang, Belanda mendekati 100. Artinya sangat bersih dari elite yang mentiko. Pembangunan yang berbasis kepada peningkatan kualitas manusia dan peradaban. Bukan sekedar rotorika populis yang bau sampah.


Bagaimana dengan negara yang kaya SDA namun rakyatnya miskin? Seperti Afrika Selatan dengan tingkat kemiskinan versi bank dunia (2024)  mencapai 63,5% dari populasi, Indonesia 60,3%, Philipina 50,6% dan India 28,1%. Persentase kemiskinan india keliatan dibawah 50% tetapi dengan populasi 1,4 miliar penduduk, India tercatat jumlah rakyat miskin terbanyak di dunia. Jawabanya kemiskinan itu berkorelasi dengan buruknya indek korupsi (CPI). 


Berdasarkan data Lembaga TI, skor CPI Indonesia 34 dengan pringkat 115 dari 180 negara. Afrika Selatan (41) dengan peringkat 83, Philipina (33) peringkat 114,  dan India (39) pada peringkat 93. Nah WHO menetapkan negara tersebut sebagai tempat uji coba vaksin TBC. Alasan WHO mungkin kemiskinan juga berkorelasi dengan penyakit menular yang bisa mengancam dunia terutama negara Makmur. 


Hebatnya promotor dari vaksin TBC ini adalah Bill Gate lewat Bill & Melinda Gate foundation. Bill Gate bukan ahli Kesehatan. Tetapi dia termasuk billioner dibidang IT ( Microsoft), yang katanya mendonasikan kekayaannya untuk kemanusiaan. Tentu dia dianggap setengah dewa bagi pemimpin negara kaya SDA tapi miskin. Afrika Selatan, India, Indonesia, Philipina terpilih sebagai negara yang akan jadi tempat uji coba vaksin TBC. Masing masing negara dapat dana filantropi dari Bill Gate.


WHO sebagai Lembaga international bidang Kesehatan, memang menjadikan issue pandemic sebagai cara memproduksi Vaksin, yang pada gilirannya membuat kaya para stakeholder industry Big Pharma. Donald Trump sebagai Presiden AS. Berlatar belakang pengusaha dan pemain pasar modal. Sangat paham soal issue pandemic itu. Makanya AS keluar dari WHO. Juga menolak meratifikasi Pandemic Agreement yang dianggapnya mencampuri kedaulatan negara.  Trump memang urakan. Tetapi rakyatnya tahu bahwa dia tidak pernah punya niat menjual negaranya.

Wednesday, May 07, 2025

Kita bergerak mundur...

 




Supir taksi yang saya tumpangi. Berkata bahwa pendapatan tidak seperti sebelum COVID. Dari tahun ketahun pendapatan terus menurun. Tahun ini berat sekali. Penyebabnya karena semakin banyaknya taksi online dan tentu penumpang memang berkurang. “ Mungkin karena engga tega melihat keadaan saya, anak saya yang tamat SMU bantuin ibunya buat kue di rumah untuk dijual. “ kata driver itu. 


Supir taksi itu walau pendapatannya tidak pasti. Tergantung omzet. Namun dalam catatan BPS dianggap bukan pengangguran. Anaknya yang bantu ibunya bikin kue juga tidak dianggap penggangguran terbuka walau tidak digaji. Karena kerja bantu ibunya. Data BPS jumlah pengangguran terbuka memang berkurang dari 4,82% pada tahun 2024 menjadi 4,76 pada tahun 2025. Itu karena ayah atau keluarga tidak bisa lagi sebagai undertaker keluarga. 


Jobstreet menulis dalam laporan Hiring, Compensation and Benefits 2025, menyebutkan bahwa 42% perusahaan mengurangi jumlah pegawai. Paling banyak terdampak adalah karyawan tetap penuh waktu (27%), disusul oleh pekerja paruh waktu, kontrak, dan temporer. Bahkan pekerja premium seperti media TV, seperti Kompas TV, CNN TV, Inews, TVone, Global TV, Net TV, ANTV, TVRI. RRI sudah melakukan PHK.  Itu sudah berlangsung sejak tahun 2023. Data sampai tahun 2024 sudah 1200 di PHK. Kini terus bertambah jumlahnya.


