Albert Hirschman mengatakan dalam
esainya, Against Parsimony: Three Easy Ways of Complicating Some Categories of
Economic Discourse: ketika kapitalisme bisa meyakinkan setiap orang bahwa ia
dapat mengabaikan moralitas dan semangat bermasyarakat, public spirit, dan
hanya mengandalkan gairah mengejar kepentingan diri, sistem itu akan
menggerogoti vitalitasnya sendiri. Sebab vitalitas itu berangkat dari sikap
menghormati norma-norma moral tertentu, sikap yang katanya tak diakui dan dianggap
penting oleh ideologi resmi kapitalisme. Kini memang terbukti: Pasar yang hanya
mengakui bahwa rakus itu bagus seperti yang dikumandangkan oleh risalah macam
The Virtue of Greed dan In Defense of Greed pada akhirnya terguncang oleh
skandal Enron, Madoff, Lehman Brothers. Begitupula ketika Century Gate
terungkap namun tak bisa tuntas dan akhirnya rupiah terpuruk , inflasi dua
digit dengan harga ikut pula melambung memenggal pendapatan para buruh, petani
miskin. Kepercayaan runtuh, kita bertanya kepada pemerintah , apakah belum
cukup bukti bahwa kapitalisme sudah salah jalan. Idiologi ini memberikan ruang
kebebasan namun kebanyakan kita melupakan esensi moral yang harus diemban.
Biarkan semua terjadi karena
begitulah pasar bekerja. Saya tidak
yakin itu. Karena ditiap pasar selalu ada
yang bukan-pasar dan itu dibutuhkan. Milton Friedman ,penerus Adam Smith, pemikir yang sering disebut
sebagai bapak paham kapitalisme itu, telah keliru bukan karena sang bapak
salah. Ia keliru karena Smith, dalam bukunya yang pertama, The Theory of
Moral Sentiment, bukan orang yang menganggap kehidupan bersama adalah sesuatu yang
hanya dibentuk oleh Pasar, oleh kepentingan diri dan motif mencari untung.
Smith, juga berbicara tentang perlunya
perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat kebersamaan. Dan itu
adalah sifat-sifat yang tak menentang Pasar. Mereka justru diperlukan Pasar
agar berjalan beres. Sebagaimana dicatat oleh sejarah, kapitalisme tak muncul sebelum ada sistem
hukum dan praktek ekonomi yang menjaga hak milik dan memungkinkan berjalannya
perekonomian yang berdasarkan kepemilikan.
Adalah salah besar menempatkan hokum kapitalis semata untuk memastikan “bujuk
orang kaya dengan bunga tinggi dan biarkan orang miskin bekerja keras dengan
upah rendah agar mereka terus tergantung dengan modal. Ini salah.
Siapapun berada didalam system
kapitalisme dan mampu bermain cantik dalam system itu , maka dia sebetulnya
tidak pernah kehilangan esensi moral didalam hatinya. Orang sukses karena kerja
keras dan moral selalu berujung kepada tanggung jawab moral kepada orang
banyak. Itulah sebabnya pada 9 Desember
2010, atau dua tahu setelah Lehman Brothers tumbang dan wallstreet terjerembab, Gates, Warren Buffett, dan Mark
Zuckerberg (CEO Facebook) menandatangani janji yang mereka sebut
"Gates-Buffet Giving Pledge". Isinya adalah mereka berjanji untuk
menyumbangkan setengah kekayaan mereka untuk amal secara bertahap. Mereka
tumbuh dan mendulang sukses akibat kapitalisme seperti yang smith ajarkan
tentang perlunya perikemanusiaan,
keadilan, kedermawanan, dan semangat kebersamaan. Dengan sikap mereka itu , mereka bukan hanya
memaknai bahwa sukses harus diraih
dengan kerja keras tapi bagaimana mempertanggung jawabkan kesuksesan itu untuk
sesuatu yang lebih bernilai, dan ini hanya mungkin dengan konsep memberi. Seperti
ungkapan Curchil “We make a living by what we get. We make a life by what we
give.”
Ada 1500 Triliun dana orang kaya Indonesia
ditempatkan di Singapore. Ini belum termasuk jumlah dana yang ditempatkan di
Hong Kong, Swiss, Dubai. Menurut data Merilyn jumlah dana 12000 orang kaya
Indonesia yang ditempatkan diluar negeri mencapai Rp. 3500 Triliun atau setara
dengan GNP kita atau 3,5 kali APBN kita. Begitu dahyatnya kekayaan segelintir
orang Indonesia itu. Mereka lebih kaya dibandingkan Bill Gates, Warren Buffett,
dan Mark Zuckerberg. Dan lebih hebatnya lagi mereka kaya tidak perlu menghadang
resiko seperti Warren Buffet, tidak perlu berlelah siang dan malam seperti Bill
Gates dan Mark. Malangnya Indonesia , segelintir orang kaya itu ketika rupiah
terpuruk , mereka lebih dulu memaksa pemerintah menaikan suku bunga. Tidak
terdengar mereka berkata kepada pemerintah atau kepada rakyat " setengah
harta saya diserahkan untuk rakyat , untuk kemanusiaan" tidak terdengar
seperti yang dilakukan oleh Gates, Warren Buffett, dan Mark Zuckerberg. Itulah bedanya kekayaan yang didapat dari
kerja keras ala smith dengan kekayaan yang didapat dengan cara culas dan
menjual agama dan bangsa demi kepentingan pribadi. Padahal apapun yang
dilakukan manusia didunia bukanlah bertujuan untuk mengejar kekayaan tapi
menjalani proses bekerja sebagai bagian dari misi spiritualnya untuk kemakmuran
semua ((Q.S. al-An’am/6: 175; Hud/11: 61) dan ini semua diyakini sebagai
tanggung jawab dihadapan ALlah ( (Q.S. al-Qiyamah/75: 36).
Kegiatan didunia ini tak lain dimanefestasikan dalam ujud kesediaan berbagi
atas segala karunia Allah (potensi alam ) dan menggunakannya untuk kepentingan
orang banyak tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan ( Q.S. al-Syu’ara/26: 183).
Ini semua tidak lepas dari misi manusia terlahir kedunia untuk dan hanya karena
beribadah kepada Allah (Q.S. al-Kahfi/18: 110), dan karenanya hanya akan
melahirkan kebaikan, kebenaran untuk
tegaknya keadilan social bagi siapa saja…