Friday, December 06, 2019

Perceraian...



Di Cafe di Hotel Borobudur Intercontinental Jakarta, saya bersama relasi dari Beijing. Terdengar penyanyi sedang melantunkan lagu “ Yang kumau” Lagu itu dipavoritkan oleh Krisdayanti. Seringnya ku berpikir. Sampai pernah tak pernah jua kutemukan jalan keluarnya. Jika memang bukan ini sudah tamatkanlah. Karenaku tak mau waktuku terbuang. Jangan memaksakan ini. Jika memang bukan yang ini. Karena sesuatu yang peka buat kita jadi masalah. Yang ku mau ada dirimu. Tapi tak begini keadaannya. Yang ku mau selalu denganmu. Jika Tuhan mau begini, rubahlah semua jadi yang ku mau. Karena ku ingin semua berjalan seperti yang ku mau Aaaaaah.

Relasi saya itu seorang wanita. Dia tersenyum melihat saya begitu serius mendengar lagu itu. “ Lagu apa itu ? bisa terjemahkan” Katanya. Saya coba terjemahkan dengan sederhana. Ya, tadinya kami begitu bahagia. Katanya bercerita tentang hidupnya. Saling berbagi peduli. Kadang bertengkar yang tidak penting. Bergandengan tangah di tempat temaram. Akhirnya kami harus bercerai. Tak ada yang merencanakan perceraian terjadi. Namun bila terjadi, terjadilah. Dia bisa move on. Tak nampak dia stress. Apa alasannya ? “ Mungkin dia berpikir saya bukan orang yang tepat untuk teman hidupnya. Itu hak dia dan saya harus hormati. “. Demikian katanya dengan tenang menyikapi perceraiannya.

Mungkin tepatnya seperti lantun lagu Too Good At Goodbyes dari Sam Smith. Seorang nampak menangis di stasiun kereta malam. Air mata jatuh ketika pesawat lepas landas. Itulah scene yang dari dulu digambarkan betapa pahitnya perpisahan itu. Hal yang kadang membuat kita harus bertanya mengapa harus "says goodbye." Ada pertanyaan dan jawaban kelu. Tidak ada kebersamaan yang abadi. Pada akhirnya harus terjadi perpisahan. Tidak ada yang perlu disedihkan dan tak perlu ada air mata. Siapapun pasti akan mengalami perpisahan. Pasti.! Setidaknya berpisah mati.

Cerita diatas sering saya temui di banyak pergaulan. Saya menilai mereka orang-orang hebat. Tak terdengar mereka mengeluh menyalahkan orang lain dan merasa dia paling benar. Tak terdengar mereka membenci karena itu. Mereka sudah sampai pada tahap bukan hanya menjalani hidup tapi mengenal hidup dengan rendah hati. Mengapa rendah hati? Karena mereka tidak mengutuki masalah namun menarik hikmah dari setiap masalah yang datang. Hidup mereka adalah mereka sendiri yang jalani dan itu tidak ada kaitannya dengan orang lain. Itu antara mereka dengan Tuhan.

Hidup tidak seperti menarik garis lurus dan memisahkan jalur. Hidup seperti melukis diatas kanvas. Tidak ada tarikan kuas yang salah. Selalu ketika Anda berpikir menarik jari ke kiri menggerakkan kuas, itulah yang terjadi. Itulah yang akan menjadi warna lukisan. Soal sketsa sehebat apapun Anda buat diawal lukisan, ketika mulai menggerakan kuas, yang terjadi ya terjadilah. Hanya ada dua pilihan hentikan melukis atau terus melanjutkan lukisan dengan improvisasi agar yang sudah terlanjur di tores oleh kuas tetap dapat indah dengan tarikan kuas berikutnya.

Kehidupan juga begitu. Kalau kesalahan terjadi sehingga menimbulkan perceraian , perpisahan, jangan berhenti. Terus lanjutkan hidup. Langkah berikutnya akan ada moment untuk lukisan hidup Anda menjadi indah, walau tak seperti sketsa awal. Karenanya jangan dibuat ruwet hidup ini dan kerjakan saja dengan cara berpikir sederhana. Bahkan beragama pun jangan berlebihan. Cintailah dengan cara sederhana. Sesuatu yang berlebihan akan melemahkan Anda. Tuhan itu maha bijaksana dan maha pengatur. Yang ruwet itu karena Anda percaya kepada Tuhan namun anda ingin mengatur Tuhan, agar semua seperti yang anda mau

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...