Friday, August 03, 2018

Pembaharu

Pertengahan tahun 80an, saya ikut melamar bekerja sebagai business representative untuk perusahaan JV antara Korea dan Jepang. Ketika itu ada 18 pelamar. Hanya saya tamatan SMU,yang lainnya Sarjana. Yang menolong saya lolos sebagai kandidat karena kemampuan komunikasi bahasa inggeris. Test standard yang diterapkan adalah test attitude. Tidak ada test skill. Proses test attitude ada dua yaitu test tertulis, dan satu lagi test simulasi. Test tertulis menyisakan 10 orang yang lolos, termasuk saya. Ketika masuk simulasi , kami yang 10 orang itu masuk ke dalam ruangan. Kemudian, penguji meminta kami masing masing mengajak orang yang ada 40 orang diruang itu untuk mendekat kepada kami. Yang paling banyak mendekat paling tinggi nilainya.

Artinya masing masing kami harus melakukan atraksi yang sehingga membuat orang mau mendekat. Atraksi yang dibolehkan hanya terbatas yaitu bicara atau diam. Kebayang engga sulitnya?. Saya perhatikan setiap peserta test kebanyakan gagal membuat orang mendekat kepada mereka. Padahal mereka sudah berusaha berorasi yang sehingga menarik orang mendekat. Tapi yang mendekat hanya satu dua orang. Saya tidak punya keahlian dengan retorika menarik orang mendekat kepada saya. Kalau saya diam, pasti tidak ada orang yang akan mendekat. Tapi saya tidak kehilangan akal. Saya akan membuat orang mendekat karena dorongan rasa ingin tahu, bukan karena ketertarikan. Hanya itu saya bisa.

Ketika tiba giliran saya, apa yang saya lakukan? saya komat komit saja, sambil melukis di awang awang. Saya berputar putar kekiri kanan sambil berguman. Satu demi satu mendekat “ Eh lu ngapain? ngomong apa ? Dan saya berhasil membuat 40 orang mendekat kesaya. Semua mereka mendekat karena dorongan hasrat ingin tahu. Saya lolos. Hanya satu orang yang diterima, dan itu adalah saya. Keberhasilan saya sebagai business representative itu tidak saya pelajari di sekolah tapi naluri manusia yang terbiasa survival. Prinsip saya sederhana , bahwa kalau saya bisa membuat orang mendekat dengan retorika maka nilai saya tidak ada. Tapi kalau orang mendekat karena rasa ingin tahu maka saya punya peluang untuk menjadi pembaharu bagi mereka.

Tertbukti ketika saya bekerja sebagai business representative, saya tidak menjual barang ke pabrikan yang telah ada. Saya focus menawarkan peluang bisnis kepada pengusaha tradisional. Saya tahu mereka punya uang banyak karena menabung tapi tidak semua mereka paham untuk mengembangkan uangnya diluar bisnisnya. Tapi kalau saya bisa menggugah mereka terlibat dalam peluang bisnis maka mereka akan jadi pelanggan setia saya. Pruduk yang saya pasarkan adalah bahan baku karet sintetis. Saya tawarkan proposal buat sendal jepit, sepatu, ban sepeda, sarung tangan. Saya tidak datang dengan proposal dengan lembaran kertas dengan angka dan data. . Umumnya target market saya adalah encek encek pasar di Pasar pagi , dan kali besar.

“ Koh, tebak berapa harga ban ini ? tanya saya kepada pedagang di kawasan Kota. Dengan menunjukan sampel ban. 
“ Ah itu paling harganya Rp. 7500. Dipasar harganya segitu “ Jawabnya.
“ Kalau saya bisa jual Rp 2000. Gimana ? 
Dia terdiam lama. Saya tetap tersenyum 
“ Serius kamu ? Katanya
“ Ya serius.”
“ Entar saya hubungi teman saya. “ Katanya langsung telp temannya
“ Teman saya mau beli berapa aja. Mana barangnya ?
“ Kokoh harus buat sendiri ban itu “ Kata saya dengan tersenyum.
“ Gila luh. Jadi barangnya engga ada.? “
“ Ada. tapi harus buat sendiri dan saya akan bantu gimana buatnya.”
“ Sulit ?
“ Engga. Dari mesin sampai bahan baku, saya siapkan termasuk pekerjanya. Gampang kok.”

