Tuesday, October 30, 2012

Berkorban dalam kemiskinan


Pengurus Masjid itu tidak bisa menahan rasa harunya ketika melihat Kambing yang dibawa oleh  Mak Yati dan suaminya Maman untuk diserahkan sebagai Qurban. Kambing itu berukuran paling gemuk diatara kambing yang lainnya. Apa penyebab pengurus Masjid itu terharu ? karena Mak Yati dan suaminya bukan tergolong nasabah prioritas bank. Mak Yati bukan pegawai PNS yang  minim produktifitasnya namun dapat gaji lebih dari 13 kali dalam setahun. Bukan pula orang kebanyakan yang aman dari resiko tidak makan karena penghasilan tidak pasti dan tabungan tidak ada. Bukan!. Mak Yati dan suaminya Maman adalah pemulung yang hidup melata dari mengais sampah dijalanan.  Dari hasil mengais sampah ini , dia bisa mendapatkan penghasilan Rp.25.000 per hari atau seharga secangkir kopi ukuran terkecil di Starbucks. Bila secangkir kopi dapat habis sekali minum namun Mak Yati mendapatkan uang sebesar itu membutuhkan tenaga dan waktu yang tidak sebentar. Iapun harus mau menyusuri jalanan dalam keadaan panas maupun hujan. Ia lelah namun jiwanya tidak pernah lelah. Ia ikhlas dengan takdirnya tanpa berkeluh kesah dalam mengemis.

Dari penghasilan sebesar 25 ribu rupiah itu dia gunakan untuk mengganjal perutnya sedikit dan sisanya dia tabung. Bukan untuk persiapan pergi haji. Tidak pula untuk persiapan pension masa tuanya karena dia memang sudah tua dalam keadaan miskin tanpa jaminan social. Uang itu ditabungnya untuk berkorban di jalan Allah. Seperti dikatakanya “Saya ingin sekali saja, seumur hidup bisa memberikan daging qurban. Di dada rasanya tebal sekali, ada kepuasaan. Saya harap, semoga ini bukan yang terakhir”. Dari peristiwa ini Allah mempertontonkan kepada kita orang beriman yang merasa lebih dibandingkan Mak Yati. Bahwa tidak ada alasan untuk tidak berkorban dijalan Allah. TIdak ada ! Kadang kita punya uang berlebih dibank namun ketika orang datang meminta tolong karena tidak ada beras dirumah untuk dimasak, bingung untuk membayar sekolah anaknya, bingung bayar kontrakan rumah, bingung dikejar hutang karena untuk makan, kita justru menolak dengan senyuman sambil berpikir bahwa uang berlebih itu digunakan untuk persiapan kuliah anak, atau untuk liburan bersama keluarga, atau untuk pergi haji. Padahal yang kita pikirkan itu adalah masa depan yang belum dalam genggaman kita sementara hari ini Allah mengirim ticket ke kebun sorga untuk kita tapi kita tolak.

Berkorban dalam bentuk apapun memang mudah selagi kita berkemampuan kuat dan lapang. Namun menjadi lain ketika kita berkorban yang pada waktu bersamaan kita sangat membutuhkannya. Mak Yati dirumahnya yang berukuran 3x4 meter terdapat televise tua yang tidak lagi berfungsi namun uang tabungan itu tidak dia gunakan untuk membeli televise baru yang harganya sama dengan dua ekor kambing qurban. Ia lebih memilih berkorban dijalan Allah. Allah lah yang lebih utama. Apakah Mak Yati merugi karena itu ? Tidak ! Yang pasti janji Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda (Al-Baqarah [2] ayat 245). Mau bukti ? Setelah dia memberikan dua kambing qurban itu, beritanya tersiar melalui berbagai media. Membuat Menteri sosial, Salim Segaf tersentuh hatinya untuk memberikan aspirasi. Seorang Menteri datang sendiri kerumahnya yang kumuh itu dan memberikan santunan sebesar Rp. 5 juta rupiah untuk modal usaha serta rumah layak tempat dia tinggal. Perhatikanlah didunia saja, Allah memberikan rasa hormat sangat tinggi dengan ditandai hadirnya seorang pejabat tinggi Negara kerumahnya dan disamping itu dia mendapatkan santunan berlipat dari apa yang dia qurbankan.

Tentu di akhirat Mak Yati akan mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah. Karena perbuatan ikhlas berkorban dijalan Allah adalah puncak Tauhid sebagaimana yang diteladankan oleh Nabi Ibarahim yang menerima titah dari Allah untuk menyembelih putranya Ismail. Walau nyatanya dalam sejarah Putranya Ismail tidak jadi disembelih karena ketika mata pisau itu lekat dileher seketika itu juga Allah menggantinya dengan domba. Inti dari kisah ini adalah seorang Nabi Allah Ibrahim dihadapkan dengan dilemma antara ketaqwaan dan akalnya. Betapa tidak? Nabi Ibrahim tidak dikarunia anak yang banyak. Nabi Ibrahim barulah mendapatkan anak setelah usia uzur. Ketika anak dalam kandungannya, Allah meminta Nabi Ibrahim membawa istrinya ketengan gurun yang tandus dan meninggalkan mereka disana. Ketika anak lahir, tumbuh sehat dan cerdas serta berakhlak mulia, namun Allah mentitahkan agar putranya itu disembelih. Dapatkah dibayangkan bagaimana bila itu terjadi pada diri kita ? tentu akal kita akan menolak. Samahal mengapa pula Mak Yati tidak membeli TV baru dari uang tabungannya.  Ternyata jawabannya adalah ketaqwaan kepada Allah, kecintaan kepada Allah tidak bisa terjawabkan dengan akal yang terbatas ini. Ia sesuatu yang sublime yang tak lagi mengenal aku, cinta, harapan, rugi , laba, susah, kecuali hanya karena ingin melaksanakan Titah sang Illahi. TIdak ada lagi aku kecuali Allah.

Ya cinta kepada Allah sesuatu yang agung dan berimplikasi sangat luas terhadap kehidupan didunia. Siapapun dia, baik berharta maupun berilmu punya tanggung jawab untuk melakukan intervensi social lewat spiritual social yang diajarkan oleh Allah dan diteladankan oleh Rasul. Dengan itu, keadilan Allah tegak kepada mereka yang lemah dan duapa. Gap antara sikaya dan simiskin tidak akan menimbulkan kecemburuan social karena orang miskin sadar dengan takdirnya dan mendapatkan keadilan dari orang kaya yang bertaqwa. Orang kaya berharta dan berlmu mendapatkan kepuasan batin karena mampu berbuat mewakili Allah untuk tegaknya keadilan social. Itulah nilai islam, rahmatan lillamin. Yang kaya dan yang miskin bersedekat untuk saling menghormati, melindungi dengan satu tujuan untuk cinta kepada Allah…

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...