Satu kesempatan ketika di luar
negeri, saya berkunjung kerumah teman. Ketika itu dia baru saja kedatangan tamu
dari Sekolah Anaknya. Dia sempat bercerita sedikit prihal kedatangan guru
kerumahnya. Menurutnya , guru merasa prihatin karena anaknya belakangan ini
cenderung pendiam. Kadang tidak focus menerima pelajaran. Guru menemuinya untuk
berdialogh mencari tahu akar masalah terhadap prilaku anaknya. Dialogh itu
diliputi suasana rasa tanggung jawab bersama tanpa ada saling menyalahkan.
Menurutnya, Guru sekolah jarang memanggil orang tua murid datang kesekolah.
Kebanyakan guru sendiri yang datang ke rumah orang tua. Guru bukan hanya datang
untuk bertemu tapi juga melihat lingkungan dimana anak itu dibesarkan. Kadang
bila lingkungan anak itu tidak mendukung dan orang tua sulit diarahkan demi
anaknya maka Guru wajib melaporkan kepada dinas social untuk diambil solusi
yang tepat demi masa depan anak itu. Jadi tanggung jawab kelangsungan mental
anak didik menjadi tanggung jawab tidak hanya guru sekolah , orang tua tapi
juga pemerintah. Tanggung jawab nyata dan terprogram, bukan hanya retorika.
Ada cerita teman yang putranya
sekolah di swasta ( international school ), salah satu murid diketahui acap
murung setelah kematian ayahnya. Nilai pelajarannya menurun. Dia lebih mudah
marah dan sulit bersosial dengan teman temannya. Padahal sebelumnya murid ini
dikenal cerdas, ramah. Disekolah itu disediakan petugas konseling atau guru BP
( Bimbingan dan Penyuluhan). Guru BP mendapatkan laporan lengkap dari guru yang
mengajar dan ditambah lagi guru BP itu memang akrab dengan semua murid,
sehingga tidak sulit untuk mendapatkan informasi yang objective tentang murid itu. Guru itu
mengajak murid yang bermasalah dalam dialogh ringan dan bersahabat. Dia seorang
professional. Hasil pendekatan itu diketahui letak permasalahanya dimana ibu
murid itu setelah kematian suami mentalnya tidak stabil. Acap marah tanpa
alasan yang jelas, Kadang mengancam anaknya untuk berhenti sekolah karena tidak ada biaya.
Dengan kemampuanya Guru BP menciptakan
inspirasi kepada murid murid yang lain agar membantu masalah temannya. Setiap
murid meng ikhlaskan sebagian uang sakunya membantu murid itu. Murid itu
terharu dan sadar bahwa dia tidak sendirian dan semua temannya mencintainya dan
dia kembali ceria dan berprestasi.
Demikianlah satu contoh
bagaimana peran Guru BP. Namun untuk bisa seperti itu guru BP harus seorang professional dan punya
qualifikasi yang tinggi sebagai Pembina. Jadi bukan hanya jabatan pelengkap
saja, yang bisa dijabat oleh siapa saja. Ini penting sebagai sebuah system yang
memastikan sekolah tidak hanya memberikan bekal pengatahuan teoritis pelajaran
formal tapi juga binaan kejiwaan melalui pendekatan professional. Karena anak
bermasalah di sekolah tidak bisa dilepaskan dari masalah yang ada dirumah juga
dilingkungannya. Guru sekolah harus
ambil bagian nyata terhadap pernyelesain masalah itu. Tidak hanya sekedar
memanggil orang tua dan menceramahinya. Tapi lebih daripada itu adalah menggali
akar masalah dan bersama sama mencarikan jalan keluar bagi kelangsungan
perkembangan mental anak didik.
DIsamping itu Guru BP harus mempunyai daya kreatifitas bagaimana menumbuhkan
semangat kebersamaan diatara murid, antar sekolah lewat kegiatan nyata. Agar
terjalin rasa persaudaraan , rasa cinta dan kasih sayang diantara murid.
Umumnya kita di Indonesia ,
setiap sekolah mempunyai guru yang bertugas memberikan Bimbingan dan Penyuluhan
(BP) terhadap murid yang berpotensi bermasalah karena berbagai sebab.
Seharusnya fungsi guru BP diefektifkan. Tugasnya hanya focus sebagai Pembimbing
dan pembinaan. Tidak bisa dicampur dengan tugas mengajar. Kepada mereka juga
harus disediakan anggaran khusus untuk pembinaan itu. Setiap guru yang mengajar
di kelas pasti mengetahui prilaku masing masing murid. Apabila ada prilaku yang
tersirat tidak baik maka guru harus membuat catatan khusus terhadap anak itu.
Catatan ini harus diberikan kepada Guru BP. Sehingga tidak ada satupun prilaku
anak murid yang tidak terekam oleh guru dan tidak terjangkau pembinaannya. Guru
BP yang dibekali pengetahuan cukup
tentang psikologi anak, moral, akhlak sesuai agama akan membina anak murid
tersebut. Secara berkala setiap murid yang bermasalah dipantau perkembangannya.
Pendekatan komunikasi kepada anak didik dan kunjungan kerumah murid dilakukan
secara terprogram dan bila perlu punishment diterapkan untuk menimbulkan efek
jera bagi simurid.
Banyak berita kebejatan moral
anak sekolah sekarang ini merupakan fakta tidak jalanya system pendidikan di Indonesia yang
berorientasi kepada moral dan akhlak. Ini bekaitan dengan new paradigms
pendidikan yang berorientasi kepada pasar. Murid hanya diukur prestasinya dari
kemampuannya mendapatkan nilai ujian. Soal akhlak dan moral , tidak menjadi prioritas utama. Jam
pelajaran agama disekolah sudah dikurangi bobotnya. Pemahaman soal budaya
berdasarkan moral kasih sayang hampir
tidak lagi diperhatikan. Keberadaan guru BP tak lebih hanya pelengkap formal
tanpa peduli pentingnya guru BP sebagai bagian dari system pendidikan di
sekolah. Sebagai solusi maka saatnya bobot agama pada semua jenjang pendidikan
ditingkatkan dan peran Guru BP harus dioptimalkan. Dengan itu diharapkan dimasa
mendatang akan lahir generasi muda yang berilmu pengetahuan dan beragama dengan akhlak kasih sayang. Tentuk tidak
ada lagi tawuran dikalangan pelajar sampai menjadikan mereka sebagai seorang pembunuh.