Dia terdiam. Tapi tidak sampai seminggu dia datang kesaya, minta tolong buatkan pabrik ban. Setelah dia berhasil, teman temannya datang kesaya untuk buat pabrik sarung tangan, sendal jepit , sepatu. Dalam dua tahun saya mejadi top salseman, bukan hanya untuk Indonesia tapi Asia tenggara. Setelah itu saya berhenti sebagai business representative untuk mendirikan pabrik sendiri bersama mitra saya dari Korea. Ketika itu usia saya belum 25 tahun. Nah kalaulah saya berpikir linear maka saya hanya akan jadi folower, pasti gagal berhadapan dengan salesman lain yang telah menguasai pasar yang sudah ada. Barang sama, tapi cara menjual berbeda maka hasilnya juga berbeda.

Kalau anda bisa mempengaruhi orang sejalan dengan pikiran anda, atau orang terdekat anda karena hubungan keluarga atau almamater atau seiman, itu bukanlah luar biasa. Itu sama dengan berburu di kebun binatang. Tapi kalau anda bisa mempengaruhi orang yang tidak ada hubungan apapun dengan anda, maka nilai anda ditentukan di situ. Apalagi orang itu beda chemistry, beda agama, beda suku, maka nilai anda semakin tinggi. Apalagi kalau anda bisa menarik orang mengikuti anda yang sebelumnya adalah musuh atau kempetitor anda yang sangat membeci anda maka nilai anda semakin tak ternilai. Mengapa ? Anda telah menjadi pembaharu.

Ketika saya berhasil memenangkan kasus sengketa di pengadilan di Eropa dan Hong kong , musuh saya datang ke saya, saya memeluknya dan memastikan saya tidak akan menuntut balik dia karena telah menzolimi saya selama 3 tahun perang dipengadilan. Lawyer saya bertanya bingung “ Mengapa anda maafkan ? Padahal anda bisa tuntut balik dia dengan membuat dia bangkrut ? 

Saya katakan “ kalau saya menang di pengadilan tidak ada yang luar biasa. Itu biasa saja. Karena di Eropa dan Hongkong hukum sangat solid yang memungkinkan siapa saja kalau benar pasti menang. Tapi kalau saya bisa memaafkan dia dan menarik dia kembali ke saya maka saya menang dan bernilai dihadapan Tuhan. Dan orientasi hidup saya adalah Tuhan, bukan manusia .Paham.”

Piramida kehidupan

Anda tahukan Piradmid? Lebar dibawah dan mengerucut keatas. Nah, dalam komunitas manusia didunia ini ada piramida nya yang berkaitan dengan pemahaman tentang uang. Pada lapisan bawah yang merupakan komunitas terbesar adalah komunitas yang menjadikan uang sebagai sumber bertahan hidup. Bagi mereka uang bukan segala galanya tetapi segala galanya perlu uang. Karena itu mereka sangat hati hati menghadapi resiko akan ketidak adaan uang. Selalu insecure. Kalau berlebih mereka pelit tetap merasa miskin. Kalau kurang mereka berusaha menarik empati orang untuk memberinya uang. Walau kadang karena itu harus menelan rasa malu. Apapun mereka lakukan asalkan dapat uang. Termasuk jadi begal atau korup. Layaknya hidup sebagai predator di rimba belantara.

Pada lapisan kedua dari bawah adalah yang mengangap uang adalah perlindungan hidup. Umumnya mereka para pekerja profesional atau pedagang. Kalau berlebih mereka akan menabung. Mereka membungkus dirinya dengan atribut agar selalu dianggap orang kaya. Umumnya mereka jadi target sales asuransi. Target sales pendakwah untuk memberikan janji sorga dan dosa dihapus asalkan berderma. Mereka cenderung mudah di tawarkan bisnis MLM yang too good to be true. Singkatnya bagi mereka, uang adalah sumber perlindungan hidup dan selalu mencari cara mudah meningkatkan hartanya. Tak penting karena itu mereka akan menipu atau merugikan orang lain.

Lapisan ketiga merupakan lapisan yang berada ditengah tengah. Komunitas ini yang menjadikan uang sebagai sumber kebebasan. Dalam komunitas ini , jalan hidup sudah jelas. Entah profesional atau pengusaha. Mereka focus dengan passion nya. Bagi mereka uang bukan untuk memperkaya diri tetapi bagaimana menikmati hidup bahagia atas uang yang ada. Dan berusaha melengkapi kebahagian hidup dengan hal hal sederhana. Bahkan dalam profesi sebagai pekerja atau pengusaha dilaluinya dengan penuh euforia. Tidak akan terdengar mereka mengeluh. Apalagi sibuk menilai orang lain. Hidup mereka secure secara spiritual dan intelektual. Tetapi focus hidup mereka hanya pada diri sendiri, sahabat dan keluarganya saja.