Pengangguran dari tahun ketahun terus bertambah. Pada februari 2025 data menyebutkan jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang. Meningkat 83 ribu dibandingkan tahun 2024. Mengapa pemerintah tidak bergitu concern dengan data ini? Karena PDB kita ditopang oleh pekerja informal yang mencapai 59,40%. Siapa yang dimaksud dengan informal? Termasuk mereka yang bekerja di keluarga walau tidak dibayar seperti anak petani petani, anak pengelola usaha rumahan.


Pekerja formal sebesar 40,60%.  Jangan anggap  pekerja formal itu semua karyawan pabrik atau PNS atau BUMN. Itu termasuk kenek atau asisten tukang bangunan atau mereka yang sekedar pembantu sesuai kontrak, yang jumlah lebih separuh dari mereka yang kerja formal di BUMN, Swasta, PNS dan buruh pabrik. Jangan tanya berapa penghasilan mereka. Tentu dibawah UMR. Itupun karena PHK dari tahun ketahun terus berkurang significant.


Meliat data itu kita sangat miris apalagi ditengah euphoria pertumbuhan ekonomi, yang jelas bukan inclusive growth atau bukan pertumbuhan yang berkeadilan. Apa penyebabnya?  Tidak ada program yang berspektrum jangka Panjang berbasis create job. Semua kebijakan sectoral hanya bersifat pragmatis politis menjaga ritme kekuasaan yang dibatasi 5 tahun dan focus kepada pertumbuhan ekonomi lewat ekspansi belanja APBN dan utang.


YMP Prabowo Subianto memberikan sorotan terhadap elite-elite yang dinilai tidak memahami secara utuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Menurutnya, fakta ini dibuktikan karena kekayaan Indonesia selama ini justru lebih banyak mengalir ke luar negeri. Tahukah YMP? Bahwa pendapatan negara dari pajak korporate yang mengolah SDA dan PBH dari SDA, itu setiap tahun sebagian mengalir ke luar untuk bayar utang dan bunga utang. 


Artinya selagi debt trap, selama itu juga kekayaan kita mengalir keluar. Itu fakta bahwa by system dan design kita terjajah lewat neocolonialism. Kebijakan ekonomi kita memang mengharuskan kekayaan lari keluar. Selama itu juga kita seperti orang kebingungan dan disorientasi. Tidak akan beranjak kemana mana, bahkan tanpa disadari kita mundur. Buktinya era Soeharto pertumbuhan industry 30% terhadap PDB. Sekarang dibawah 20%. Artinya kita mengalami deindustrialisasi. 


Lantas apa solusinya ? 


Sejak tahun 2004 kita tidak focus kepada policy pro job dan create job. Itu terbukti dengan terus meningkatnya dana subsidi langsung atau Bansos. Era 2015 hingga 2023 telah mencapai Rp 3.319,2 triliun. Tahun 2024 Rp 455,9 Triliun. Artinya pemerintah gagal menyediakan lapangan kerja. Uang sebanyak itu hanya berakhir kepada angka peningkatan PDB dan bertambahnya utang. Karena belanja yang tidak pro job tetapi pro toilet.


Bayangkan, kalau dana sebesar Rp. 3775 triliun itu dipakai untuk create job seperti perbaiki tataniaga pertanian, membangun ekosistem pertanian berbasis ecology farm, revitalisasi industry padat karya, pembangunan Industri substitusi impor, uang sebanyak itu lebih dari cukup. Karena memang tidak perlu ongkos besar. Dukungan market domestic yang besar reliable sebagai sumber cashflow. 


Jadi kesimpulannya, sudahilah program populis. Karena kita bukan negara kaya. Asset kita memang besar tetapi cash cekak. Tanpa hutang APBN stuck. Kelola saja sumber daya yang ada dengan focus kepada Create job.  Multiplier effect nya berupa peningkatan tax ratio yang bisa menjadi sumber pembiayaan berkelanjutan, termasuk untuk membangun infrastruktur tanpa harus berhutang. Memang tidak mudah dan tidak bisa cepat. Tetapi kita punya hope, itupun Kalau index korups membaik.

Friday, May 02, 2025

Cara China membangun pertanian.

