Monday, December 02, 2019

Butiran bintang di langit



Pancasila adalah sesuatu yang universal. Di dalamnya ada cinta. Cinta tidak bersarat. Cinta untuk berbagi.  Bersatunya hati karena sebuah hakikat untuk saling melengkapi diantara banyak perbedaan. Diatas banyak perbedaan itu syariat diperlukan agar sempurna. Begitu katamu. Aku bisa terima sebagai sebuah filsafat bahwa ketidak sempurnaan lahir dari pikiran dan niat namun kenyataan memaksa orang harus berdamai , bahwa kesempurnaan itu tidak akan pernah tercapai. Semua orang seperti menatap ujung langit, semua orang ingin menggapainya. Tetapi tidak ada satupun orang bisa mencapainya. Tidak ada orang yang bisa melewati bayangannya sendiri, ya kan.

Pancasila lahir dari orang orang yang ikhlas dalam kalah. Beratus tahun dalam kelam dan berharap senoktah cahaya menggapai bintang. Di sana ada lima butir bintang berkilau. Butir pertama adalah Tuhan yang Maha tinggi diatas singgasana Nya. Butir kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Butir ketiga adalah satu dipersatukan. Butir keempat adalah demokrasi atas dasar musyawarah mufakat dan butir kelima adalah keadilan sosial. Ke lima bintang itu terlalu tinggi untuk digapai. Katamu. Mengapa ? karena ke lima itu adalah produk cinta dari Tuhan. 

Mungkin sebagai sebuah doa , lima butir bintang itu tepatlah. Tetapi sebagai sebuah prinsip, berdamailah. Mengapa, sayang? Ke lima bintang itu harus berhadapan dengan realitas uang yang diukur dari premi CDS. Laut, hutan dan hasil bumi harus dikemas dalam  bentuk feasibility study untuk menghasil uang lewat bank dan bursa SBN dan obligasi korporasi. Jutaan rakyat, ASN, tentara dan polisi  perlu dibayar dari pajak orang kaya. Para politisi dan pejabat negara perlu tegas dan tega demi economy growth agar tidak terjadi chaos sosial. Walau karena itu bintang kelima terus berkedip kedip, dan mungkin akan pudar ditelan malam, yang semakin kelam.

Semua orang mencari cinta. Diantara gudang, rumah tua terdengar cerita anak kapal. Tiang serta temali layar terkembang. Kapal tidak berlaut. Kandas di dermaga sepi. Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang. Menyinggung muram, desir hari lari berenang, menuju  pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur, tak ada irama ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat di jalan. Namun hanya berharap tak berujung.  Dan di dermaga itu kutatap bintang kelima itu, aku bertapakur dalam kerendahan hati, selalu.

Mataku nanar menatap bintang kelima yang berkedip kedip. Sedu penghabisan bisa terdekap. Walau jalan itu tak jua tergapai diantara pulau tak terbilang. Aku tetap percaya, walau itu hanya sebatas doa yang entah kapan akan tertunaikan. Bahwa hidup bukanlah mencapai tetapi bagaimana kita bisa melewatinya untuk berdamai dengan kenyataan, sepanjang waktu. Itulah kehendak Tuhan dengan hadirnya Pancasila. Ia sebagai pengingat bahwa kita negeri religius yang harus terus menghidupkan Tuhan dalam diri kita, dalam situasi apapun, walau kadang realitas tidak ramah. 

Ahok , 212 in memoriam

Saya bersama istri datang pada aksi 212 tahun 2016. Istri saya sempat keberatan untuk hadir. “ Saya engga mau diam saja ketika presiden yang saya pilih secara langsung di kroyok rame rame. Mereka bebas datang karena alasan demokrasi, saya juga bebas datang karena alasan demokrasi. Walau mereka bilang ini soal Ahok, tetapi tidak perlu orang pintar untuk tahu bahwa targetnya adalah Jokowi. Ahok hanya antara saja. Andaikan hal buruk yang terjadi, kita harus ambil bagian berjuang membela Jokowi. Bukan hanya jadi penonton. Kalau kamu engga mau ikut, ya aku datang sendiri.” Kata saya. Istri saya langsung semangat ikut.

Kendaraan diparkir di Hotel Milennium. Dari jalan Kebon Sirih, kami jalan kaki ke Monas. Tetapi karena massa begitu banyaknya sangat sulit untuk mendekati daerah Monas. Kami memilih jalan ke arah Abdul Muis untuk menuju Juanda. Berharap dari arah Jalan Juanda kami bisa masuk ke Monas lewat samping Gedung Binagraha. Tetapi di samping jalan Binagraha sudah dipenuhi orang. Belum sampai di Monas, hujan datang. Saya putuskan untuk mundur kembali ke Jalan Juanda. Kami masuk ke cafe Happy yang kebetulan di dalam cafe itu orang sedang ramai nonton TV acara live aksi 212.

Di dalam cafe itu, sebagian besar adalah orang yang ikut aksi 212. Suasana ramai sekali. Terdengar mereka membicarakan banyak hal tentang Ahok. Tentu yang dibicarakan kebencian terhadap Ahok, dan Jokowi. Saya hampir tidak percaya. Mengapa sebegitunya mereka benci Ahok dan Jokowi. Padahal ini hanya masalah politik. Tetapi kebencian mereka sangat personal sekali. Mereka tidak mengenal secara pribadi siapa itu Ahok dan Jokowi. Tidak pernah menatap mata Jokowi ketika berbicara. Tetapi mereka telah menjadi hakim terhadap Ahok dan Jokowi.

