Seorang
teman yang berprofesi sebagai konsultan SDM bercerita kepada saya bahwa dia
sangat terkejut ketika dia mengajukan nama yang pantas mendapatkan penghargaan dari
perusahaan tetapi Pemimpin perusahaan menolak nama nama yang dia ajukan. Padahal
dalam daftar tersebut adalah nama para
pemimpin perusahaan dan kemudian para manager yang berprestasi dibidang
pemasaran dan produksi. Lantas siapa yang pantas mendapatkan penghargaan ?
tanya saya. Teman itu tersenyum. Yang berhak adalah cleaning service. Dalam
acara gala dinner pemberian penghargaan,
pemimpin perusahaan mengatakan bahwa begitu banyak pretasi yang dicapai
perusahaan dari tahun ketahun namun itu hanya prestasi yang dapat naik dan
dapat juga turun. Tapi ada nilai nilai perusahaan yang juga nilai kepemimpinan
organisasi yang tak pernah turun yaitu menghargai peran kecil orang lain.
Dapatkah dibayangkan bila salah satu mitra strategis perusahaan tergelincir di
toilet hanya karena cleaning service tidak bekerja dengan benar. Ini akan berdampak
buruk bagi perusahaan. Tapi peran kecil yang strategis itu tidak pernah kita
lihat. Kita sibuk menepuk dada dengan segala keberhasilan kita dan pada waktu
bersamaan kita merendahkan diri kita sendiri. Cleaning service itu pantas
disebut sebagai pahlawan bagi perusahaan.
Walau
penghormatan diberikan kepada clearning service secara seremonial namun
pahlawan sesungguhnya adalah pemimpin itu sendiri. Karena dia bisa mengalahkan
dirinya sendiri untuk tidak ingin dipuji dan dihormati. Pemimpin itu telah memberikan
teladan kepada semua bawahannya bahwa ketika prestasi dicapai maka yang pertama
dilakukan adalah mengingat siapa yang terlupakan dan pantas mendapatkan
penghargaan. Bukannya berlomba tampil didepan untuk dipuji dan membanggakan
diri. Kebanggaan diri hanya akan membuat orang sombong. Kadang karena
kesombongan itulah potensi terpendam orang menjadi hilang begitu saja. Prestasi
hanya mungkin terukir oleh motivasi tanpa harap punjian tapi berbuat untuk
kepentingan orang lain. Ketika kepentingan orang lain dibela maka pada waktu
waktu bersamaan seseorang menjadi bernilai. Inilah yang disebut dengan dedikasi
atau pengabdian terhadap tugas. Tak semua orang menjadi pemimpin, harus ada
yang jadi bawahan atau yang bekerja di toilet namun dimanapun berada ia seharusnya
menjadi sebaik baiknya dirinya untuk orang lain.Menurut teman saya , budaya
seperti inilah yang harus dibangun dalam
setiap organisasi atau masyarakat. Semua orang bisa menjadi pahlawan.
Bagaimana
membangun budaya pengabdian ini sehingga pantas disebut sebagai pahlawan? Tanya
saya. Teman ini mengatakan bahwa seseorang harus mampu mengalahkan dirinya
sendiri. Apa yang harus dikalahkan? Sifat sombong dan Sifat tidak pernah
puas. Kedua sifat inilah yang merusak
moral manusia. Sehebat apapun dia akan hancur karena kedua sifat tersebut. Sifat
sombong pertama kali dipertontonkan oleh Iblis ketika menolak untuk sujud
kepada Adam hanya karena merasa penciptaannya lebih baik dibandingkan dengan
Adam. Sifat tidak puas dengan apa yang dimiliki dipertontonkan pertama kali
oleh Adam ketika memakan buah Qalbi. Padahal nabi Adam telah mendapatkan segala
galanya di sorga. Hanya satu yang Allah tidak berikan atau dilarang untuk
dinikmati yaitu buah Qalbi tapi karena sifat merasa tidak puas membuat Adam
mudah di provokasi oleh Iblis untuk melanggar larangan Allah. Setiap manusia tidak bisa lepas dari kedua
sifat tersebut. Mengapa ? karena kedua sifat itulah letak keistimewaan manusia
dibandingkan makhluk lainnya.
Menurut
teman saya bahwa rasa percaya diri harus dikelola dengan baik tanpa menimbulkan
perasaan paling benar, paling tahu , paling baik, paling mampu. Ini ada pada
perasaan. Mengapa ? sikap yang melatar belakangi perbuatan lebih diakibatkan
oleh perasaan. Perasaan adalah manifestasi dari keberadaan jiwa pada diri kita.
Jiwa memang sesuatu yang imaginer namun keberadaannya dapat dilihat dari
perbuatan manusia. Bila manusia dikendalikan oleh perasaannya maka sifat
percaya diri menimbulkan perbuatan arogan, takabur, individualis. Sifat ini
akan menghancurkan pribadi manusia karena dan dia akan sulit bersosialisasi
untuk mendapatkan dukungan dari orang lain. Begitu juga perasaan tidak pernah
puas harus dikendalikan. Ketika upaya telah dilakukan dengan sebaik baiknya
maka ada saatnya kita menghargai effort itu apapun hasilnya. Menerima bukan
berarti berpuas diri hingga lupa untuk berusaha lagi. Tapi menerima kenyataan
bahwa manusia serba terbatas. Usia terbatas, tenaga terbatas, perut terbatas,
semuanya serba terbatas. Yang ada harus disyukuri. Jadi tidak perlu karena
kepuasaan yang tak ada habisnya maka segala cara dilakukan walau karena itu
merugikan orang lain, menggunting dalam lipatan, korupsi, manipulasi dan
perbuatan amoral lainnya.
Setiap
manusia harus menanamkan dalam dirinya bahwa dia harus menaklukan dirinya
sendiri. Ini perang yang tidak mudah. Harus ditanamkan dalam diri kita bahwa
kita tidak lebih baik dibandingkan orang lain dan tidak lebih terhormat
dibandingkan orang lain, tidak lebih pantas masuk sorga dibandingkan orang
lain. Lebih daripada itu bahwa kita tidak pantas sombong terhadap apa yang kita
punya karena pemilik sesungguhnya adalah Allah dan Allah lah yang pantas
sombong. Bukan kita. Harus ditanamkan dalam diri kita bahwa apa yang kita punya
karena cinta Allah kepada kita. Syukuri apa yang ada dan berpuas dirilah hanya
karena kita merasa dekat kepada Allah melalui sifat rendah hati dan ikhlas .
Ini harus teraktualkan dalam bentuk cinta dan kasih sayang kepada semua melalui
semangat berbagi dan berkorban. Inilah nilai kepahlawanan sesungguhnya,
demikian uraian singkat dari teman itu. Saya mendapatkan pencerahan karenanya.