 




Sejak era dinasti Qing dan Republik Tiongkok di era rezim Kuomintang, pertanian di China dikendalikan oleh  tuan tanah dengan rakyat hanya sebagai pekerja atau penyewa lahan. Ya hampir sama seperti Indonesia sekarang. Dimana Petani menjadi second class di negerinya sendiri. Terjajah oleh pedagang yang berlindung dibalik politik populis penguasa. Produktifitas rendah karena masih dikelola secara tradisional dan retorika kaum feudal.


***

Tahun 1949 rezim Kuomintang tumbang oleh kaum komunis. Mao Zedong sebagai ketua Partai Komunis Chna tanpil ke tampuk kekuasaan China. Karena PKC adalah partai petani dan buruh, maka Mao focus membangun pertaian sebagai landasan China melompat ke masa depan. Reformasi agraria dilaksanakan dengan merampas lahan yang dikuasai tuan tanah untuk dibagikan kepada rakyat. Petani tidak lagi menyewa kepada tuan Tanah tetapi menyewa kepada pemerintah. 


Sistem pertanian kolektif lewat koperasi/ komunal diperkenalkan secara luas. Namun sistem koperasi ini gagal. Karena sifatnya topdown.  Malah menimbulkan moral hazard seperti dikita era Soeharto dan sampai sekarang. Sumber korupsi bagi elite dan korporasi. Kegagalan ini membuat rakyat China semakin miskin diatas pertumbuhan ekonomi dan para elite yang terkontaminasi budaya feodal. Di tambah lagi distribusi tidak efisien akibat logistik yang buruk.


Itu sebab  revolusi kebudayaan terjadi. Sejak tahun 1966 sampai tahun 1976. China membangun jalur kereta dari utara ke selatan, dari barat ke timur. Bendungan sungai Yangtze yang berfungsi sebagai pengairan pertanian dan PLTA  berkapasitas  2.715 MW selesai dibangun tahun 1970. Infrastruktur pertanian seperti irigasi, pabrik pestisida, pupuk dan alat pertanian dibangun di setiap provinsi. Mao juga bangun industry hulu seperti pabrik kimia dan baja. Wajib belajar membaca dan menulis berlaku bagi siapa saja


***

Setelah Mao wafat dan digantikan oleh Deng Xiaoping, Reformasi dan Liberalisasi Pertanian diterapkan. Sistem kolektif dan koperasi dihapus. Diganti dengan tanggung jawab rumah tangga. Pemerintah tidak lagi mengorganize langsung koperasi, kecuali memastikan tata niaga berpihak kepada petani. Artinya petani diberi kebebasan dalam mengorganisir dirinya sendiri, berproduksi dan menjual. Apa hasilnya?. Produktivitas meningkat. Tahun 1990 swasembada pangan tercapai.


Dari tahun 1990, China mulai membangun pertanian berbasis Industri. Riset pertanian diterapkan secara terprogram untuk menemukan bibit unggul dan tekhnologi tanam yang bisa menghasilkan produk pertanian dalam skala industry. Bendungan dan irigasi diperluas. Pabrik mesin pertanian dibangun secara luas untuk memastikan harganya murah dan terjangkau. Tidak mengenal subsidi langsung tetapi lewat produksi pada industry pupuk, pestisisa dan mesin pertanian. Sehingga petani membeli dengan harga murah.


Pada waktu bersamaan China mulai membangun industry subsititusi impor untuk menopang proses industrialisasi secara luas. Walau karena itu terjadi urbanisasi. Banyak petani pindah ke kota, tetap tidak mengurangi produktifitas pertanian. Karena pertanian sudah dikelola secara industry yang efisien dari segi tenaga kerja. Infrastruktur pertanian diperluas pembangunannya. Termasuk revitalisasi desa menjadi desa industry agro.


Selama 25 tahun sejak tahun 1990, pertanian sudah berkembang pesat. Diversifikasi tanaman pangan dipromosikan dengan dukungan bibit unggul dari laboratorium  riset nasional.  Digitalisasi pasar dan supply chain lewat warehouse ecommerce market place diterapkan secara luas. Ekosistem pembiayaan semakin inklusif. Yang jelas bertani sudah tidak lagi sekedar cari makan tetapi untuk kaya. Situasi ini mendorong kaum muda terjun ke pertanian.