Di samping table kami ada Polisi.
“Lagi tugas pak ? tegur saya.
“Ya.Kami bertugas menjaga keamanan di ring luar Pak.”
“Massa yang datang besar sekali. Apakah aman aman saja pak ? Kata saya.
“ Ah, itu sebagian besar massa dari NU. Mereka datang mengawal Jokowi. Pasti aman lah. “Kata Polisi itu tersenyum ringan. “ Bapak ikut aksi ?“ Tanya polisi itu.
“ Engga. Saya sama dengan massa NU. Kawal Jokowi”
“ Pada akhirnya orang yang dihina dan direndahkan secara personal akan diangkat Tuhan dan dimuliakan Tuhan. Sementara orang yang merendahkannya itu akan dihinakan oleh Tuhan. Kita liat aja nanti.” Kata saya kepada istri. Polisi itu nampak tersenyum ke arah saya.

Ahok sudah kalah di Pilkada DKI, diapun masuk penjara. Ketika dia menggugat istrinya cerai. Kembali Ahok di bully. Yang mem bully bukan hanya orang dari awal membencinya tetapi juga orang yang tadinya mendukungnya. Istri saya sempat nyeletuk. “ Mengapa orang menghakimi Ahok. Ini masalah pribadinya. Engga perlu lah di bicarakan. Itu aib orang lain. “

“ Ahok itu pablik pigur. Memang tempat pujian dan kebencian. Memang tabiat buruk, gampang jatuh cinta, gampang pula membenci. Sepertinya antara cinta dan benci itu jaraknya tipis sekali." Kata saya.

Waktu Ahok diangkat jadi Komisaris utama Pertamina, istri saya berkata “ Benar yang papa sampaikan tempo hari. Ahok yang dihina dan di fitnah, akhirnya diangkat derajatnya oleh Tuhan. Diberi tempat terhormat sebagai Komisaris utama. Dapat ganti istri yang lebih cantik dan lebih muda. Sementara yang menghina dan merendahkannya, terlempar keluar negeri karena kasus yang merendahkan dirinya sendiri.

“ Ya benar ma. Tapi ingat, kehebatan Ahok itu, bukan karena dia tahan dihina dan difitnah tetapi karena dia sabar, tidak membalas hinaan dan fitnah itu. Dia serahkan semua kepada Tuhan, dan melewati hari harinya dengan doa, tanpa prasangka buruk kepada siapapun. Itulah mengapa Tuhan angkat derajatnya. Tetapi kalau dia balas hujatan dengan hujatan. Fitnah dengan fitnah juga, maka jangankan kemuliaan, kemenangan pasti jauh dan mungkin lebih hina dari orang yang menghina dan memfitnahnya.” Kata saya.

Hari ini desember 2019, tiga tahun lalu Ahok dihujat dan dihina. Kini Tuhan menepati janjinya. Ahok tidak kehilangan apapun, bahkan justru mendapatkan lebih dari apa yang pernah dia mimpikan. Hikmahnya ? kalau anda dihina dan difitnah, abaikan saja. Perkuat sabar dan berdoa kepada Tuhan. Tuhan akan angkat derajat anda. Pada akhirnya semua akan indah pada waktunya.

Saturday, November 30, 2019

Sertifikasi Halal

Teman saya pengusaha Makanan kemasan bingung. Apa pasal. Sejak Undang-Undang (UU) No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Maka semua makanan dan minuman wajib punya sertifikasi halal. Yang jadi masalah adalah sampai sekarang belum jelas tarif biaya pengurusan sertifikasi halal itu. Walau aturan sertifikasi halal itu sudah ada Peraturan menteri agama, namun ketentuan mengenai tarif harus datang dari Menteri Keuangan. Disamping itu, adalagi masalah, gimana dengan UMKM? Apakah diwajibkan juga bayar. Kalau bayar kan keterlaluan. Katanya bela rakyat kecil, ini kok malah meres.

Nah berikutnya, gimana prosedur dapatkan sertifikasi halal itu?. Kalau semua harus dengan cara manual : pendaftaran, verifikasi, pemeriksaan dan pengujian produk, sidang fatwa, dan terakhir penerbitan sertifikat halal. Dia yakin UU No. 33/2014 itu berpotensi besar menghambat produksi. Engga ada bedanya dengan sertifikat AMDAL. Bayangin aja ada jutaan unit usaha makan dan minuman. Emang ada berapa pegawai Menag ? Belum lagi, walau MUI tidak lagi terlibat secara resmi dalam sertifikasi halal namun MUI bagian dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Emang ada berapa banyak petugas MUI? Bukan tidak mungkin biar cepat selesai urusan, pelaku usaha sogok tuh petugas. Kan jadi modus korup tuh aturan.

Padahal pemerintah sedang giat giatnya memajukan sektor produksi. Kata teman. Saya hanya tersenyum mendengar keluhannnya. Menurut saya, sertifikasi halal itu seyogianya dikeluarkan dengan prinsip self judgement dari pelaku usaha yang terkena aturan serfikasi halal. Jadi pelaku usaha cukup mengisi formulir secara online kepada BPJPH. Sistem aplikasi secara online didukung database yang smart. Sehingga secara otomatis bisa memastikan bahwa produk itu masuk katagori halal atau haram. Dalam sertifikat halal itu ada disclaimer bahwa semua informasi yang disampaikan adalah benar. Apabila terbukti dikemudian hari tidak benar maka dikenakan sanksi pidana.

