Teman saya pernah bertanya
mengapa kalau melihat wanita cantik pakai baju seksi saya tidak melirik dan
perhatikan. Saya hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.Mengapa? Karena saya
kebanyakan bergaul di luar negeri di negara sekular. Bila summer , hampir setiap
hari saya melihat wanita ditempat umum berpakaian setengah telanjang. Bahkan di
spa center, kadang di steam dan sauna room, beberapa wanita dan pria campur.
Anda yang tidak pernah berada disituasi ini tentu akan "panik. Tapi bagi
saya keadaan itu biasa biasa saja. Juga bagi yang lain,biasa biasa saja. Tidak
membuat syahwat bangkit. Mengapa? Budaya
sekular berhasl mere-definisi sex. Definisi sex yang mereka yakini membentuk persepsi tentang sex bukan soal apa yang diliat. Bukan pada raga atau phisik. Bukan!
Tapi tentang Cinta. Bahwa cinta tidak ada hubungan dengan raga. Love isn't
something you find. Love is something that finds you. Ini tentang touching ,
charming, caring, attention.Dan ini berhubungan dengan jiwa. Walau tempat
maksiat terbuka lebar namun jarang sekali pria atau wanita yang telah punya
commitment mau selingkuh atau melakukan poligami. Bahkan di Bar yang
menyediakan tarian top less tidak pernah membuat yang hadir tergerak mau
menyentuh penari itu. Itu hanya seni hiburan saja. Masyarakat secular bisa menempatkan sex secara
manusiawi , bukan hewani. Hubungan sex dengan lawan jenis disebut dengan Make
Love.
Teman saya mengatakan bahwa tingkat penyakit
AIDS/HIV karena kebebasan sex di Eropa dan Amerika sangat rendah dibandingkan Negara Asia
dan Afrika. Benarkah ? Berdasarkan dari satu informasi saja sudah jelas bahwa
konotasi sex bebas itu tidak pantas untuk diberikan untuk Barat - lalu apa yang
menyebabkan image ini menjadi pattern di kepala kita bahwa Eropa suka sex
bebas? Jelas saja yang pertama adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud
disini adalah pengetahuan yang valid, pengetahuan yang didapat bukan hanya dari
sekedar menonton film barat yang moro-moro ada adegan sex yang dilakukan oleh
sepasang remaja yang belum menikah. Di Barat, Amerika atau Ozy, film yang
mempertontonkan adegan sex mungkin tidak seketat di Indonesia namun tetap saja
mereka harus mendahului badan sensor. Dengan kata lain, sex bebas itu tidak ada
dalam ‘kamus’ orang barat. Berhubungan intim menurut mereka harus dilakukan
atas dasar suka sama suka (tapi bukan untuk main-main), dan kalau memang
benar-benar suka, maka disebut cinta, dan kalau sudah cinta maka hubungan
meningkat menjadi komitmen, yang artinya mereka sudah serius (tapi bukan
berarti harus menikah). Pemikiran orang barat terhadap sebuah hubungan cinta
sangat dalam, apalagi pernikahan. Untuk itu mereka tidak mengartikan hubungan
intim dengan cinta, tetapi cinta bisa menjadi berhubungan intim, cinta dan berhubungan
intim bukan berarti harus menikah. Tidak heran, angka kasus perceraian di Eropa
sangatlah kecil sekali dibandingkan di Asia, apalagi Indonesia.
Menurut Badan Statistik Dunia AIDS/HIV negara
Asia Tenggara menduduki peringkat ke tiga dunia setelah Sub-Saharan Africa,
North Africa dan Middle East, dengan jumlah pasien 4 juta. Yang memprihatinkan
adalah jumlah 4 juta ini adalah termasuk bayi yang baru lahir! Sementara Central Europe dan Westerns
diketahui memiliki angka yang sangat kecil, lima kali lipatnya dari total angka
di Asia Tenggara. Anak remaja Barat sejak di bangku SMP memang sudah di ajarkan
tentang Sex, dan sex ini bukan yang menjurus tentang bagaimana berbuat sex atau
posisinya, namun lebih mengarah pada
informasi bagaimana bahayanya sex jika dilakukan oleh sembarang orang,
gonta-ganti pasangan dan tanpa ’security’ atau alat pengaman. Kedengarannya
sangat familiar sekali ya di Indonesia? Emang. Berhubungan sex dengan
menggunakan alat pengaman seperti kondom sudah dikampanyekan di Indonesia sejak
tahun 1990an - bahkan di iklankan di TV: masih ingatkan iklan yang dibintangi
oleh Dedy Midzwar dan Didi Petet? Jumlah pengidap AIDS/HIV di Indonesia itu
sendiri diketahui terus meningkat semenjak tahun 2003. Jumlah terakhir pada
tahun 2009 yang mengidap AIDS/HIV di Indonesia adalah 310,000 pasien! Dilihat
bahwa kita adalah negara yang jelas sekali ‘menolak’ berhubungan sex sebelum menikah
maka angka 310 ribu ini adalalah angka yang sangat mengerikan! Lalu siapakah
sebenarnya negara yang memiliki ‘Budaya Bebas’ itu?
Masalah tersebut diatas tidak akan saya jawab.Karena pertanyaannya spekulatif. Benarlah bahwa antara manusia dan hewan hampir sama. Yaitu ama sama punya fitrah berupa nafsu namun hewan menggunakan alam bawah sadar atau naluri berbuat. Karenanya hewan tidak perlu mengenal secara dekat dengan lawan jenisnya sebelum melakukan hubungan sex. Dia liat dan dia lakukan , selesai. Ya karena menusia itu makhluk free will, baik masyarakat sekular maupun religius bisa saja punya karakter hewani.Tapi bukan semuanya berkarakter hewani. Itu hanya sebagian saja. Kalau persepsi sekular kebebasan itu adalah tanggung
jawab yang lebih berat ketimbang yang serba diatur. Karena kebebasan
berhubungan dengan jiwa, human being...itu berat sekali. Kalau persepsi kita yang religius tentang kebebasan adalah bebas mau ngapain aja tanpa ada rasa tanggung jawab ya tentu
berbeda. Makanya kita menolak kebebasan itu. Sebetulnya pemahan tentang sex tidak ada beda dengan secular yaitu sama
sama menempatkan nafsu sex sebagai fitrah manusia yang didasarkan kepada
kebutuhan akan cinta. Dalam Islam persepsi cinta bukanlah soal ketertarikan raga atau ketertarikan sex
tapi soal tauhid, iman dan akhlak,
Itulah yang membuat “hubungan”menjadi istimewa. Satu sama lain merasa nyaman untuk selalu bersama, dalam susah
maupun senang. Bahkan di usia menua semakin dekat ,semakin peduli dan samakin
saling merindukan untuk bersedekat mencurahkan perhatian dan kasih sayang, yang
tak mungkin diduakan walau diluar sana ada wanita lebih cantik dan lebih muda.
Bukan raga tapi jiwa,itulah cinta.