Lapisan keempat yang merupakan satu tingkat dibawah puncak dari piramid komunitas. Mereka adalah yang menganggap uang itu sebagai bagian dari cinta. Umumnya orientasinya tidak lagi uang. Tetapi bagaimana mereka bisa memberikan karyanya kepada orang lain sebagai ujud cinta. Kalau dia profesional sebagai dokter maka dia akan melayani pasien dengan cinta. Kalau dia pengusaha maka dia akan mengutamakan bisnis yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain dan berusaha mensejahterakan pegawai serta patuh membayar pajak. Mereka tidak butuh status orang kaya dan karenanya mereka tidak melengkapi atribut orang kaya. Hidup mereka sederhana. Namun gemar memberi dalam sunyi. Itulah yang membuat dia bahagian.

Pada lapisan puncak piramid adalah komunitas yang paling sedikit populasinya di planet bumi ini. Mereka tidak punya lagi rasa takut akan resiko Tidak ada perasaan kawatir akan apapun. Mereka berjalan dibumi ini membangun imperium bisnis tanpa dikenal orang banyak bahwa dia orang kaya. Pun tidak mau tahu orang merendahkannya dan tidak menengok ke dia. Bahkan menjauh dari kehidupan ramai yang penuh topeng dan pencitraan. Mengapa ? karena dia tidak lagi menjadikan uang sebagai sumber kehormatan. Aktualisasi hidupnya dalam bentuk keikhlasan berbagi yang berspektrum jangkan panjang untuk hidup lebih baik bagi semua. Karenanya secara kejiwaan dan mental dia sangat kaya. Dia sudah menaklukan egonya dan menjadi pemenang atas dirinya untuk sebaik baiknya ciptaan Tuhan. Ya..mereka tidak lagi mengejar uang tetapi uang kejar mereka.


Semua orang berpores. Tentu semua orang harus melalui lapisan terbawah piramid. Lapisan bawah lebih mengandalkan nafsu. Namun seiring pemahaman intelektual dan spiritual, orang akan naik kelas ke level piramid berikutnya. Dan semakin meningkat nilai mentalnya semakin tinggi kelasnya. Dan semakin berbeda pula persepsinya terhadap uang. Dan puncak dari semua itu, ternyata bukan uang tetapi Cinta…

Thursday, July 26, 2018

Memaafkan..


Dalam keseharian karena ulah seseorang atau sekelompok orang , kadang membuat saya dirugikan tidak sedikit. Bahkan bukan hanya rugi materi tapi kadang diikuti oleh rugi non materi. Tentu saat itu saya merasa tertekan dan marah. Harga diri saya terasa diinjak injak. Pada waktu bersamaan segala macam pikiran buruk datang untuk melawan dan membalas secara setimpal. Namun seketika saya coba untuk menahan letupan emosi itu.. Tak mudah tentunya. Tapi selalu saya berhasil untuk memaafkan dan akhirnya melupakan. Tak ada istilah bagi saya ”maaf yang tak termaafkan”.

Memaafkan dan akhirnya melupakan. Itulah indahnya ”maaf”. Ketika kita memaafkan dengan ikhlas maka pada waktu bersamaan kita bisa melupakannya. Mengapa semudah itu ? karena yang selalu mengingatkan peristiwa itu dan membakar emosi anda untuk marah dan marah adalah sifat sombong. Semakin lama anda memendam marah atau benci atau kecewa, atau kesal, atau sedih, kepada seseorang semakin rusak mental anda. Kalau anda termasuk orang yang perkasa dan berkuasa , anda bisa membalasnya seketika. Tapi apakah setelah membalas demdam tertunaikan ? oh, tidak. Itu akan terus berlangsung dan berlangsung. Bagi yang dibalas, akan melakukan hal yang sama untuk berpikir bagaimana membalas kembali. Ini akan terus berputar putar tanpa ujung , yang akhirnya membuat orang tidak lagi sehat lahir batin. Dia tidak lagi memiliki dirinya.

Kamu tahu Nak,demikian ibu saya menasehati saya tentang sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Ya apabila kamu bersikap sabar kepada orang yang membencimu, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim denganmu. Mengapa ? Karena Allah tidak suka kekerasan.Tidak suka pertengkaran. Tidak suka kejahatan dibalas dengan kejahatan. Tidak suka gunjingan dibalas dengan gunjingan. Kamu harus merebut cinta mereka dengan hanya berlaku lemah lembut walau kepada mereka yang berbeda denganmu. Kalau kamu berlaku kasar maka yang jauh semakin jauh dan yang dekat menjauh..