Apalagi halal atau haram itu sebetulnya dalan KUHAP, lebih kepada delik aduan. Kalau masyarakat sebagai konsumen bisa membuktikan secara tekhnis bahwa produk tersebut tidak halal menurut syariat islam ya konsumen bisa melaporkan ke polisi. Dan produsen punya hak membela diri dipengadilan. Kalau memang terbukti salah tidak sesuai dengan sertifikat halal , ya itu bisa kena pasal penipuan.

Artinya soal halal haram ini lebih kepada attitude. Produsen harus menghormati orang islam sebagai konsumen yang harus patuh kepada ajaran agamanya. Kalau memang haram, ya sampaikan itu haram. Jadi engga perlu pakai sertifikat halal segala. Belum tentu pula orang islam tidak akan membeli produk yang tidak ada sertifikat halalnya. Sebaliknya belum tentu pula orang islam akan berbondong bondong beli produk yang ada sertifikat halal. Jadi, kembalikan saja kepada publik dan negara awasi dengan baik. Jangan semua dibikin ribet. Apalagi membiarkan aksi sweeping produk halal. Bisa bisa orang takut produksi. Kan repot jadinya.

Berdamai dengan kenyataan


Tahun 1989 saya di fitnah mitra saya, sehingga saya kena kasus hukum. Ketika masalah selesai dan saya menang di pengadilan , pabrik kertas saya diambil oleh mitra saya secara hostile. Pihak bank terlibat memaksa saya melepas pabrik tersebut dengan alasan saya sudah bangkrut. Saya tersingkir dalam keadaan bangkrut. Tetapi ibu saya menasehati saya. Jangan ada kebencianmu karena personal. Cukup sebatas perbuatannya saja. Mengapa ? Itu bukan antara kamu dengan mitramu tapi antara kamu dengan Tuhan. Apa hikmahnya? agar kamu bisa dewasa dengan pengalaman. Setelah itu kamu akan naik kelas.

Mengapa ? rasa marah, kecewa bisa karena berbagai sebab. Tapi intinya kita tidak bisa menerima kenyataan. Kita selalu melihat keluar dan menilainya seperti kita mau. Yang jadi masalah adalah karena itu, kita selalu berpikir negatif terhadap seseorang secara personal, dampaknya secara pribadi kita tidak akan pernah bisa bersikap positip terhadap diri kita sendiri. Perhatikan hukum alam, kalau anda ingin tanam jagung, tentu bibitnya tidak padi. Harus jagung juga. Artinya kalau pikiran anda selalu negatif secara personal terhadap seseorang, hasilnya engga mungkin positip terhadap anda. Pasti negatif.

Berikutnya, ibu saya menasehati, kalau kamu terus mengutuk kegagalan dan rasa kecewa, kamu tidak akan bisa melewati kegagalan dan menghapus rasa kecewa terhadap perbuatan seseorang. Karenanya kamu tidak bisa berharap kamu bisa jadi pemenang. Tanpa kamu sadari bila setiap hari kamu merasa puas membenci mitramu secara personal, itu sebetulnya kamu sedang berdoa hal yang buruk terhadap dirimu sendiri melalui kata kata dan pikiranmu. Kadang musuh tidak perlu mengalahkan mu, tetapi kamu sendirlah yang membuat kamu kalah. Itu karena prasangka buruk.

Jadi, nak berhentilah menilai buruk orang secara personal karena berbagai sebab. Apalagi sampai membuka aibnya. Kecewa itu manusiawi. Marah itu manusiawi. Mengeluh juga manusiawi. Tetapi cukuplah sebatas perbuatannya saja, agar kamu bisa belajar dari itu. Setelah itu, maafkan dan lupakan. Dengan itu kamu sedang membangun jalan emas menuju kemenangan. Kemenangan di hadapan Tuhan, tentunya.

Bertahun tahun saya berusaha bangkit lagi. Waktu itu usia saya baru 27 tahun. Tuhan ingin saya naik kelas dan karena itu saya harus melewati jalan sulit. Tahun 2016 atau 26 tahun kemudian , teman itu datang ke saya untuk menjual pabrik yang sudah hampir 12 tahun bangkrut. Tak lupa dia minta maaf atas sikapnya dulu. Tanah pabrik itu 14 hektar. Tadinya tidak ada nilai tetapi kini tanah itu bernilai karena peruntukannya tidak lagi untuk pabrik tetapi hunian dan perhotelan.” Saya jual seharga USD 1 “ katanya.
“ Mengapa semurah itu “
“ Itu harga yang pantas untuk menebus kesalahan saya dan harga maaf dari kamu.” Katanya. Saya terharu. Tuhan , butuh lebih 20 tahun untuk saya mengetahui rahasia di balik keikhlasan ketika di zolimi. Andaikan dulu saya umpat dia dengan kata kata kasar dan saya tebarkan cerita kecurangannya kepada orang lain, atau saya gugat ke pengadilan perdata, tentu dia akan menaruh dendam kepada saya dan tidak mungkin kembali kesaya.

Saya rangkul teman saya itu. Kami akan lalui kebersamaan ini bukan siapa yang harus membayar tapi memang semua orang bisa saja berbuat salah. Tidak ada manusia yang sempurna. Memaafkan itu indah, menentramkan dan selalu menang.