Sejak Xijinping berkuasa tahun 2013 sampai sekarang pertanian China sudah dikelola dengan sangat modern lewat smart farming. Bahkan banyak shadow BUMN China memperluas lahan pertanian sampai ke Afrika, Asai dan Amerika latin. Luasnya mencapai jutaan hektar. Mengakuisi pusat riset pertanian di Eropa. Mengirim team riset pertanian ke laboratorium ruang ankasa untuk melakukan riset gonom dan biotekhnologi. Ketahanan pangan berbasis ekologi mulai diterapkan sejak tahun 2020. Ini guna mensuksekan program pertanian hijau tahun 2030.


***

Apa hikmah dari cara China membangun sector pertanian? Pertama. China membangun secara bertahap dan berkelanjutan. Kalau salah ya diperbaiki. Kalau bagus ditingkatkan. Kedua,  Mao sukses memastikan semua rakyat China tidak ada yang buta hurup dan berkembang lewat budaya gotong royong. Sehinga apapun program pemerintah bisa dimengerti oleh rakyat. Ketiga, distribusi lahan pertanian tidak bertumpu pada korporasi. Master plan pertanian tidak pernah diubah dan disiplin menerapkan red line lahan pertanian yang tidak boleh berubah fungsi dalam bentuk apapun.


Terakhir, keempat, dari awal pembangunan pertanian di design untuk terjadinya transformasi dari tradisional ke pertanian berbasis sains. Lembaga riset menjadi andalan China dalam berproduksi. Anggaran riset dari tahun ke tahun terus meningkat. Lembaga riset juga makin bertambah banyak dan luas cakupannya.  Tentu sukses itu semua berkat reformasi pertanian yang menghapus rente lahan dan mengawal tata niaga yang menguntungkan rakyat. Maklum mereka republic Rakyat, bukan republic oligarki seperti Indonesia.

Friday, April 25, 2025

Mengalahkan diri sendiri.

 





Pada satu kesempatan saya bertemu dengan CEO BUMN China. Dia tentu juga elite partai. Saya sengaja undang dia makan malam. Dia keliatan tersenyum kepada manager restoran yang datang ke ruang makan kami. Saya berprasangka, pejabat ini suka wanita muda yang cantik. Namun usai makan, dia panggil manager restoran itu untuk berphoto bersama. “ Ini cucu saya. “ Katanya kepada saya. “ Kenalan sama om” katanya kepada cucunya yang segera shake hands.  Saya terkejut.


Maklum, dia CEO BUMN yang asset nya diatas Rp. 6000 triliun. Dengan fasilitas  melimpah, semua bisa dia dapatkan. Pastilah ada dorongan untuk tampil hedonism dan aktualisasi diri. Tetapi dia memilih menolak keinginan itu. Tetap hidup sederhana. Saat berkuasa, semua sumber daya ada padanya. Walau dia bisa lakukan apapun untuk pertahankan dan meningkatkan kekuasaan. Namun dia tetap utamakan moral dan etika. Memang rumit! Makanya tidak banyak orang sukses memimpin. Kebanyakan tergelincir dalam KKN.


Dua tahun lalu dia tamat dari universitas, katanya tentang cucunya. Kini dia sedang menyapa dunia realitas. Kalau karena itu penghasilan tidak berlebih, dia tetap akan baik baik saja. Mengapa? Yang dihadapinya adalah masalah diluar dirinya. Hanya masalah pekerjaan. Ia berada pada level orang awam yang sedang berproses. Dia tidak dibebani untuk mengalahkan dirinya sendiri. Kecuali berkompetisi lewat kompetensi mengalahkan pihak di luar dirinya.  Bukan big deal ! Katanya.


Mengapa? Tanya saya berkerut kening.  Karena dengan kekuasaanya tentu tidak sulit baginya untuk melontarkan karir cucunya ke puncak bergengsi. Namun dia lebih suka cucunya berproses jauh dari bayang bayang dirinya. Alasanya? Sebaiknya tentu saya tidak halangi dia berproses secara natural. Karena suatu saat nanti dia akan jadi pemimpin bagi orang banyak. Nah saat itu dia tidak lagi berkompetisi dengan pihak di luar dirinya, tetapi berkompetisi dengan dirinya sendiri. Itu baru big deal ! saya terhenyak mendengar alasannya.