Dari kecil ibu saya mendidik saya untuk belajar memaafkan sebelum dimintai maaf. Karena ketika kita memaafkan sebetulnya kita sedang memelihara hati kita dari segala prasangka buruk terhadap seseorang. Ya hanya karena prasangka buruk saja sudah bisa merusak nilai spritual dan intelektual kita. Kalau anda memaafkan bukan berarti anda mentolerir tapi berusaha untuk merubah yang buruk menjadi baik, berpikir serta berdoa agar seseorang itu akan berbuat lebih baik atau setidaknya tidak akan melakukan kebodohan yang sama seperti yang dilakukannya kepada anda.

Monday, July 16, 2018

Pengeluh ...



Orang yang suka mengeluh seraya menyalahkan orang lain sebetulnya karana tidak ada kestabilan emosional dengan pikirannya. Dia merasa dengan mengeluh masalahnya sudah selesai dengan adanya empati dari orang lain. Padahal kalau orang nampak empati bukan karena orang percaya dengan keluhannya tetapi karena orang bisa menyembunyikan keraguannya. Mengapa ? Bertanya kepada orang mengeluh tidak akan dapat kebenaran yang rasional. Karena dia sedang dalam suasana hati secara emosional sangat renta. Akal dan hatinya tertutup kebenaran. Dia hanya butuh orang mendengar dan puas karena itu. Sampai kapanpun dia tidak akan berubah karena empati orang. Tidak pernah.

Di Hongkong kalau kumpul dengan teman teman di Cafe maka yang dibicarakan hanya sekitar fenomena tekhnologi dan alam. Kadang membicarakan bola. Ada juga membicarakan mengenai pengalaman bawa yach. Piknik kesustu tempat yang eksotik. Dan itu tentu berkaitan dengan pengalaman luar biasa. Saya perhatikan orang yang ada disebelah atau belakang meja saya, pembicaraan engga jauh dari sana. Di Singapore juga sama. Ketemu dengan eksekutif dan expat, pembicaraan engga jauh dari sekitar itu. Kalau mereka membicarakan politik hanya hal yang sifatnya fenomenal seperti soal ulah Trump. Tapi bukan masalah kebijakan politik tapi lebih kepada apa yang yang dikatakan Trump. Dan hebatnya mereka cerdas menghidupkan suasana jadi santai. Tidak ada yang serius yang mau diperdebatkan. Soal kebijakan presiden china, mereka ogah bahasnya. Bagi mereka politik china tidak ada yang enak dibicarakan. Karena semua pidato pejabat negara selalu baca text dengan nada datar seperti pembawa acara malam TV.

Saya mencoba memahami mengapa kepedulian politik dan sosial mereka rendah sekali? Ternyata penyebabnya sederhana. Apa itu ? Suasana hidup yang berkompetisi. Dan ritme kerja yang membutuhkan disiplin tinggi. Keadaan ini membuat mereka engga punya waktu membahas lain selain masalah mereka sendiri. Bahkan mengeluh pun mereka kehilangan alasan. Kalau ada orang bercerai, bangkrut, engga bisa bayar apartemen atau ada orang yang dapat promosi jabatan, tidak pernah disikapi berlebihan. Hanya sekedar ucapan selamat dan ikut prihatin. Setelah itu antar teman masalah itu tidak pernah dibahas. Mereka malas membahas masalah pribadi orang lain. Tapi di Indonesia , juga sama. Ada mitra saya yang juga direktur saya, jangankan bicara politik atau ekonomi , gambar presiden di salah satu ruang kantor masih gambar sby yang dipajang padahal presiden sudah berganti Jokowi. Saya tanya mengapa tidak diganti ? Jawabnya sederhana, biarin aja. Engga ngaruh lah. Kalau diajak diskusi soal politik atau issue yang lagi hangat, nampak dia tidak tertarik membahasnya. Kalau diteruskan bicara pasti ngantuk.

