Monday, August 19, 2013

Ahok Center

Saya tidak tahu mengapa sampai ada istilah “pemerintah “  pada bahasa  Indonesia untuk menyebut  kelompok Pelaksana konstitusi negara.   Karena menurut saya “pemerintah “itu terkesan seperti raja bertitah kepada rakyatnya. Perintah raja adalah UU itu sendiri. Tidak ada kebenaran selain perintah Raja. Makanya penguasa yang duduk disinggasana adalah pemerintah alias tukang perintah. Sementara para hulu balang dan cerdik pandai dibawahnya disebut dengan pemerintahan atau birokrasi. Tapi , dalam sistem demokrasi tak jauh berbeda dengan sistem khiilafah Islam bahwa dimana Kekuasaan itu ada karena UU ( dalam islam karena  Al Quran dan hadith ). Karena kekuasaan memberi legitimasi kepada penguasa untuk memerintah namun bukan perintah yang tak bisa dibantah atau dianulir. Ada lagi sederet UU yang membatasi penguasa  untuk berkata satu.  Ada Lembaga MK yang bisa membatalkan produk UU yang tidak sesuai dengan UUD. Ada Pengadilan TUN yang bisa membatalkan perintah pemerintah kepada rakyat. Dalam islam  penguasa atau pemerintah diawasi oleh dewan syuro yang bisa menganulir kebijakan pemerintah bila melanggar  Al Quran dan hadith. Tapi entah mengapa “pemerintah” masih lekat dibenak rakyat kecil bahwa pemerintah  tidak boleh disalahkan dan tidak boleh dilawan.

Bagi bangsa Eropa dan AS,  Government adalah lembaga setan yang dipaksakan ada oleh karena konsesus bahwa kekuasaan harus dibagi diantara mereka yang kuat , kaya dan terdidik. Rakyak yang lemah hanyalah endorsement untuk legitimasi berbagi diantara yang kaya, terdidik dan kuat. Namun ketika ekonomi  runtuh , yang kaya berteriak bangkrut, yang terdidik berteriak kehilangan pekerjaan, yang kuat berteriak kehilangan amunisi,mereka mulai paranoid dengan yang namanya “ Government “. Seharusnya tidak perlu ada lagi Government bila mata uang semakin kehilangan nilai, bila tentara terus menghabiskan anggaran untuk membunuh, bila elite politik memperkaya diri lewat korupsi sistematis , bila partai ikut mendukung terciptanya UU untuk meminggirkan hak rakyat berdaulat secara ekonomi. Para birokrat telah kehilangan reputasi untuk bicara atas nama humanitarian.  Betahun tahun mereka telah lalai melaksanakan amanah rakyat demi  kemakmuran buat semua. Ternyata semua hanya ilusi yang sengaja ditiupkan disetiap menjelang Pemilu dan berakhir nothing ketika Pemilu usai. Tapi bagaimanapu pemerintah tetap harus ada untuk sekedar meyakinkan bahwa kita komunitas modern yang tahu mengelola komplik untuk hari esok yang lebih baik.

Namun bagaimanapun Pemerintahan paska kejatuhan lehman brother tidak sama dengan pemerintahan era tumbuhnya dot.com. Era kini pemerintah membuka  diri untuk melibatkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam distribusi keadilan dan kemakmuran. DI inggeris dan di AS dibentuk UU berdirinya Badan Usaha yang bertujuan sosial. Penyertaan saham pada perusahaan non profit ini dapat dianggap sebagai pengurangan pajak.  Dengan demikian mendorong kegiatan beramal menebar pancing untuk mendapatkan ikan bagi mereka yang tidak beruntung. Ketentuan mengenai CSR diperluas peruntukannya.Tidak hanya terbatas kepada pihak yang terkait dengan bidang usaha tapi bisa kepada siapapun yang membutuhkan. Dari ketentuan tersebut , secara legitimasi negara memberikan kanal kepada publik untuk mengorganisir dirinya sendiri dan negara hanya bertindak sebagai “pengawas” bukan lagi “pemerintah”.  Eropa dan AS belajar dari kesalahan masalalu dan mereka sadar bahwa rakyat tidak lagi bodoh dan resource semakin terbatas untuk terus membohongi rakyat. Berkompromi demi masa depan agar hari kini chaos tidak terjadi. Itu adalah sikap bijak dan smart.