Bukankah masalah di luar kita, bukan big deal. Katanya. Misal, mengeluh terasa lebih mudah daripada bertindak. Memilih comfort zone , menghindari tanggung jawab, dan membela diri , anti kritik. Sifat orang kebanyakan memang begtu. Bukan issue yang diperhitungkan. Artinya yang big deal itu adalah mengalahkan diri kita sendiri. Menjadi pemimpin bagi orang banyak dengan kekuasaan melimpah, bukanlah kehidupan yang mudah. Bukan kemewahan. Karena pemimpin yang sukses harus mau paling menderita dan paling kekurangan dalam materi dan waktu. 


Pemimpin itu cermin  dari caranya berpikir ( way of thinking ) yang memotivasi dan menginspirasi. Peka dalam merasakan ( feeling ). Punya rasa malu berbuat korup dan menolak kebenaran. Punya kemampuan memfungsikan semua potensi positip ( functioning ). Sebuah cara hidup ( the way of life ) dan cara menjadi ( way of being ) yang transformative.  Memang tidak mudah. Artinya, tanpa kekayaan batin dan moral, dia tidak mungkin bisa sukses memimpin orang banyak. Malah menjadi sumber kerusakan bagi peradaban.



Tuesday, April 22, 2025

Ketidak adilan dunia.

 




Petani kopi di Indonesia yang bekerja dari matahari terbit hingga terbenam mendapat kurang dari 3% dari harga yang Anda bayarkan untuk secangkir kopi di Starbuck. Pabrik tas Birkin dari Hermes di China dibayar dengan harga $1.000 (sekitar Rp 16 juta). Di pasar AS  tas tersebut dijual dengan harga mulai dari $10.000 (Rp 167 juta) hingga lebih dari $2 juta (Rp 33 miliar), tergantung model dan material.


Anda perhatikan. Perbedaan pendapatan sangat timpang. Kopi itu adalah komoditas pertanian dan tas tercipta berkat adanya bahan baku kulit yang juga komoditas peternakan. Segigih apapun petani dan buruh pada pabrik padat karya, tidak akan menikmati kemakmuran. Yang menikmati adalah negara maju yang punya branded dan design. 


Sekian decade, sejak revolusi industry di Inggris,  sejak perang dunia kedua, sejak kapitalisme terbentuk, sejak itulah ketidak adilan tercipta. Kolonialisme hanya berubah ujud. Dari penguasaan wilayah menjadi penguasaan IPTEK dan market. Dari IPTEK dan Market lahirlah  sekuritisasi asset. Dari sekuritisasi Asset, miracle of capital terbentuk. Dengan organisasi bisnis minimalis  dan tanpa pabrik berdiri, orang bisa kaya di pasar modal dan uang.


Issue neokolonialisme yang diingatkan Soekarno pada awal kemerdekaan Indonesia, sampai kini tidak dianggap serius. Terbukti sejak Indonesia merdeka dan setelah 7 presiden berganti, tidak terjadi transformasi ekonomi dari komoditas primer  yang bergantung kepada SDA ke industri. Jangan jangan  team ekonomi pemerintah yang lulusan Amrik itu  bermental komprador, bagian dari  agent kapitalisme. Entahlah ? sedih aja mikirkan nasip bangsa ini. Darah dan derita memerdekakannya seperti tanpa kesan dan value.


Padahal dampaknya mengkerdilkan makna kemerdekaan itu sendiri. Itu benar terjadi dan kita rasakan ketika dipaksa mengikuti kehedak AS dengan kebijakan tarif resiprokal. Mengharapkan AS berbaik hati kepada kita agar tarif diturunkan dan industry padat karya yang nilai tambahnya rendah berpeluang masuk kepasar AS dengan kompetitif. Yang kita terima hanyalah kesinisan dari Trump, Kiss my ass. Andaikan perang terbuka, saya siap digaris depan melawan. Its about dignity and respect!


Saran saya, sebaiknya pemerintah tidak perlu lagi ladenin AS dan China. Kembali kepada UUD 45 dalam politik luar negeri, yaitu NON-BLOCK. Ngapain maksain ekspor ? toh faktanya PDB kita 60% berasal dari belanja domestic. Artinya tanpa ekspor kita tetap akan sustain. Soal utang? 75% SBN kita dibeli oleh investor dalam negeri. Artinya kita tidak sepenuhnya bergantung dengan hutang luar negeri. 75% investasi berasal dari PMDN, bukan PMA. Artinya tanpa FDI kita tetap bisa sustain.  