Walau dia sering piknik ke manca negara. Membaca banyak berita dari media digital berbayar, dan aktif dalam pergaulan sosial kalangan intelektual , namun tak merubah sikapnya untuk tidak peduli dengan lingkungannya. Apalagi membahas soal suka atau tidak suka terhadap tokoh politik atau partai politik. Kalaupun sampai dia ingin tahu , itu karena mengganggu kenyamanannya. Dan kalau bertanya , lebih focus ingin tahu jawaban rasional bukan suka tidak suka. Jarang sekali mereka terdengar mengeluh. Orang yang kurang peduli terhadap keadaan diluar dirinya penyebabnya karena : pertama, di otaknya sudah penuh dengan masalahnya sendiri sehingga dia tidak punya ruang untuk memikirkan yang lain. Ini umumnya para profesional yang secara materi sudah mapan dan secara batin aman. Kedua , dia sudah secure dengan hidupnya. Bukan karena materi berlebih tapi secara batin dia udah sangat kaya. Jadi engga ada yang dia kawatirkan. Ketiga, dia engga pede membahas sesuatu yang tidak betul betul dia pahami. Makanya dia memilih diam dan engga mau tahu lebih jauh. Ketika krisis global, kelompok middle class di Indonesia berubah menjadi mat nyinyir di sosmed khususnya terhadap Jokowi. Itu lebih karena perasan insecure dan takut perubahan terus terjadi. Tapi banyak juga yang tetap berpikir positip karena secara batin dia sudah kaya dan secara materi dia aman.

Hidup ini perlu keseimbangan emosional dan pikiran. Pikiran berkembang karena banyak belajar dari hal yang sudah terjadi lewat pengalaman orang lain atau bisa juga lewat buku atau bangku sekolah. Tetapi emosi berkembang kearah positip tidak bisa dipelajari lewat buku atau pengalaman orang lain tetapi lewat pengalaman hidup sendiri. Masalahnya tidak banyak orang memahami peristiwa yang dialaminya adalah kaya akan hikmah untuk latihannya mengembangkan kepribadiannya lewat pengendalian emosional. Umumnya persepsi orang sudah terbentuk lebih dulu atas peristiwa yang dialaminya.Bahwa dia benar dan dia tidak pantas mendapatkan ketidak adilan atas masalah yang menimpanya. Akibatnya dia tidak mendapatkan hikmah atas kenyataan yang menimpanya. Tentu dia tidak akan berubah lebih baik karana waktu. Dia justru dimakan oleh masalah.

Makanya banyak orang bertambah usia nampak tidak pernah dewasa. Tinggi ilmu tidak membuat dia bijak. Kebayang kan seorang profesor, jenderal, usia menua tetapi dengan tanpa malu mengungkapkan letupan emosinya dalam bentuk keluhan di media massa seperti anak alay. Yang tanpa data valid mencela kebijakan pemerintah. Juga tanpa ada solusinya. Jadi itu bukan lagi kritik mencerdaskan tetapi sudah keluhan anak alay. Yang anehnya dipercaya oleh orang yang punya mental sama dengan dia. Doyan ngeluh karena merasa hidup tidak adil terhadap dirinya. Kumpulan pengeluh adalah kumpulan orang yang tidak bisa berdamai dengan kenyataan. Sampai mati dia tidak akan pernah dewasa. Dan kalau rezekinya sempit bukan karena Tuhan tidak adil tetapi karana dirinya sendiri mempersempit hidupnya.

Hidup ini apapun yang terjadi itulah kebenaran. Yang belum terjadi hanyalah asumsi. Apapun yang terjadi bukanlah antara kita dengan orang lain atau dengan pemerintah atau dengan keluarga tetapi itu antara kita dengan Tuhan. Untuk apa? Agar kita mendapatkan hikmah dari kenyataan yang ada dan belajar dari itu untuk berkembang lebih baik karena waktu, untuk menuju sebaik baiknya kesudahan. Mengeluh bukan cara menemukan solusi. Pengeluh selalu jadi pecundang!

Jokowi tidak tahu apa apa ?

Jadi pengusaha itu kalau anda bego bukannya dapat uang malah dikejar utang dan rumah disita. Bahkan terpaksa setiap hari jualan modus biar dapat uang untuk bisa eksis. Biasanya baru disadari setelah kehilangan teman yang berpotensi mendukungnya. Akhirnya kalau pria ujungnya jadi begal. Kalau wanita ujungnya jadi PSK. Seorang pengusaha harus punya mental mandiri. Bukan hanya mandiri cara berpikir tetapi juga mandiri dalam hal belajar dan berkembang. Dia pasti otodidak yang hebat. Dia pasti terlatih secara emosional untuk bisa focus kepada hal yang bermanfaat dan positip aja. Dia cerdas merebut hati orang agar menerimanya. Kalau engga mana mungkin dia bisa berpacu dengan waktu dan bersaing karena itu. Bagi pengusaha waktu adalah uang. Apapun harus ada manfaatnya bagi raga maupu Jiwanya.