Saturday, November 16, 2019

konsepsi beragama.

Dari kecil saya sudah belajar mengaji dari guru ngaji. Di rumah saya belajar ilmu hikmah dari Ibu saya. Saya bersyukur karena ibu saya lulusan pondok pesantren moderat ( Diniyah Putri). Jadi dia paham bagaimana menjelaskan makna tersurat dan tersirat dari setiap Firman Allah yang ada dalam Al Quran. Cara ibu saya menyampaikannya selalu dengan cerita yang menggiring logika saya terpancing untuk berpikir. Buku bacaan saya yang terdapat di rak buku, sebagian besar buku Agama. Sampai sekarang kalau saya bertemu ibu saya, selalu saya gunakan kesempatan membahas buku yang telah saya baca.

Kitab Suci itu dipercaya merupakan firman Tuhan. Kalau kita pelajari dengan seksama. Kita akan kagum akan kehebatan Tuhan mendidik kita untuk berakhlak yang baik. Coba perhatikan. Kebaikan dan keburukan itu disampaikan dalam bentuk kisah kaum sebelum kita. Ada kisah para nabi dan rasul, ada pula kisah tentang para pendurhaka, seperti Qarun, Firaun, serta umat atau kaum lainnya. Dari keseluruhan surah Alquran, maka ada 35 surah yang memuat kisah sejarah, jumlah ayatnya lebih kurang 1600 ayat dari keseluruhan ayat Alquran yang berjumlah 6342 ayat. Atau 1/3 isi Al Quran adalah kisah masa lalu. Cara Al Quran mendidik memang mudah dan tidak rumit. Siapa yang engga paham cerita. ? Semua mudah paham dipahami. Tetapi mengapa berbeda persepsi  tentang agama?

***

Persepsi beragama
Revolusi kebudayaan di China itu sebenarnya revolusi perubahan mental orang China. Maklum budaya China itu semua dipengaruhi oleh agama. Sikap mental mereka dipengaruhi oleh patron mereka. Akibatnya hilang daya kritis dan hilang akal sehat. Mereka mudah dimanfaatkan untuk tujuan politik. Yang lebih miris adalah mereka yang memanfaatkan ini adalah kaum feodal. Kaum terpelajar yang ingin hidup senang diatas kebodohan orang awam. Ya penjajahan secara intelektual melalui transendental. Mao sebagai bapak China, punya mimpi lompatan china jauh kedepan. Dan itu hanya bisa terealisir apabila ada perubahan budaya. Revolusi kebudayaan adalah jawabannya.

Sebetulnya jauh sebelumnya, Wang Tai Yu ulama ulama besar dan juga intelektual islam di China abad 17, telah melakukan hal yang sama. Dia tidak melalui revolusi yang bau amis darah tetapi melalui cinta. Sebelum abad 17, para ulama besar China menulis buku berisi tentang “bagaimana memahami syariat Islam”. Komunitas Islam di CHina tumbuh seperti itu. Wang menangkap bahaya untuk eksitensi Islam bagi tujuan kemajuan peradaban. Karena itulah dia terpanggil menulis.

Tulisan Wang tersebut mengubah prakonsepsi - prakonsepsi tentang Islam. Kehebatan Wang dalam menyapaikan ajaran islam itu, dia tidak sama sekali menghilangkan ajaran konfusian, namun dia menyebut dengan Neo Konfusian. Cara dia menyampaikan ajaran itu tidak menggunakan bahasa arab tapi menggunakan padanan bahasa yang ada pada konfusiasisme, taoisme dan budhisme. Tradisi China yang memang tidak melanggar Tauhid ya tidak dihapus atau tidak dikatakan bidaah. Dan kalaupun dinilai melanggar Tauhid maka diluruskan dengan modifikasi yang tetap tidak menghilangkan tradisi China.

Wang memperkenalkan, bagaimana Islam bisa melahirkan semangat kemandirian di tengah masyarakat. Bagaimana mentranformasi dari masyarakat yang nrimo, apatis , pesimis, korup menjadi masyarakat yang progressive, passion, berikhsan. Namun pemikiran Wang ini tidak seutuhnya diterima. Karena kaum feodal yang sudah nyaman dengan budaya menjajah menolak. Kemudian revolusi kebudayaan datang. Orang china khususnya rakyat jelata tidak marah ketika Partai komunis membuat begitu banyak restriksi dalam tradisi beragama. Karena itu sejalan dengan pemikiran Wang Tai Yu. Beragama dengan hakikat bukan syariat.

Dalam konteks transedental sebetulnya hakikat manusia itu bukan raga tapi Ruh. Artinya agama itu dimaknai dari sisi kejiwaan, bukan materi sebagai ukuran. Gordon W. Allport sang akhli psikologi punya pendapat, bahwa agama dipandang sebagai 'comprehensive commitment' dan 'driving integrating motive', yang mengatur seluruh hidup seseorang secara kejiwaan. Artinya, Agama diterima sebagai faktor pemadu (unifying factor), menunjang kesehatan jiwa dan kedamaian masyarakat.