Kalau karena kebijakan tarif Trump, pasar CPO berkurang. Ya udah, pakai sendiri aja. Kalau berlebih produksi CPO, tebang aja sebagian kebun sawit itu dan jadikan hutan lagi. Engga usah ekspor NIkel dan batubara. Pakai sendiri aja. Kalau pasar menyusut, kurangi kapasitas. Tutup tambang itu sebagian dan cukup berproduksi untuk pasar domestic. Kalau pabrik TPT dan alas kaki engga bisa masuk pasar AS, ya udah. Pakai sendiri aja. Stop impor TPT dan alas kaki. Kalau china atau negara lain mau beli ya ladenin tanpa syarat politik apapun. Just business.


Jadi, selow aja dengan perang tarif itu. Amerika mau terapkan tarif berapapun, itu hak AS. Toh yang bayar bukan kita tetapi rakyatnya sendiri lewat kenaikan harga market domestic. Kita juga berhak lakukan yang sesuai dengan kedaulatan kita sebagai bangsa. Yang penting, stop business rente. Stop korupsi. Mengapa? Agar goncangan ekonomi tidak berdampak kepada goncangan politk. Rakyat tetap bersatu karena tahu pemerintah peduli kepada keadilan dan hukum tegak. 


Jadikan keadaan ekonomi dunia yang tidak baik baik saja ini sebagai hikmah untuk kita kembali kepada jatidiri kita sebagai bangsa. Hidup sederhana dan gotong royong menyelesaikan masalah.


Tuesday, April 15, 2025

Sistem ekonomi China dan AS.

 






Apakah bisa jelaskan system ekonomi di China dan AS, tanya Ira dalam diskusi dengan dia di kantornya. Saat itu dia memang mengundang team riset geopolitk dan geostrategis. Dia ingin tahu sudut pandang saya sebagai praktisi. Saya lebih suka menyampaikan analog untuk menggambarkan bagaimana praktek ekonomi diterapkan. Itu lebih mudah dipahami. Karena memang saya tidak terpelajar. Tidak punya narasi akademis cukup.


Ada developer datang ke Pemda China, kata saya mengawali dengan analogi. Developer ini bisa saja swasta atau BUMN. Mereka punya idea mau bangun Kawasan perumahan dan perkantoran. Luasnya 100 hektar.  Skema bisnisnya sederhana. Karena Tanah di China dimiliki oleh negara, Pemda beri izin beserta dengan pemberian hak konsesi atas tanah. 


Dari sini terjadi deal. Pemda punya tanah dan investor punya modal.  Struktur saham ditentukan secara proporsional berdasarkan nilai investasi. Kemudian, pembangunan dilaksanakan. Setelah proyek jadi, Pemda mengeluarkan surat utang berdasarkan saham yang mereka punya pada proyek itu. Surat utang  atau bond disebut Local Government Vehicle fund atau LGVF. Bond ini dijual di pasar sekunder. 


Perhatikan unique nya struktur LGVF. Penerbitnya bukan PEMDA tapi vehicle company. Mengapa?. Karena Surat utang itu sama dengan SUKUK atau syariah. Bukan tanah yang jadi jaminan. Tapi saham yang melekat dalam konsesi bisnis yang diberikan pada proyek itu. Tidak berbunga. Kuponnya dari deviden yang diterima. Jadi sebenarnya LGVF itu dalam system Wallstreet disebut dengan revenue bond. 


Dalam perkembanganya, tentu bisnis proyek itu punya nilai di pasar. Ya namanya property, harga per meter mengikuti demand. Kalau demand tinggi, harga naik. Tentu dampaknya harga bond LGVF itu naik di market. Katakanlah awalnya harga perlembar 1 Yuan. Bisa saja naik 3 Yuan atau 3 kali lipat. Agar harga tidak bubble akibat kenaikan permintaan LGVF. Maklum rakyat China suka berinvestasi pada LCVF karena bebas pajak pendapatan. Pemda tambah pasokan LGVF ke pasar. 