Jokowi bukan ulama, bukan jenderal dan bukan orang hidup dari titel dan Pengekor. Dia seorang pengusaha kreatif yang berkembang bukan karena bisnis rente atau konsesi APBN. Bukan. Tetapi dia menciptakan produk sendiri dan kemudian menciptakan merek sendiri untuk merebut pasar. Ini tidak mudah. Coba dech anda yang S3 atau peneliti hebat mampu engga melakukan itu, apalagi bisa masuk ke pasar international. Jokowi punya outlet di Eropa dan Dubai, juga china. Merambah sampai ke pusat dunia itu engga gampang. Engga seperti membalik telapak tangan. Apalagi modal tidak dari warisan keluarga konglomerat. Berat sekali. Saya katakan itu karena itu pengalaman yang saya rasakan sendiri sabagai pengusaha yang berbisnis diluar negeri dan berkembang dari bisnis kreatif.

Kalau takdir mengantarkannya sebagai pemimpin nasional maka itu bukanlah hal yang datang mendadak. Proses belajar sebagai pengusaha kreatif itu telah membentuk mentalnya menjadi pemimpin. Memang kelas presiden negara dan perusahaan beda. Tetapi prinsipnya sama. Bagaimana merebut hati mitra strategis dan kreditur, memilih karyawan atau staf yang tepat. Bagaimana mengelola sumber daya yang terbatas agar mencapai tujuan maksimal. Dari kesederhaan sikap dan perbuatannya , tidak sulit baginya untuk mengajarkan hal yang konstruktif kepada bawahannya agar emosi tetap terjadi secara positip, mengundang orang untuk mengambil langkah keyakinan melalui sepatah kata tentang apa yang mungkin , menciptakan sebuah inspirasi kolektif. Semua itu tercermin dari caranya berpikir ( way of thinking ) , merasakan ( feeling ) dan kemampuannya memfungsikan semua potensi positip ( functioning ) , sebuah cara hidup ( the way of life ) dan cara menjadi ( way of being ) yang transformative. Semua itu penerapannya sama saja. Negara atau Perusahaan tidak ada bedanya.

Jokowi menempatkan Jonan di menteri perhubungan dan ESDM itu sangat tepat. Karena Jonan punya latar belakang banker di bank asing yang sangat jago mengelola resiko. Kementrian perhubungan paling lambat pelaksanaan programnya dan karenanya butuh mentri yang bisa Speed up kerjaaan tanpa melanggar prinsip pengelolaan resiko yang baik. Juga menteri ESDM yang memang butuh ahli banker agar ESDM kita bukan hanya untuk mendatangkan pajak tapi juga bisa sebagai financial resource. Ibu SMI dikenal sebagai peneliti dan juga mantan menteri keuangan era sby. Terakhir sebagai Managing director world bank. SMI punya pengalaman luas dalam program perencanaan pembangunan semasa dia sebagai peneliti di UI dan juga sebagai senior advisor USAID. SMI dikenal patuh kepada aturan namun tegas bersikap bila disuruh melanggar aturan. SMI juga orang yang sangat hebat mengelola Resiko keuangan. Terbukti ketika dia jadi direktur world bank, dia mendapat predikat direktur terbaik sepanjang sejarah world bank. Sekelas SMI inilah yang dijadikan menteri keuangan oleh Jokowi. Ibu Rini, anda tahu dia pernah sebagai banker Citibank dan dirut Astra intenational, yang membawahi berbagai anak perusahaan.Menjadi direktur PMA secara profesional itu tidak mudah. Kalau skill dan attitude rendah engga mungkin asing mau bayar mahal.

Itulah sebagian kecil Team yang membantu melaksanakan visi Jokowi sebagai presiden. Itu dipilih atas inisiatif pribadinya tanpa ada campur tangan poltik atau partai. Kerena mereka yang dia pilih bukan kader partai atau PNS. Memang mereka orang hebat tetapi tanpa kehebatan Jokowi memotivasi mereka engga mungkin mereka bisa berprestasi hebat. Bukti SMI semasa SBY terjebak putaran kasus Century Gate. Orang yang punya latar belakang pengusaha kreatif seperti Jokowi itu punya kemampuan untuk itu. Mengapa ? Pengusaha kreatif percaya modal itu bukan hanya uang dan SDA tetapi juga SDM. Makanya dia smart memanfaatkan sumberdaya tersebut. Walau uang APBN terbatas namun SDM yang ditempatkannya mampu menutupi kelemahan APBN sehingga dapat menghasilkan kinerja optimal.