Tapi kalau memandang agama sebagai something to use but not to live. Orang berpaling kepada Tuhan, tetapi tidak berpaling dari dirinya sendiri. Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain: kebutuhan akan status, rasa aman atau harga diri. Orang yang beragama dengan cara ini, melaksanakan bentuk-bentuk luar dari agama. Ia puasa ,Sholat, naik haji dsb, tetapi tidak di dalamnya. Imam Al-Ghazali, menyatakan bahwa beragama seperti ini adalah beragama yang ghurur (tertipu). Tertipu, karena dikira sudah beragama, ternyata belum. Tidak akan melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang. Sebaliknya, kebencian, iri hati, dan fitnah, masih tetap akan berlangsung.

Dalam bukunya Wang menyebut Allah itu, Ch'ing- Chen Chiao atau yang suci dan sejati. Mereka tidak membaca AL Quran tapi buku yang ditulis ulama China mereka baca dan pahami. Mereka tidak perlu pertanyakan apakah tafsir itu benar atau salah. Selagi tidak bertentangan dengan nilai nilai kemanusiaan, itu dianggap sudah benar. Ya, Agama selain bagai elang yang terbang dengan idealisme spiritual yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan pribadi, tetapi juga membumi bagai induk ayam yang terlibat secara etis pragmatis dalam keseharian. Paham neo konfusian itu sebagai lampu rakyat China bagaimana mereka membangun peradaban. Mereka hebat dan mudah dipersatukan karena cinta.

***

Kalau orang beragama karena rasa takut, tetapi saya beragama karena cinta. Katanya persepsi saya ini bertumpu kepada konsep tasauf. Misal, konsep tentang Sorga dan Neraka dalam dimensi ruang dan waktu, adalah konsep yang tidak pernah saya maknai seperti fantasi awam. Mengapa? konsep sorga dan neraka itu konsep paling terbelakang dalam beragama. Secara metodik, konsep sorga neraka ini lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Sangat mudah membuat orang terjangkit wabah ‘neurosis’; hidup dalam fatamorgana, ingin mati sahid agar dapat sorga dengan cara mudah. Lemah etos kerja, lemah berkompetisi. Dampak lebih buruk adalah kehilangan kemuliaan dia sebagai manusia, mahluk berakal, yang punya kebebasan berpikir dan hati.

Jadi bagaimana seharusnya konsep sorga neraka nitu? Konsep sorga neraka itu bukanlah “tempat”. Tetapi itu dipahami sebagai “kondisi”, dan itu bukan hanya di akhirat tetapi juga di dunia. Apa itu? Sorga itu di mana kondisi kita sangat dekat dengan Tuhan. Kondisi yang selalu prasangka baik dan berpikir dan berbuat hal yang positip. Karenanya, hidup kita jadi nyaman dan aman. Apapun nasip kita. Sedangkan neraka itu dimana kondisi kita sangat jauh dengan Tuhan. Selalu berprasangka buruk. Berpikir dan bersikap serta berbuat hal yang negatif. Ya, semua hal dibuat negatif. Memang faktanya secara kejiwaan, apapun entah kaya atau miskin, terpelajar atau bodoh, tetap tidak nyaman apabila jauh dari Tuhan.

Nah, bila di dunia sudah menemukan sorga, hidup bahagia lahir batin, penuh ikhlas maka dalam kehidupan dimensi akhirat akan sama saja. Soal “tempat” engga penting lagi. Begitupula bila di dunia merasakan neraka, maka di akhirat tidak akan jauh beda. Karena perpindahan dari dunia ke akhirat hanyalah perubahan dimensi ruang waktu. Sementara Tuhan, Sang Pencipta kan tidak berubah. Tuhan tetap dan abadi dalam ujudnya yang tak terdefinisikan. Cara terbaik dan mudah melatih menciptakan sorga, ya di rumah tangga. Menikahlah. Kalau bahagia, maka separuh sorga sudah ditangan kita. Selebihnya bagaimana kita bisa berguna bagi orang banyak.

Tapi apakah pengetahuan agama yang saya pelajari sejak ABG membuat saya puas dan merasa hebat? Tidak. Saya masih terus belajar. Tapi apakah saya meragukan semua firman Tuhan itu? Tidak. Al Gazhali adalah manusia religius yang autentik. Dia percaya pada wahyu, dia menghormati Nabi dan Kitab, dia setia kepada syariah, tetapi tidak merasakan kehadiran Allah secara jelas. Gazhali tiba tiba mengalami krisis ruhani, dan pergi kepengasingan. Dari sinilah terjadi transformasi kejiwaan, dari mendekati Allah karena dorongan rasa takut berubah menjadi Cinta.

Gazhali menyatakan bahwa para ulama itu benar, tetapi para Sufi lebih benar lagi :Hukum adalah Hukum dan Anda harus mengikutinya, tetapi Anda tidak bisa mencapai Allah dengan mempelajari Al Quran dan ritual semata. Anda perlu membuka hati, dan hanya para sufi yang tahu cara membuka hati untuk menebalkan nilai nilai kemanusiaan, dalam cinta dan kasih sayang. Karena itulah Gazhali menulis buku yang berjudul ‘Kimia Kebahagiaan “( Kimiyaat AL –Saadat) dan “ Kebangkitan Ilmu Agama ( Ihya Ulumiddin). Dalam dua buku ini , dia menempa perpaduan antara teologi ortodoks dengan terekat, metode sufi untuk menyatu dengan Allah. Gazhali menciptakan sebuah tempat bagi mistissme dalam kerangka islam ortodoks dan dengan demikian membuat tasauf menjadi terhomat. Begitulah agama yang saya pahami sampai kini.

