LSM mengundang saya dalam diskusis terbatas. Kebetulaan Ketuanya saya kenal. Salah satu pengurus LSM itu anggota Team Shadow nya Awi. Diskusi membahas tentang sistem politik dan ekonomi yang keliatannya mulai oleng karena krisis global yang dipicu oleh krisis di AS. Padahal AS adalah jantung kapitalisme. Magnitudo ekonomi seluruh dunia. Kemudian juga membahas tentang fenomena kekuatan sistem komunis China yang bisa cepat melakukan adjustment market dari ekspor ke pasar domestik. Selama diskusi saya lebih banyak menyimak. Mereka semua terpelajar baik dan tentu punya referensi hebat. Saya apalah. Hanya pedagang sempak.
“ Gimana pendapat pak Eri..” Tanya moderator. Saya tersenyum. Mau ngomong apa? Tapi okelah saya bicara.
“ Saya orang minang. Waktu little boy, saya diajarkan oleh paman saya tiga hal yaitu , masak, perbaiki jam dan menjahit. Paman saya mengatakan. Kemanapun kamu pergi, kamu perlu makan dan orang juga perlu makan. Pandailah memasak untuk dirimu sendiri dan orang lain. Kemanapun kamu pergi, kamu perlu jadwal sebagai pengingat langkah kamu. Tanpa jam, kamu tidak bisa hidup di abad modern. Pandailah perbaiki jam, untuk kamu dan orang lain. Kemanapun kamu pergi, perlu pakaian untuk menjaga aib dan rasa hormat. Pandailah menjahit pakaian untuk kamu dan orang lain.
Ajaran paman saya itu adalah buah kebudayaan. Tradisi adat Minang. Paman sebagai mentor kepada ponakan laki lakinya, agar ponakannya bisa menjadi pasak rumah. Menjadi pengikat struktur bangunan yang kokoh. Selama turun temurun kemanapun orang minang pergi dia bisa survival. Karena memang dari kecil mindsetnya didesign berguna bagi orang lain. Public oriented. “ Kata saya. Sampai disini mereka tahu dari mana tesis saya berangkat. Saya tatap mereka satu persatu..
“ Waktu bergerak ke depan. Kekuasaan datang pergi berganti. Tapi Gunung tidak kemana mana. Tetap di tempatnya. Itulah yang disebut dengan Geopolitik. Tiap negara dan bangsa seharusnya punya geopolik berbeda. Perbedaan itu karena lokasi atau letak negara itu. Bangsa China dan AS jelas berbeda. China pantainya terbatas namun hamparan lahan luas. Tetangganya banyak. AS punya lahan luas dalam satu hamparan tapi tidak banyak punya tetangga. Indonesia lahan luas tapi tersebar dibanyak pulau. Punya garis pantai terpanjang di dunia, punya tetannga banyak. Nah apa jadinya kalau kita membangun berkaca kepada China atau AS, ya salah dan bego.
Gimana geopolitik Indonesia itu ? Karena luas daratan kita terbatas dibandingkan luas lautan, maka sebenarnya perencanaan pembangunan itu sudah bisa dibuat disaat kita sudah merdeka. Apa itu?. Visi bahari. Bahari itu bukan hanya lautan tetapi ekosistemnya. Indonesia memiliki iklim laut yang lembab, amplitudo rendah, kelembaban udara tinggi, dan suhu yang tidak begitu beda antara siang dan malam. Iklim itu memungkinkan kita mengembangkan sektor pertanian yang tumbuh sepanjang tahun.
Nah lingkungan seperti itulah yang membentuk kebudayaan di tengah masyarakat. Itu sudah seperti lepet dengan daun. Engga bisa terpisahkan. Mengapa? kalau terlepas lepat dengan daun, itu tidak berbudaya namanya. Ciri khas bangsa bahari adalah Suka bergotong royong secara komunitas lokal maupun international. Itu ekosistem kita. Terikat dengan geostrategis negara lain. Apa itu? Ya selat. Indonesia memiliki Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar.
