Dalam Al Quran dijelaskan, bahwa manusia terbuat dari saripati tanah. Lebih rincinya dari tanah liat alias lempung. “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah,” (QS. Al-Mu’minun: 12). Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. ( QS, al Hijr : 26 ). Kita bertanya apakah keyakinan dan kepercayaan saja cukup? Sebagai makhluk yang berakal kita diberi kemampuan untuk mencari tahu kebenaran informasi Tuhan melalui kitab mulia itu.
Para ahli dibingungkan, tentang bagaimana sebuah sistem kehidupan dimulai di muka bumi ini. Yang diketahui, bahwa semua besi yang ditemukan pada fosil yang berusia sejak 3,8 milyar tahun lalu, ternyata sudah berkarat. Padahal sebelum itu semua besi murni. Karat besi yaitu Fe2O3, artinya besi dikenai korosi oleh oksigen. Padahal atmosfir bumi sebelumnya hanya sedikit saja mengandung oksigen.
Namun sejak 3,8 milyar tahun, tiba tiba saja oksigen melimpah ruah, sehingga semua besi dikenai korosi dan perlahan berkarat. Lalu apa penyebab oksigen yang ujug-ujug begitu berlimpah ?. Jawabannya mudah didapat, karena sejak itu mestinya sudah ada organisme hidup, yang menghisap CO2 dari udara dan menghembuskan 02 ke udara. Hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukannya fosil fosil sel pro-karyotik dikedalaman bumi. Pro-karyotik alias pra-nucleus, alias inti selnya belum terbentuk utuh. Sel masih menggunakan bentuk RNA untuk penggandaan dirinya, tidak seperti sel-sel eukaryotik ( true-nucleus ) yang sudah menggunakan DNA, atau double helix.
Pertanyaan lanjutan, darimana mulainya sel pro-karyotik ini berasal ?. Sebagaimana kita tahu, bahan dasar dari sel adalah protein. Sedang protein disusun oleh berbagai asam-asam amino. Asam amino sendiri merupakan caplet atau codon, alias kombinasi rangkaian 3 buah nitrogen basa, yaitu Adenin , Thymine, Guanine dan Cytine ( ATGC ). Jika diurut dari bawah, darimana basa-nitrogen itu berasal ?, lalu bagaimana mereka bergabung tiga-tiga membentuk asam-asam amino, kemudian terangkai sedemikian rupa menjadi protein. Sebagian menjadi cetak biru dalam bentuk RNA, lalu jadilah sel – sel awal yang berjenis pro-karyotik. Seraya menghasilkan oksigen dalam proses fotosintesis dan respirasinya. Ini yang bikin bingung ...
Apa kebetulan molekul jadi nitrogen basa, lalu kebetulan ngumpul jadi asam amino, kebetulan pula jadi potein dan kebetulan bisa merangkai RNA yang kompleks ?. Rasanya terlalu naif jika menggunakan teori kebetulan. Karena jikapun iya, kok kebetulan bisa terjadi begitu masif di seluruh dunia, sehingga atmosfir dipenuhi oleh oksigen. Pada momen 3,8 milyar tahun itu, layaknya ada sebuah tombol yang ditekan bersamaan, dan sel prokaryotik tiba tiba saja mengalami peledakan populasi. Kunci awalnya adalah bagaimana asam amino terbentuk. Tanpanya tak akan ada protein, lalu sel pun tak punya building-block nya yang paling elementer. Hasilnya tak pernah ada kehidupan di muka bumi ini. Jadi wajar, saat perburuan kejadian asam amino ini menjadi sangat signifikan, sekaligus krusial di wilayah bio-kimia.