Jadi membandingkan Jokowi denganyang S3 yang tak pernah punya kinerja intelektual fenomenal. PS yang selalu emosional, Pengusaha rente, dan lainnya jelas sama saja membandingkan anggur dengan Rengginang. Jokowi memang tidak tahu apa apa bagaimana culas tetapi dia sangat paham how to work and make it. Yang lain They know everything but They know nothing how to make it.

Sunday, July 15, 2018

DKI Kota Kapitalis..



Ketika Anies-Sandi kampanye populis dan orang percaya. Saya membayangkan betapa cerdasnya Anies mengangkat issue populis untuk pemilih Jakarta. Mengapa? penduduk Jakarta itu sebagian besar pendatang. Umumnya mereka datang ke Jakarta untuk mengubah nasip agar lebih baik dari tempat asalnya. Tentu tidak semua yang datang itu sukses. Ada juga yang gagal. Bahkan dari 10 orang pendatang , hanya 1 orang yang sukses. Jakarta walau memberikan banyak peluang untuk orang sukses dengan mudah namun itu hanya untuk orang yang punya nyali, pekerja keras dan modal. Mereka yang termarginalkan inilah yang menjadi target pemilihnya dengan issue populis ditambah agama. Maka walau awalnya elektabiltasnya rendah, dia bisa mengalahkan Ahok yang elektablitas tinggi.

Apa saja kampanye populis yang tidak rasional itu? Rumah DP 0%. Walau tidak rasional tetapi inilah janji politik yang langsung meningkatkan elektablitas Anies. Maklum sebagian besar rakyat DKI tidak punya rumah sendiri. Mereka gagal namun tetap narsis atas nama agama. Semua orang di Jakarta akan aman hidupnya bila punya rumah. itulah yang dilempar oleh Anies. Jadi lampu aladin. Namun orang banyak lupa bahwa Jakarta itu bukan kota sosialis. Nilai tanah Jakarta setiap tahun naik di perkirakan 20-33 %. Makanya Era Ahok NJOP naik sebesar 140% karena selama 4 tahun sebelumnya NJOP tidak pernah naik. Itu artinya per tahun naik lebih dari 30%. Kini Anies -sandi menaikan NJOP sebesar 19%.

Setiap tahun NJOP pasti naik di Jakarta. Mengapa ? karena nilai infrastruktur DKI dan polulasi yang terus bertambah sebagai penyebab utamanya. Artinya ini Jakarta bung. Semua ada harganya. Pasar yang menentukan. Contoh Rusunawa KS Tubun era Ahok yang usai di akhir masa jabatannya direncanakan sewa sebesar Rp. 300.000 sebulan, Tapi kini bagi Sandi itu udah engga layak lagi untuk rakyat miskin. Layaknya untuk rakyat berpengahasilan menengah keatas dengan tarif Rp 1,7 juta per bulan. Mengapa ? karena alasan bisnis. Daerah strategis dekat dengan pusat kota dan angkutan umum. Orang miskin engga pantas dapat tempat sekelas ini. Paham ya.

Sumber PAD DKI itu dari rakyat yang mampu bayar pajak. Selebihnya, rakyat yang engga mampu bayar pajak, engga pernah dianggap ada. Tidak ada urusannya dengan agama atau idiologi. Ente ada uang ente berhak dapat tanah dan wajib bayar pajak yang terus meningkat setiap tahun. Lantas gimana dengan DP 0% ? DP 0% hanya cara mendapatkan rumah dengan cara berhutang. Tetapi apa artinya bila harga rumah terus naik karena NJOP? Itu artinya cicilan semakin besar. Kalau pendapatan ente engga nambah setiap tahun nya, jangan harap dapat rumah. Ente engga sanggup , orang lain sanggup kok. Jangan ngeluh. Ini engga ada kaitannya dengan agama atau apalah. Ini soal duit. Siapa suruh datang Jakarta? sendiri suka sendiri, aduh jangan mau dibegoin janji Populis.


Jakarta adalah kota kapitalis. Tidak akan berubah walau Gubernur berganti. Tidak mungkin populis. Ahok jujur ketika kampanye mengingatkan soal populis itu omong kosong. Tetapi dihadapan orang bego dan gagal, memang kejujuran itu menyakitkan.