2/3 jalur pedagangan dunia lewat empat selat ini. Empat lokasi itu jadi magnit pusat logistik dunia. Seharusnya visi Indonesia sebagai negara bahari adalah menjadi hub industri dan perdagangan. Sriwijaya menjadi kerajaan besar, karena bahari. Samudera Pasai juga sama. Majapahit hebat karena ekosistem bahari. Apa artinya? sistem politik dan ekonomi apapun yang mau diterapkan, itu bukan substansi. Yang subtansi adalah bagaimana sistem itu berjalan diatas geopolitk kita sebagai bangsa bahari. Itu budaya kita. DNA kita sebagai bangsa. Makanya bapak bangsa kita tidak menyebut sistem ekonomi dan idiologi. Tapi cukup Pancasila. Dalam Pancasila itulah tersirat dan tersurat kebudayaan kita. Pandangan hidup kita sebagai bangsa berbudaya.
Jadi kalau boleh disimpulkan, lingkungan strategis dan SDM yang membuat kita menjadi bangsa besar. Bukan SDA yang akan memakmurkan kita. “ Kata saya. Saya tatap mereka satu persatu..” Sayang, kini semakin lama kita semakin kehilangan nilai nilai lama sebagai bangsa besar. Kita sibuk membahas hal yang tidak substansi. Kita lebih memilih cara to good to be true tapi follower asing. Tidak membumi. Tidak berbudaya. Karena kita dipimpin oleh elit para komprador. Benar, kiita sudah merdeka tapi secara substansi sama dengan era kolonialisme. SDA dikuras dan menjadi kutukan. Demikian dan terimakasih..”
***
Hong Kong sebelum diambil alih China, sudah jadi wilayah maju. Majunya bukan karena SDA. Tapi karena lingungan strategis di Asia pacific yang punya pelabuhan alam. Hong Kong maju sementara China masih struggle . Setelah penyerahan Hong Kong tahun 1997 ke China. Apakah China ubah aturan Hong Kong sebagai Hub perdagangan dan Industri dunia? Tidak. China biaarkan saja aturan yang sudah estabilished. Itu sudah geopolitik Hong Kong. Tidak mungkin china cabut geopolitik Hong Kong.
Tapi China buat aturan sederhana. Setiap industri yang ada di Hong Kong harus pindah ke China. Atau mereka tidak boleh menggunakan pelabuhan Hong Kong. Terkesan otoriter. Ya kalau kita hanya lihat judul. Tapi kalau lihat isi ketentuan itu, kesannya jadi lain. Mengapa ? China memberikan lahan gratis untuk relokasi industri. Proses izin yang cepat. Dapat fasilitas ekosistem keuangan. Akibatnya terjadi eksodus industri di Hong Kong ke China. Tahun 2000 ,tidak ada lagi pabrik di Hong Kong. Hong Kong hanya jasa pelabuhan saja.
Mari kita setback ke puluhan tahun lampau. Mengapa dulu Soekarno mau rebut Singapore dan malaysia. Padahal kita baru merdeka? ya karena alasan geopolitik. Soekarno paham sekali soal itu. Nah seharusnya ketika Sorharto berkuasa. Dia pertahankan geopolitik kita. Tidak perlu rebut Singapore. Tapi buat aturan sederhana seperti China. Semua industri di Singapore yang butuh SDA indonesia harus pindah ke Indonesia. Larang transshipment komoditas Indonesia lewat pelabuhan Singapore. Dengan kebijakan itu kita punya magnit pertumbuham domestik berkat singapore sebagai Hub perdagangan dunia. Sederhana, kan.
Nah agar tidak terkesan otoriter dan tetap memperhatikan geostrategis Singapore, maka Indonesia bangun pelabuhan feeder. Mengapa? Agar terjadi koneksitas antar wilayah di Indonesia. Sehingga mereka bisa memanfatkan beleid kebijakan ini. Menjadikan singapore sebagai magnitude perdagangan dan industri bagi Indonesia. Itu baru cerdas politik namanya.
Yang jadi masalah, adalah Soeharto engga punya visi bahari itu. Dia hanya follower AS dan Eropa. Kita punya SDA MIGAS, tetapi hub logistik serta industri MIGAS ada di singapore. Kan bego. Itu terus berlangsung sampai kini. Bahkan potency pasar 4G, pasar kita di utilize oleh Singapore yang punya datacenter cloud di Jurong. Kita hanya jadi sales dan konsumen doang. Yang untung ya singapore. Terakhir, Pabrik EV Elon Mask di China, bangun baterai katoda di Malaysia karena China punya pusat logistik dan Hub Port di Kuantan untuk pelabuhan nikel sulfat dari Indonesia. Kadang saya sedih kalau melihat kelakuan elite politik. Sedih, karena betapa demoralisasi elite kita sudah sangat akut. Mereka engga takut menjual bangsanya demi uang…