Percobaan Miller-Urey di tahun 50 an, nampak memberikan harapan. Dengan mengambil contoh atmosfir Jupiter yang dianggap identik dengan atmosfir bumi di masa lalu, yaitu gas methana CH4 dan amoniak NH3 . Dimasukan kedalam tabung yang diperciki pijaran listrik, sebagai simulasi sinar Ultra Violet dari halilintar. Setelah 3 hari asam amino terbentuk pada dinding bejana. Benggo! Tapi sayangnya, 20 tahun kemudian terbukti, bahwa atmosfir bumi tak sama dengan Jupiter. Bumi sangat pekat dengan Nitrogen, CO2, CO, dan sedikit H2O. Ya gagalah penemuan itu.
Dalam kebingungan itu, Carl Sagan ahli astrofisika dari Itchaka University New York, memberikan solusi sementara. Menurut Sagan, sumber asam amino dari meteor yang berupa gumpalan es ( ice-ball ). Selama 500 juta tahun pertama dari awal penciptaan 4,5 – 4,8 milyar tahun yang lalu, bumi dibombardir oleh meteor. Dimana es bawaannya perlahan membentuk samudera purba, dengan droping zat bawaannya dalam bentuk asam-asam amino. Proses lanjutan pembentukan protein, bisa jadi dalam gelembung lipid, sehingga pengaruh dari luar bisa diminimalisir. Jujur, pandangan ini mengandung banyak keraguan. Termasuk penulis sendiri, dengan dasar pemikiran …
Secara akal dan keilmuan, probabilitas rangkaian asam amino yang renik, dalam gelembung buih lipid, di samudera yang begitu luas, rasanya kecil sekali. Mungkin hanya bersifat sporadis, tidak mungkin bersifat abundance dan serempak. Jadi balik lagi ke teori kebetulan. Intinya harus ada mekanisme lain, dimana angka probabilitasnya harus diperbesar.
Sampai di awal abad 21 kemaren ....
Dalam kegelapan laut dalam, tanpa cahaya matahari, di sana ada lubang-lubang ventilasi magmatik. Tempat lava keluar, seperti kawah gunung kecil didasar samudera. Sekalipun gelap gulita, namun airnya hangat, bahkan bisa mencapai 600 derajat. Para ahli menemukan bahwa, di tempat yang gelap tanpa sinar matahari, serta tekanan air yang sedemikian tinggi sekalipun, ternyata kehidupan bisa tumbuh dan berkembang
Well ....
Mengapa tidak kita coba, persis seperti yang dilakukan oleh Miller Urey, namun dengan kondisi yang disesuaikan ulang. Lalu di dalam lab simulasi dilakukan. Di Lab Downtown Abbey Inggris, dalam tabung emas tahan tekanan, dimasukan bahan-bahan dasarnya, yaitu molekul yang terdapat di atmosfir purba bumi, yang direndam dalam air, lalu diberi panas serta tekanan. Persis seperti lingkungan disekitar ventilasi magmatik di dasar samudera purba bumi. Hasilnya ternyata .... nihil, theres nothing happened ... he he Siaaauulll ... demikian gerutu para ahli, padahal udah optimis buanget dah. Tapi hasilnya nihil, bener bener bikin pengen garuk garuk kepala botak sang profesor.
Sampai, tersadar, ada ramuan yang belum dimasukan, yaitu batuan tempat mereka tumbuh. Lalu batuan digerus dijadikan tepung, lalu dimasukan kedalam bejana tekan. Percobaan dimulai lagi dari awal .... hasilnya mencengangkan. Bahan organik, asam amino, bahkan rangkaian RNA bisa terbentuk !!!. Ahaaa ... Eureka !!!, amazing !!!. zat organik bisa terbentuk saat batuan mineral dimasukan ... tapi bagaimana hal ini bisa terjadi ? . Logikanya bagaimana ?
Okay ... mari kita periksa sama sama.