Tuesday, November 12, 2019

Majelis Ulama Indonesia


Pada 26 Juli 1975 atau tanggal 7 Rajab 1395 H, di Jakarta., berdirilah MUI. Pedirian ini diawali dengan lahirnya “PIAGAM BERDIRINYA MUI”. Piagam ini merupakan kesepakatan para ulama, yang terdiri dari dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’lau Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Niat Soeharto, membentuk MUI tak lain agar kekuatan islam berdasarkan patron itu bisa dikondisikan secara politik seprti maunya Soeharto. Karena Soeharto paham sekali bahwa umat islam itu sangat tergantung dengan patron atau tokoh ulama. Kalau semua ulama ditempatkan dalam barisan yang sama, dan mengarah ke tujuan yang sama sesuai kehendak penguasa, maka stabilitas politik lebih mudah dikendalikan. Wacana yang sensitif tentang agama islam, mudah diredam. Sehingga tidak berdampak pada terganggunya stabilitas politik.

Setelah reformasi, Gus Dur sebagai presiden, mengeluarkan pos pembiayaan MUI dari APBN. Alasan Gus Dur sederhana saja. Agar Ulama bisa mandiri menyelesaikan rumah tangganya dan karena itu tidak perlu tergantung pemerintah dan MUI tidak perlu pula harus loyal kepada politik pemerintah. focus ke umat saja. Tetapi MUI tetap punya sumber pendapatan dari uang sertifikasi halal, dan donasi dari perbankan syariah lewat Dewan Syariah Nasional. Era SBY, kembali MUI dapat dana dari APBN berupa bansos, besarnya Rp. 3 miliar setahun sampai sekarang. Dengan demikian secara tidak langsung menteri agama punya akses mengendalikan MUI.

Secara organisasi MUI itu punya alat organisasi yang sama dengan Yayasan pada umumnya. Perbedaanya adalah, dalam MUI keputusan itu diambil secara kolektif. Jadi kedudukan pimpinan MUI itu hanya bersifat administrasi. Di era Jokowi, peran sertifikasi halal diambil alih oleh pemerintah. MUI meggugat ke MK atas adanya UU yang mencabut otoritas MUI mengeluarkan label sertifikasi Halal. Jadi saat sekarang sumber pendapatan MUI hanya dari APBN dan donasi  perbankan syariah. Tentu ini sangat memukul MUI. Tapi apa sih sebetulnya fungsi MUI itu? Kalau liat dari misi organisasi, fungsi MUI adalah sebagai tempat atau wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami.

Dengan fungsi MUI tersebut maka akan sangat mudah MUI terseret dalam arus politik praktis, setidaknya dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para politisi untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat. Itu pernah dibuktikan waktu Pilkada DKI. Dengan adanya “ pernyataan Pendapat dan sikap keagamaan MUI” Ahok yang tingkat elektabilitas tinggi, kalah dalam Pilkada. Mengapa ? menurut MUI, Pendapat dan sikap keagamaan itu lebih tinggi hukumnya daripada Fatwa. Karena itulah orang awam agama takut melanggarnya. Padahal apapun dalihnya, pendapat dan sikap keagamaan itu adalah produk politik. ya MUI berpolitik.

Dalam islam, Fatwa ulama bukanlah hukum yang harus ditaati, seperti rukun islam. Fatwa itu hanya tuntunan umat untuk menentukan sikap. Mengapa ? karena manusia dihukum sendiri sendiri di hadapan Tuhan. Tida bisa ngeles karena salah mengikuti ulama. Manusia diberi akal dan hati untuk menimbang salah benar. Nabi bersabda “ Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” Jadi saran saya, apapun sikap MUI engga usah ditanggapi berlebihan. Bawa santai saja. Kalau cocok , ya ikuti, engga cocok, ya lewatkan saja. Toh ulama juga manusia, yang pasti tidak sempurna.

***
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam dan para pemangku kebijakan atau pejabat untuk menghindari pengucapan salam dari agama lain saat membuka acara resmi. Imbauan tersebut termaktub dalam surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin. Dalam surat itu, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam.

Ada kisah Zaman Rasulullah dimuat dalam shohih Bukhori dan shohih Muslim. Rombongan kecil pasukan islam beristirahat pada suatu tempat. Pemimpin kaum ditempat itu terkena sengatan hewan. Mereka meminta pasukan islam meruqyah ( doa) agar sembuh. Pemimpin kaum itu tidak beragama islam. Karenanya mereka minta imbalan atas doa itu. Pemimpin kaum itu setuju memberi imbalan kambing. Benarlah, setelah di ruqiyah, penyakit karena sengatan itu sembuh. Namun mereka tidak langsung makan kambing itu sebelum mereka bertanya kepada Rasulullah. Apa jawaban Rasulullah? “ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya.”

Memang semua ulama sepakat tidak mendoakan musuh. Tetapi itu hanya musuh yang memerangi kita. Kalau musuh tidak memerangi kita, itupun tidak dilarang mendoakannya. Bahkan kita harus mendoakan agar dia berbaik hati kepada kita sesuai dengan jalan Tuhan. Ketika perang, Nabi dalam keadaan luka parah diminta agar mendoakan hal yang buruk kepada musuh, beliau malah berdoa “ “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Bukhori 3477).