Itu jadi  alat likuiditas bagi Pemda melakukan ekspansi. Uang hasil penjualan LGVF itu digunakan PEMDA untuk bangun infrastruktur dan kredit kepada UKM untuk pembiayaan pendirian  pabrik, kegiatan usaha dagang dan jasa. Artinya peningkatan value dari LGVF itu tidak di keep tapi di leverage untuk pertumbuhan ekonomi local. Apa yang terjadi ? Secara tidak langsung LGVF adalah alat bagi China memotivasi  orang kaya bergotong royong membiayai program pembangunan bagi semua.


Kalau ternyata nilai LGVF diatas 3 kali dari PDB. China tidak ambil pusing.  Itu bukan harga real. Tetapi harga persepsi market.  Kalau terjadi default karena ekonomi down. Pemerintah pusat tinggal bailout lewat buyback. LGVF dikuasai pemerintah. Orang kaya memang dirugikan tapi orang miskin sudah  tertolong dari terbangungnya proyek. Biasanya setelah  proses recovery, dan ekonom pulih, pemerintah akan lempar lagi LGVF itu ke market. Nah orang kaya dapat hak memesan lebih dulu LGVF itu. Mereka bisa tutupi kerugiannya, kata saya. Mereka menyimak. 


Nah bagaimana dengan AS ? Kalau di AS, Pemodal swasta membeli tanah dan membungkusnya dalam proyek feasibility studi yang dilengkapi izin dari pemerintah. Kemudian mereka menerbitkan surat utang atau melepas saham di bursa. Contoh, mereka akuisisi emiten di bursa yang sudah tidak aktif lagi. Kemudian mereka cemplungkan proyek itu kedalam Emiten itu untuk lakukan aksi korporasi atau right issue dengan menjual saham di bursa. Tentu dengan harga berlipat berdasarkan prospectus bisnis.


Uang dari penjualan saham itu dipakai untuk bangun proyek dan setelah proyek jadi, marcap terbentuk. Mereka terbitkan lagi surat utang untuk ekspansi, yang kelak akan meningkatkan nilai saham semakin berlipat. Nah value dari saham itu dinikmati oleh pemegang saham. Atau mereka yang disebut dengan pemodal. Semakin berlipat value saham itu pemegang saham semakin kaya. Nah akibat dari adanya excess liquidity, menimbulkan moral hazard. Orang banyak focus kepada money make money. Mereka punya prinsip lets money working for us. Bukan lets hard working for  money.


Makanya engga aneh. Berlalunya waktu sector real yang low tech tapi padat karya ditinggalkan pemodal. Ah daripada capek urus buruh dan pasar, mending main di pasar modal dan uang. Kita bisa menikmati hidup dengan financial freedom. Mau gimana lagi? Hidup hanya sekali. Nikmati selagi bisa. Itu mindset kapitalisme. Kita semua paham moral hazard dari kapitalisme.


Terdengar lucu kalau Trump kesal, kita kaya tetapi semua barang di dalam negeri dibuat di China dan Jepang. Ya wajar. Orang kaya mana mungkin mua leverage value asset itu seperti pemda di China untuk bantu UKM dan pengembangan ekonomi rakyat berbasis produksi. Mereka mending tempatkan uangnya di bank dan bank belikan SBN. demikian kata saya.


Mereka saling pandang. Kalau AS kan jelas referensi ekonomi nya adalah monetarist sebagaimana teori Milton Friedman yang mengkoreksi Keynessian. Jelas menimbulkan bubble asset dan ketidak seimbangan antara fiscal dan moneter. Pertumbuhan utang lebih besar daripada penerimaan pajak. Kalau China apa referensinya ? tanya Ira.


Di China ada Nabi yang jadi panutan mereka, yaitu Kong Fu Tze, yang juga dikenal sebagai Konghucu atau Konfusius. Prinsipnya sama dengan ajaran agama samawi. Percaya kepada  Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa ajaran agama melarang hutang publik berbunga kecuali private to private atas dasar akad suka sama suka. Melarang memperdagankan apapun tanpa phisik. 


Perhatikan. LGVF itu backup nya adalah proyek. Bisa dllihat oleh siapapun proyek tersebut. Tidak berbunga tapi bagi hasil. Kalaupun diperdagangkan di pasar, harga jualnya mengikuti harga real dari proyek itu yang berlaku di pasar. Kan beda dengan konsep saham di bursa. Nilai saham tidak ada korelasinya dengan tingkat price earning ratio atau PER. Itu dalam agama disebut riba atau dosa. Memperdagangkan yang tidak ada korelasinya dengan nilai phisik. Orang China paham, sesuatu yang berlebihan menimbulkan karma buruk, demikian saya menjelaskan.