Batuan yang dijadikan tepung, sesungguhnya melimpah dibumi ini. Yaitu hasil dari penggerusan permukaan bumi oleh air, angin, dsb. Mereka terkumpul yang membentuk lapisan sedimen, sebagai bahan yang paling halus. Saat zat ini bercampur dengan air, mereka berubah menjadi lumpur berwarna gelap, alias tanah lempung. ( gambar 1 ) Tanah lempung secara molekular ternyata berupa lembaran-lembaran atau sheet dengan rongga yang diisi air diantaranya. Lembaran yang mengandung silikon oksida, gantian dengan lembaran yang mengandung aluminium oksida. Kadang jumlahnya sama, alias 1 : 1, atau 2 silikon dan 1 aluminium alias 2 : 1. Aluminium dan silikon, sama sama bersifat elektro-positip ( ion positip ), serta sama sama konduktor panas yang baik. ( gambar 2 ).
Gas-gas di atmosfir tadi, terperangkap diantara lembaran-lembaran ini. Namun satu hal yang pasti, bahwa setiap senyawa baru, mempunyai “permukaan” sebagai jangkar, untuk tumbuh dan lalu saling mengait, seraya membentuk untaian baru. ( gambar 3 ). Peter Coveney dari University College London membuat simulasi dengan super komputer, sehingga bisa memonitor secara detail setiap proses dan kejadian pada level molekular yang ada dalam tumpukan lembar lembar tadi. Jadi jika dalam pandangan awal, environment tertutup itu dalam gelembung lipid. Namun dengan cara ini terdapat dalam rongga diantara dua lembaran pembentuk tanah lempung. Lapisan ini bukan hanya alat untuk saling terkait, namun ikut serta dalam seluruh prosesnya. Tanah lempung ini menjadi bagian dari keseluruhannya. ( gambar 4 ).
Bukan hanya asam amino, bahkan RNA awal juga mampu dibentuk. Akibatnya bentuk kehidupan mampu mereplika dirinya dengan persis. Walaupun kita juga harus maphum bahwa RNA saat itu, jauh lebih sederhana dibanding mahluk yang hidup saat ini. Tapi dengan adanya RNA, maka bakteri ber sel tunggal prekaryotik mulai berkembang dengan pesat. ( gambar 5 ). Mereka melakukan proses fotosintesa, mengambil CO2 dari artmosfir, dan melepas O2 ke atmosfir, yang tiba tiba saja menjadi kaya oksigen, dan mengoksidasi molekul besi sehingga mulai berkarat.
Selama 2,5 milyar tahun mereka mengisi atmosfir kita dengan oksigen, seraya mempersiapkan bentuk kehidupan baru, sel-sel eukaryotik dengan benang double helix DNA didalamnya, sehingga lebih stabil. Pada 540 juta tahun yang lalu, terjadi ledakan spesies pada fase cambrium. Sel-sel tunggal ini berubah menjadi ribuan jenis mahluk multi-selular pertama di muka bumi. Diantaranya yang paling tua adalah trilobits. Binatang sebesar kuku, namun untuk pertama kalinya mahluk mempunyai “shield” sebuah tameng kuat untuk pertahanan diri.
Muncul bentuk kehidupan diair dalam bentuk ikan atau pisces, lalu amfibi, reptilia, aves alias burung, dan 65 juta tahun yang lalu muncul spesies mamalia. Dari sini spesies naik dalam derajat kompleksitasnya. Yang berakhir di primata, dimana puncak kompleksitas mahluk, kita namakan sebagai homo sapiens-sapiens, alias kita sang manusia.
Well ...
Sekali lagi, ilmu dan agama bisa dengan indah saling menerangkan. Mereka berpasangan secara komplementerian. Tinggal menunggu waktu buat dikawinin saja. ... Namun lebih sering ilmu dan agama , layaknya jomlo, yang hidup sendiri-sendiri. Seraya mengedepankan dikotomi dengan argumentasi cocokologi. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah proses alienasi. Mirip diri-diri yang tak sadar tengah mengasingkan dirinya sendiri ... hhhh.