Almarhum ayah saya pernah
menasehati saya bahwa satu satunya penghinaan yang tak pernah bisa dilupakan
oleh istri adalah bila kita memukulnya. Luka dihatinya akan membekas. Dan
setelah itu walau hubungan kembali baik namun keadaannya tidak akan sama lagi seperti
sebelum kita memukulnya. Mengapa sampai begitu ? bahwa ketika suami memukul
istrinya sebetulnya dia sedang mempertontonkan kelemahan dan kerendahan
moralnya sebagai pria.Tidak ada istri yang bisa hidup nyaman dengan suami yang
lemah dan berakhlak rendah. Tidak ada. Setiap istri ketika menikah, yang
sesungguhnya yang diinginkannya adalah perlindungan dari keperkasaan suami baik
secara phisik maupun moral. Dari itulah istri bisa melewati gencangan hidup
rumah tangga dan mau mengikuti nasehat suami sebagai kepala rumah tangga. Itulah
sebabnya lebih dari seperempat abad saya menikah dengan istri, tidak pernah
sakalipun saya memukulnya. Nasehat ayah ini selalu saya ingat. Memang dalam
islam dibenarkan untuk memukul istri namun syarat untuk bisa memukul itu sangat
ketat. Tidak bisa dengan begitu saja dapat diterapkan, apalagi hanya karena
masalah yang tidak prinsip.
Lantas apa soal prinsip yang
sehingga suami pantas dibenarkan untuk memukul istri?. Apabila ada tanda nusyuz
pada istri. Apa itu Nusyuz ? adalah isteri yang tidak lagi menghormati,
mencintai, menjaga dan memuliakan suaminya. Isteri yang tidak lagi komitmen pada
ikatan suci pernikahan. Singkat kata bahwa istri diketahui sudah melakukan
selingkuh secara langsung atau tidak langsung dengan pria lain. Jika seorang
suami melihat ada gejala nusyuz pada istri, maka Al-Qur’an memberikan tuntunan
bagaimana seorang suami harus bersikap untuk mengembalikan isterinya ke jalan
yang benar, demi menyelamatkan keutuhan rumah tangganya. Tuntunan itu ada dalam
surat An-Nisaa ayat 34. Di situ Al-Qur’an memberikan tuntunan melalui tiga
tahapan. Pertama, menasihati isteri dengan baik-baik, dengan kata-kata yang
bijaksana, kata-kata yang menyentuh hatinya sehingga dia bisa segera kembali ke
jalan yang lurus. Sama sekali tidak diperkenankan mencela isteri dengan
kata-kata kasar. Baginda Rasulullah melarang hal itu. Kata-kata kasar lebih
menyakitkan daripada tusukan pedang.
Jika dengan nasihat , istri
tidak berubah , Al-Qur’an memberikan jalan kedua, yaitu pisah ranjang dengan
isteri. Secara psikis ini sangat berat bagi seorang istri namun efektif untuk membuat dia intropeksi
diri. Dalam kesendirian itu diharapkan istri akan sadar dan cinta yang mulai
mengabur kepada suami akan kembali menguat. BIla cintanya kepada suami semakin
menguat akan membuat dia kembali kepada suami dengan kesalehannya. Namun jika
dengan pisah ranjang tidak efektif karena hatinya telah dikuasai oleh hawa
nafsunya maka suami dibenarkan menggunakan cara ketiga , yaitu memukul. Jadi
syarat yang ditetapkan Allah untuk suami dibenarkan memukul istri tidaklah
mudah. Syarat pertama dan kedua harus dijalankan terlebi dahulu. Tidak
dibenarkan langsung main pukul. Apalagi hanya karena sifat istri yang mudah
marah karena tidak sabar, mudah tersinggung, lamban dan kurang cerdas, bukanlah
sifat yang dikatagorikan bahwa istri Nusyuz hingga pantas dipukuli. Kalau hanya
karena sifat seperti itu istri boleh di pukul, saya yakin tidak ada wanita
yang inginkan suami. Dan Islam tidak mendidik suami seperti itu.
Kalaupun syarat yang
ditetapkan Al Quran terpenuhi untuk seorang suami memukul istrinya maka pukulan itu tidak boleh mengenai muka atau kepala
atau badan. Cukup tangan atau kaki. Karena muka bagi seorang manusia adalah
kehormatannya. Bila mukanya dipukul atau ditampar maka kehormatannya
hancur. Rasul mengingatkan akan hal itu
bahwa jangan memukul muka. Disamping itu pukulan tidak boleh menimbulkan efek
menyakitkan bagi wanita apalagi sampai menimbulkan bekas ( lebam, merah, dll). Begitu indahnya Islam
memberikan tuntunan kepada seorang suami bagaimana memperlakukan istrinya. Rasulullah
Saw bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah dalam masalah perempuan (isteri).
Mereka adalah orang-orang yang membantu kalian. Kalian punya hak pada mereka,
yaitu mereka tidak boleh menyentuhkan pada tempat tidur kalian lelaki yang
kalian benci. Jika mereka melakukan hal itu maka kalian boleh memukul mereka
dengan pukulan yang tidak menyakitkan (ghairu mubrah). Dan kalian punya
kewajiban pada mereka yaitu memberi rizki dan memberi pakaian yang baik.’
Bagi kita sebagai suami harus
menjadikan AL Quran dan Hadith sebagai cara menjalankan hidup ini. Suami yang
baik akan menjadi tempat sandaran terbaik bagi wanita. Pria yang sholeh akan
menentramkan wanita untuk belajar sholeh dari suami, dan itu tidak dengan gaya
superior tapi kerendahan hati untuk membuka dialogh dalam makna cinta dan kasih
sayang. Istri adalah manusia dan setiap
manusia suka dengan kelemah lembutan. Rumah tangga adalah small world bagi kita
untuk belajar bijak memahami kehidupan ini, setidaknya melatih kita tidak egoistis
dengan mengandalkan superior kita dihadapan istri. Ingatlah sabda Rasul bahwa sorga dibawah
telapak kaki ibu dan istri kita adalah kaum ibu dan kehormatan bagi anak anak
kita. Sayanginlah istri dengan baik karena disitulah kehormatan kita sesungguhnya
sebagai pria, sebagai suami. Kalau agama menuntun tidak kita dengar maka
didunia ada hukum paksa yang berupa UU
KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga), yaitu kurungan penjara bagi suami yang
memukul istri hingga meciderainya.
1 comment:
Istri adalah amanat di pelukan suami, suami pun amanah di pangkuan istri. Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman itu. Suami demikian juga istri tidak akan menjalin hubungan tanpa merasa aman dan percaya kepada pasangannya.
Kesediaan seorang istri untuk hidup bersama dengan seorang lelaki, meninggalkan orang tua dan keluarga yang membesarkannya, dan mengganti semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama lelaki asing yang menjadi suaminya, serta bersedia membuka rahasianya yang paling dalam.
Semua itu merupakan hal yang sungguh mustahil, kecuali jika ia merasa yakin bahwa kebahagiannya bersama suami akan lebih besar dibanding dengan kebahagiannya dengan ibu bapak, dan pembelaan suami terhadapnya tidak lebih sedikit dari pembelaan saudara-saudara sekandungnya. Keyakinan inilah yang dituangkan istri kepada suaminya dan itulah yang dinamai al-Qur’an mitsaqan ghalizha (perjanjian yang amat kokoh)(al-Nisa 4:21).
Post a Comment