Tapi China kan juga ada pasar modal. Bagaimana Pasar modal beroperasi? Apakah sama bebasnya dengan Wallstreet. ? tanya Ira. Saya jelaskan, di China,  sebagaimana masyarakat modern tentu ada system pasar modal. Bahkan pasar modal berkembang pesat. Termasuk pasar modal terbesar di dunia. Namun Marcap jauh lebih kecil dari AS. Contoh Shanghai Stock Exchange (SSE),Shenzhen Stock Exchange (SZSE ) dan Hong Kong Stock Exchange, total marcap nya hanya sebesar USD 14 trilion ( data tahun 2023). Sementara AS, Marcap Wallstreet dan Nasdaq mencapai USD 49 trilion. Artinya tiga kali lebih dari China.


Mengapa ? karena aturan dari pemerintah China yang sangat ketat. Menghindari terjadinya bubble asset. Contoh, gagalnya Ant Group IPO di Bursa Shanghai. Padahal nama besar Jack Ma dan Alibaba mendunia. Itu karena dibalik Ant Group ada investor asing sebagai standby buyer. China membatasi investor asing di pasar modal. Akibatnya investor istitusi yang terhubung dengan pengelola Hedge fund asing engga bisa masuk.


Otomatis penguasaan saham oleh  investor institusi di bursa sangat terbatas. Tidak lebih 1%. Sisanya atau 99% dikuasai oleh investor retail. Sebagian motive mereka berinvestasi di bursa karena alasan berjudi dan sebagian lagi karena investasi. Maklum, orang China itu suka berjudi. Makanya   pemerintah awasi ketat praktek short selling dan instrument derivative yang sifatnya cenderung spekulatif. Kawatir skala judi jadi massive dan membesar.


Kalau anda main di bursa Shanghai atau Shenzhen. Jangan kaget bila pada umumnya investor retail engga mempan dengan rumor. Mereka rasional sekali. Pasar jatuh atau naik disikapi biasa saja. Engga ada tuh anggota DPR datang ke Bursa kalau terjadi crash. Engga dipolitisir. Pasar ya pasar.


Disamping itu, pengusaha China memang tidak begitu tertarik mengandalkan pembiayaan dari pasar modal. Umumnya mereka menggunakan saluran perbankan dan Lembaga keuangan seperti venture capital. Mungkin anda tidak percaya. 90% surat utang di China itu berbasis SUKUK, seperti  LGVF  dan sangat diminati investor retail. Tentu basisnya produksi real. Bukan ilusi yang bersifat bubble.


Di dalam negeri china tidak ada pasar Valas. Karena uang tidak dianggap komoditas. Kurs Yuan ditentukan negara. Namun China juga menyediakan pasar RMB lewat offshore tapi sifatnya terbatas. Sehingga China bisa intervensi transaksi dengan mudah kalau ada pihak trader mau permainkan kurs RMB. Artinya, China itu walau terlibat dalam system keuangan global secara modern namun mereka tidak pernah beranjak dari budaya dan agama.


Rasio GINI di AS sangat timpang. Di China juga sama, kata Ira. Saya jelaskan. Tetapi 1% yang menguasai  sumber daya adalah negara (BUMN). Beda dengan di AS, 1% itu adalah private. Artinya peradaban itu terbangun lewat kepemimpinan negara yang kuat dan law enforcement. Tidak bisa diserahkan semua kepada private. Distribusi pendapatan dan keadilan sosial itu hanya mungkin terjadi lewat produksi, tentu produksi berbasis sains. Anggaran R&D China terbesar ke dua di dunia.


Nah kalau AS dan negara lain yang mengikuti mahzab Milton Friedman tidak pernah sepi dari resesi, terjebak hutang, ya wajar. Karena mereka memakan buah terlarang. Itu sama saja berperang dengan Tuhan. Mana mungkin menang, kata saya. Mereka terhenyak.



Indonesia jadi tempat uji coba Vaksin TBC?

  Kemiskinan dan korupsi ibarat  satu ruh dua jasad yang saling terkait. Kata Risa saat ketemu di Singapore minggu lalu. Itu response nya sa...