Mengucapkan salam adalah doa. Bahwa kita beragama bukan untuk Tuhan. Sholat dan ibadahn kita hanya untuk kita, bukan untuk Allah, dan Allah tidak perlu dibela. Dia Maha berkuasa dan Maha Pengurus. Bahkan 10 kali kita mati dan dihidupkan kembali oleh Tuhan, dimana selama itupula kita beribadah, tidak akan bisa membalas kemuliaan dan agungan Allah. Ibadah kita hanya untuk kita. Agama tidak diturunkan Allah untuk Dia tapi untuk manusia. Artinya, kita mencintai Allah dengan cara kita mencintai makhluk ciptaanNYA. Mendoakan mereka yang berbeda dengan cara mengucapkan salam, adalah bagian dari akhlak mulia.

Kita memang berbeda namun satu dalam kemanusiaan. Begitulah maksud agama diturunkan Allah, agar semua manusia saling berbuat baik dan saling mendoakan. Soal hidayah, itu hak prerogatif Allah. Tugas kita hanyalah berbuat baik, walau hanya sebatas mengucapkan salam. Nah kalau mengucapkan salam kepada yang berbeda dilarang, lantas kebaikan apa yang kita tebarkan. Kalau yang sederhana saja kita sulit. Padahal kita sepakat bahwa islam itu rahmat bagi semesta. Semoga paham. Wallahu a'lam (والله أعلمُ)


Sunday, November 10, 2019

Radikalisme ?


Ada nitizen yang bertanya kepada saya “ Apa definisi radikal itu, dan siapa yang dimaksud radikal itu? Pertanyaan ini, bagi saya terkesan seakan sipenanya merasa tersinggung dengan istilah redikal, yang mencurigai umat islam. Apapun jawaban saya, tidak akan cukup mencerahkan dia bila dia sendiri merasa sudah paranoid terhadap orang yang berbeda. Yang memang kalau saya baca postingan dari penulis tergolong influencer di sosial media, terkesan mengejek pihak yang dimaksud radikal itu, walau di dalam tulisan itu tidak ada secara vulgar mengejek. Hanya memberikan gambaran bagaimana radikalisme merusak persatuan dan kesatuan negara seperti Libia, Siria, Yaman. Dan ini berharap jadi pelajaran bagi semua.

Sebelum kita membahas soal Radikalisme, sebaiknya saya jelaskan dulu definisi radikalisme. Radikalisme adalah terminologi untuk hal yang berhubungan dengan politik. Jadi kalau tidak ada hubunganya dengan politik , maka itu tidak bisa disebut dengan radikal. Apa tujuan politik nya ? adalah untuk melakukan perubahan dalam sistem politik. Gimana caranya ? bisa lewat demokrasi atau anti demokrasi. Yang jelas radikal itu menginginkan perubahan politik yang cepat dan ekstrim. Artinya radikal itu lebih kepada pola berpikir ( mindset ), bukan pada agama. Agama hanya dimanipulasi saja untuk tujuan politik.

Mengapa sampai istilah radikal itu ditujukan kepada golongan Islam? Itu tidak datang atas dasar paranoid. Faktor sejarah politik mendukung. Sejak Indonesia merdeka pemberontakan golongan islam kepada pemerintah pusat beberapa kali terjadi dan berhasil ditumpas. Sampai hari ini aksi teroris dilakukan oleh golongan yang mengaku beragama islam dan tujuannya politik. Kemudian narasi kotbah dari sebagian ustadz memang bernuansa politik. Walau apa yang mereka sampaikan itu bisa saja cocok dengan dalil yang diyakininya namun belum tentu sesuai dengan dalil orang lain yang juga beragama islam. Apalagi dengan orang yang tidak beragama islam.

Sebetulnya perbedaan dalam islam itu tidak bersifat prinsip. Hanya berkaitan dengan masalah khilafiah tentang muamalah. Misal soal pakaian, perbankan, ekonomi, pemerintahan, bersosial dan lainnya. Sikap dan pilihan itu tidak bisa disebut radikal. Dalam sistem demokrasi setiap orang berhak menentukan pilihannya. Kalau anda tidak percaya dengan bank konvensional, silahkan ke bank syariah. Itu hak anda. Kalau anda tidak suka kepada kapitalisme, jangan buat PT. Buatlah Baitul Maal, atau Koperasi syariah. Kalau anda hanya ingin pakai cadar dan celana cingkrang, silahkan tapi lakukan itu dikomunitas anda sendiri. Jangan masuk ketempat umum yang mensyaratkan tidak pakai celana cingkrang dan cadar. Kalau anda tidak suka pancasila, anda bisa pindah kenegara yang menurut anda sesuai dengan syariat islam. Bebas saja.

Sepanjang perbedaan itu disikapi sebagai cara memperkaya khasanah islam, dan memperkuat keimanan, itu biasa saja, sah saja. Sikap itu tidak bisa dianggap radikal.Tetapi kalau sudah berkaitan dengan hukum dan UU maka semua pihak harus punya sikap sama. Mengapa ?karena UU dan hukum itu dibuat atas dasar konsesus bersama. Suka atau tidak, kita semua yang punya KTP indonesia harus patuh. Mematuhi konsesus adalah bagian dari aklak mulia yang diajarkan islam. Nah kalau ada golongan islam tidak setuju dengan UUD 45 dan Pancasila dan berusaha membangun narasi untuk mengubah sistem sesuai syariat islam, maka dia sudah melakukan paham radikal. Apapun alasannya, dia sudah berpolitik.

