Saturday, November 30, 2019

Berdamai dengan kenyataan


Tahun 1989 saya di fitnah mitra saya, sehingga saya kena kasus hukum. Ketika masalah selesai dan saya menang di pengadilan , pabrik kertas saya diambil oleh mitra saya secara hostile. Pihak bank terlibat memaksa saya melepas pabrik tersebut dengan alasan saya sudah bangkrut. Saya tersingkir dalam keadaan bangkrut. Tetapi ibu saya menasehati saya. Jangan ada kebencianmu karena personal. Cukup sebatas perbuatannya saja. Mengapa ? Itu bukan antara kamu dengan mitramu tapi antara kamu dengan Tuhan. Apa hikmahnya? agar kamu bisa dewasa dengan pengalaman. Setelah itu kamu akan naik kelas.

Mengapa ? rasa marah, kecewa bisa karena berbagai sebab. Tapi intinya kita tidak bisa menerima kenyataan. Kita selalu melihat keluar dan menilainya seperti kita mau. Yang jadi masalah adalah karena itu, kita selalu berpikir negatif terhadap seseorang secara personal, dampaknya secara pribadi kita tidak akan pernah bisa bersikap positip terhadap diri kita sendiri. Perhatikan hukum alam, kalau anda ingin tanam jagung, tentu bibitnya tidak padi. Harus jagung juga. Artinya kalau pikiran anda selalu negatif secara personal terhadap seseorang, hasilnya engga mungkin positip terhadap anda. Pasti negatif.

Berikutnya, ibu saya menasehati, kalau kamu terus mengutuk kegagalan dan rasa kecewa, kamu tidak akan bisa melewati kegagalan dan menghapus rasa kecewa terhadap perbuatan seseorang. Karenanya kamu tidak bisa berharap kamu bisa jadi pemenang. Tanpa kamu sadari bila setiap hari kamu merasa puas membenci mitramu secara personal, itu sebetulnya kamu sedang berdoa hal yang buruk terhadap dirimu sendiri melalui kata kata dan pikiranmu. Kadang musuh tidak perlu mengalahkan mu, tetapi kamu sendirlah yang membuat kamu kalah. Itu karena prasangka buruk.

Jadi, nak berhentilah menilai buruk orang secara personal karena berbagai sebab. Apalagi sampai membuka aibnya. Kecewa itu manusiawi. Marah itu manusiawi. Mengeluh juga manusiawi. Tetapi cukuplah sebatas perbuatannya saja, agar kamu bisa belajar dari itu. Setelah itu, maafkan dan lupakan. Dengan itu kamu sedang membangun jalan emas menuju kemenangan. Kemenangan di hadapan Tuhan, tentunya.

Bertahun tahun saya berusaha bangkit lagi. Waktu itu usia saya baru 27 tahun. Tuhan ingin saya naik kelas dan karena itu saya harus melewati jalan sulit. Tahun 2016 atau 26 tahun kemudian , teman itu datang ke saya untuk menjual pabrik yang sudah hampir 12 tahun bangkrut. Tak lupa dia minta maaf atas sikapnya dulu. Tanah pabrik itu 14 hektar. Tadinya tidak ada nilai tetapi kini tanah itu bernilai karena peruntukannya tidak lagi untuk pabrik tetapi hunian dan perhotelan.” Saya jual seharga USD 1 “ katanya.
“ Mengapa semurah itu “
“ Itu harga yang pantas untuk menebus kesalahan saya dan harga maaf dari kamu.” Katanya. Saya terharu. Tuhan , butuh lebih 20 tahun untuk saya mengetahui rahasia di balik keikhlasan ketika di zolimi. Andaikan dulu saya umpat dia dengan kata kata kasar dan saya tebarkan cerita kecurangannya kepada orang lain, atau saya gugat ke pengadilan perdata, tentu dia akan menaruh dendam kepada saya dan tidak mungkin kembali kesaya.

Saya rangkul teman saya itu. Kami akan lalui kebersamaan ini bukan siapa yang harus membayar tapi memang semua orang bisa saja berbuat salah. Tidak ada manusia yang sempurna. Memaafkan itu indah, menentramkan dan selalu menang.

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...