Fenomena yang terjadi di Eropa dan AS, tidak dilihat dengan mata dan pikiran jernih oleh elite polik di Indonesia. Para elite politik masih meng claim bahwa hanya pemerintah satu satunya lembaga yang boleh dipercaya dan legitimasi mengelola resouce publik.  Ustad Yusuf Mansyur yang dikenal reputasinya sebagai motivator zakat , sadaqah,berhasil menggalang dana umat untuk tujuan sosial namun dalam  konsep sustainable , dilarang oleh pemerintah. Alasannya melanggar hukum. Padahal program BAZIS Depag kalah pamor dibandingkan program Ustad YM , hanya karena publik tahu bahwa Depag tukang KORUP. Tapi bagaimanapun YM tetap kalah dan dikalahkan oleh pemerintah. Apakah ada solusinya untuk YM? Kita tidak lagi mendengar kelanjutannya. Tapi saya yakin apabila YM mengikuti aturan Pemerintah maka programnya tidak akan sehebat sebelum pemerintah ikut campur.  Basuki atau Ahok , wagub DKI menciptakan program yang memungkinkan dana  CSR melalui Pemda dapat tersalurkan langsung kepada rakyat namun pengawasan diserahkan kepada publik , dalam hal ini “Ahok Center”. Hanya karena melibatkan konsituen sebagai pengawas, Ahok kena hujan fitnah dari elite politik. Itu semua karena keterlibatan publik ( Ahok Center )  dalam pengawasan langsung dinilai melecehkan kekuasaan.  Mengapa ? karena  para elite dinegeri ini tidak mau dicurigai rakyat  dan tidak mau kekuasaanya dibagi kepada rakyat, apalagi soal distribusi uang.

Ahok tidak menjadikan Pemerintah sebagai Tuhan yang selalu benar.Tidak menjadikan Aparat suci sehingga tidak perlu dicurigai. Dia berpikir realistis bahwa Rusun Marunda itu sudah ada sebelum dia jadi Wagub dan dalam kondisi terabaikan karena dikelola dengan cara korup.  Ketika dia duduk sebagai Wagub maka Rusun Marunda itu dikembalikan fungsinya untuk menampung rakyat yang tidak mampu beli rumah atau mereka yang terkena program relokasi. Untuk mengembalikan ini , tidak ada lagi anggaran tersedia.Karena sudah habis dimakan oleh Gubernur sebelumnya. Ahok , tidak menyalahkan siapapun. Dia hanya focus menyelesaikan masalah didepan.  Dia meminta perusahaan besar untuk menyalurkan dana CSR ke program unggulan DKI. Saya yakin relawan Ahok juga berperan melobi perusahaan besar itu dan tentu juga karena reputasi Ahok yang dikenal bersih sehingga dana CSR mengalir deras. Jadi wajar kalau para relawan Ahok ikut mengawasi karena tidak ingin nasip RUSUN Marunda sama seperti Gubernur sebelumnya.  Hampir semua perusahaan yang memberikan dana CSR itu adalah perusahaan Publik yang pengawasannya sangat ketat. Jadi tidak mungkin dana CSR disalurkan diluar procedure yang diatur oleh UU.  Artinya relawan Ahok Center tidak pernah menerima dana CSR. Disamping itu penggunaan dana CSR disampaikan secara transfarance , yang berbeda dengan  gubernur sebelumnya dimana rakyat tidak pernah tahu ada dana CSR untuk  PEMDA.

JOKOWI AHOK memaknai demokrasi secara nilai. Bahwa demokrasi adalah kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama.  Tanggung jawab kemakmuran tidak hanya ada pada pemerintah tapi juga semua pihak harus  ikut bertanggung jawab. Seharusnya Ahok Center adalah seluruh rakyat DKI. Siapapun itu yang mencintai JOKOWI-AHOK dan cinta kepada kebenaran, kebaikan , keadilan maka harus menjadi bagian dari relawan Gubernur terpilih. Kita percaya kepada Aparat pemerintah tapi itu bukan berarti kita menyatakan mereka tidak boleh dicurigai. Itulah gunanya system  demokrasi bahwa semua berhak ikut mengawasi sebagai bentuk tanggung jawab sebagai warga negara. Selagi paham demokrasi dimaknai berbagi kekuasaan diantara yang kuat, terdidik, kaya maka selama itupula demokrasi tidak akan punya nilai untuk alat mencapai kemakmuran bagi semua. Akan selalu mereka yang kuat, atau kaya, atau terdidik yang akan menjadi penjarah dan membuat kubangan masalah tak berujung. Selagi rakyat ikut berperan tidak hanya datang kebilik suara ketika pemilu tapi juga ikut aktif dalam perubahan dalam azas kebersamaan , maka demokrasi akan punya nilai bahwa yang kuat melindungi yang lemah, yang kaya berbagi kepada yang miskin, yang terdidik mendidik kepada mereka yang bodoh. Dari itu semua perbedaan menjadi kekuatan, bukan biang keretakan karena kecemburuan kelas.

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...