***
Tadinya di era Soeharto , pakaian Jilbab jarang sekali terlihat. Celana cingkrang tidak populer, apalagi di instansi pemerintah. Itu berangsur angsur marak setelah Soehato Jatuh. Itu ditandai dengan bentuk pakaian, kewajiban sholat wajib di Masjid, paranoid terhadap agama lain, termasuk menolak orang islam yang tidak terpengaruh dengan politik identitas. Awalnya Jilbab diperkenalkan jenis pakaian pembeda wanita muslimah yang taat dan tidak taat. Namun belakangan jilbab bukan hanya sekedar penutup kepala wanita, tetapi sudah sampai menentukan jenis jilbab apa yang sesuai syari dan mana yang tidak sesuai syari. Yang tidak dianggap sesuai dengan design syari walau pakai Jilbab, dianggap salah.

Waktu berlalu, Soeharto sudah lama terkubur, pakaian cingkrang tidak hanya segelintir orang tetapi sudah masuk ke instansi pemerintah. Jilbab lebar menjamur, dan kini massive diperkenalkan cadar. Para pria diharuskan memakain janggut, sebagai pembeda orang cinta rasul dan bukan. Untuk lebih meyakinkan, jidatpun disarankan agar nampak hitam sebagai tanda ahli ibadah. Dari mereka yang terpapar paham identitas semacam itu, sholat berjamaah lima waktu di Masjid, digunakan sebagai ajang menanamkan pemahaman baru soal politik identitas; negara daulah isalmiah, khilafah, dan Pancasila bersyariah.

Provokasi menanamkan kebencian terhadap orang berbeda terjadi terus menerus. Apapun hal yang remeh bisa jadi besar kalau menyinggung identitas Islam sebagai simbol. Bahkan bendera merah putih tidak lagi sakral, Ia sudah digantikan bendera tauhid. Penusuk Pak Wiranto itu lulusan Universitas Sumatera Utara, termasuk universitas bergengsi, tapi dia jadi bigot. Banyak orang jadi bigot yang siap mati menjadi martil demi membela politik identitas, padahal mereka termasuk orang terdidik. 90% pendukung HTI adalah para mahasiswa di kampus terbaik dan lulusan universitas terbaik yang dibiaya oleh APBN. Bahkan MUI juga sudah terjebak Politik identitas. Sukses menjatuhkan Ahok dan menaikan ABAS etnis Yaman sebagi Gubernur DKI.

Kini politik identitas semakin punya pengaruh significant. Ya semakin lama semakin renta persatuan negeri ini. Mereka dengan terang terangan berani mempertanyakan eksistensi Pancasila. Mereka juga dengan gamblang menentang politik pluralisme. PKS memang partai yang berkembang karena identitas islam. Itu hanya 8% suaranya. Tetapi banyak partai sekular juga mendukung politik identitas, bukan karena mereka orang taat tetapi karena mereka ingin menangguk keuntungan dari kaum radikal untuk menang dalam Pilkada ataupun pemilu. Bahkan AS menjadikan mereka sebagai proxy untuk melemahkan pemerintah yang tidak loyal terhadap geopolitik AS. Banyak oknum TNI yang secara diam diam, mendukung mereka, agar anggaran Pertahanan naik terus.

HTI memperkirakan tahun 2020, Indonesia tumbang dan khilafah akan bangkit mencapai kemenangan. Mereka yakin. Ditengah situasi ekonomi yang semakin sulit, mereka semakin mempunyai amunisi mengembangkan narasi bahwa semua karena pemerintah thogut, tidak berjalan sesuai dengan syariah islam. Orang yang hidup tertekan karena ekonomi yang tidak secure, kehidupan sex yang buruk, sakit hati karena kecemburuan sosial akibat rasio GINI terus melebar, akan mudah sekali tersulut menjadi kayu bakar. Ini ancama serius. Dan Menko Polkam engga menyadari hal ini dan sibuk meladeni wacana di media massa. Semakin mereka ditaggapi semakin militan pendukung mereka. Kontraproduktif untuk politik persatuan dan stabilitas keamanan.

Apa yang terjadi di Xinjiang terhadap muslim Uighur juga sama dengan terjadi di Indonesia. Berpuluh tahun elite dari etnis uighur membangun politik identitas , yang semakin lama semua berbeda dengan etnis lainnya. Identitas Islam semakin mendapat tempat di etnis Uighur. Mereka sangat ekslusif. Mereka juga tidak ingin membaur dengan entnis lain yang beragama islam. Saat itulah politik identitas berubah menjadi politik kekerasan lewat teror dan amuk massa. Berpuluh tahun aksi itu dihadapi dengan kekerasan juga oleh China, tetapi tidak berhasil memadamkan api.

Karena itulah China menerapkan program deradikalisasi. Ini program yang sangat mahal. Karena melakukan perubahan mental mereka yang terpapar politik identitas dan mengisolasi mereka dari pengaruh politik identitas lewat program pendidikan dalam satu camp besar, itu mahal sekali. Tetapi bagi China ongkos mahal itu tidak ada artinya dibandingkan dengan ongkos membiayai Polisi dan tentara memerangi mereka. Hasilnya dalam tiga tahun, Xinjiang sudah aman. Kehidupan ekonomi dan sosial mulai bergairah dan mereka punya hope tanpa bermimpi lagi ingin mendirikan negara islam di Xinjiang. Lantas mana program deradikalisasi yang dulu pernah didengungkan Indonesia di era periode pertama Jokowi berkuasa.? Apakah takut? takut di demo seperti mereka mendemo China?

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...