Islam Nusantara?

Di salah satu kecamatan di propinsi Hunan, saya sempat sholat magrib di masjid yang ada tidak jauh dari restoran kami makan. Di tempat itu pria dan wanita sholat diruang yang sama. Namun dipisahkan oleh tirai. Saya dapat melihat wanita sholat tampa mukena. Mereka sholat dengan Jilbab dan baju lengan panjang ( ada juga kaus lengan panjang ). Bawahannya ada yang pakai Celana panjang dan ada juga pakai rok sampai ke mata kaki. Ya, mereka menggunakan pakaian yang mereka kenakan sehari hari. Saya tanya kepada taman di china mengapa wanita china tidak gunakan mukena? Jawabnya wanita china umumnya adalah pekerja di ladang atau di pabrik. Dan waktu mereka sangat sempit untuk sholat. Makanya mereka sholat dengan pakaian yang lekat di badan aja. Itu engga salah. Yang salah kalau engg sholat

Di Indonesia pada umumnya wanita sholat menggunakan mukena karena waktu mereka sebagian besar ada dirumah. Di balik mukena tidak ada lagi pakaian. Tetapi wanita yang kerja di kantor , pakai Mukena tanpa melepas pakaiannya. Jadi Mukena itu hanya jadi uniform bukan untuk tujuannya agar bersih dan suci. Kalau dibaca sejarah wanita menggunakan jilbab itu merupakan tradisi wanita Yahudi. Kalau anda ke libanon anda akan lihat bagaimana wanita Yahudi menggunakan jilbab. Dan ini ditiru oleh orang Arab. Dan kemudian kini ditiru oleh orang Indonesia. Padahal tadinya wanita Indonesia hanya kenakan kerudung sekedar lekat dikepala. Itu engga salah. Yang salah menggunakan pakaian sexi ditempat umum atau tempat ibadah.

Pakaian dan juga tradisi sosial setiap bangsa berbeda. Itu yang dimaksud dengan kebudayaan. Sebelum agama diperkenalkan, kebudayaan sudah ada. Cara makan, berbicara, berpakaian, bersenggama, bertani, berternak, bertetangga, gotong royong. Semua itu ada dalam kebudayaan. Lantas dimana agama ? Agama tidak mengubah kebudayaan tetapi memperkuat kebudayaan agar orang lebih tenteram dan saling mencintai. Kalau karena kebudayaan itu orang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi, itu hal yang lumrah. Yang penting perubahan itu bukan karena paksaan politik tetapi atas dasar kenyamanan dan kearifan lokal. Contoh sarung yang dipakai oleh orang Jawa itu tradisi dari Yaman. Para santri merasa nyaman mengenakan sarung daripada gamis. Itu engga salah.

Para wali dulu ketika memperkenalkan Islam ke Nusantara tidak bertujuan mengubah kebudayaan yang ada. Contoh cara bertani kita belajar dari china. Itu tidak diubah. Hanya para wali menperkuat tradisi itu sesuai dengan tuntunan Islam. Seperti cerita wayang dan tembang Jawa, syairnya mengikuti ajaran Islam tentang akhlak. Nujuh hari, 40 hari dan sebagainya sebagai cara menghormati orang mati diubah menjadi tradisi yasinan agar orang ingat mati. Bukankah ingat mati adalah kecedasan spritual tertinggi. Mengapa? Para wali focus kepada perbaikan akhlak daripada bersibuk soal fikih, halal atau haram.

Memang sumber segala sumber Islam itu adalah Al Quran dan hadith namun implementasinya dalam kehidupan sosial dan budaya tidak bisa ada monopoli kebenaran fikih. Yang namanya fiqih itu adalah tafsir dan setiap tafsir tidak ada yang pasti benar. Ia akan terasa benar ketika anda memaafkan orang yang membenci anda dan mencintainya. Menemui orang yang tidak mau bersilahturahmi dengan anda. Mendoakan yang baik untuk orang yang memfitnah dan menghujat anda. Memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepada anda. Berdamai dengan orang yang keras hati. Amanah ketika diberi titipan. Hidup sederhana. Itulah yang diajarkan oleh semua pondok pesantren NU kepada santrinya agar mereka cerdas hidup untuk rahmat bagi semua.


Islam nusantara adalah Islam cinta damai dengan mereka yang berbeda dan gemar gotong royong , karena budaya kita mendidik itu, beda dengan Islam di timur tengah yang budayanya doyan tauran.

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...