Sunday, December 18, 2022

Focus kepada diri sendiri.

 


Ada cerita. Duda tanpa anak menikah dengan janda beranak satu. Anaknya gadis belia. Satu saat gadis itu hamil. Gadis itu tidak pernah mengaku siapa pria yang menghamilinya. Tapi orang kampung tahu bahwa setiap hari gadis itu sekolah diantar dengan motor oleh ayah tirinya. Orang kampung paranoia terhadap ayah tirinya. Istrinya juga menuduh suaminya yang menghamili. Suaminya hanya diam saja. Akhirnya orang kampung mengusir ayah tiri itu setelah ibu dari gadis itu membuangnya.


Bertahun tahun kemudian, pria itu meninggal. Sementara gadis itu sudah menikah dan tinggal di kota. Ibunya juga ikut tinggal bersama dia. Kabar kematian mantan ayah tirinya itu membuat wanita itu gundah. Akhirnya dia berkata kepada Ibunya” Bu, sebenarnya, yang menghamili saya adalah pria yang sekarang jadi suami saya. Dulu, saya sengaja diam dan tidak memberi tahu siapa yang menghamili saya karena saya tidak mau membenani pacar saya. Saat itu dia masih kuliah di kota. Kalau tahu yang menghamili saya adalah dia, ayahnya pasti minta dia berhenti kuliah. Kami tidak punya harapan untuk maju. Dan terbukti setelah anak saya lahir. Pacar saya tamat kuliah. Dia dapat pekerjaan. Setelah mandiri dari ayahnya. Dia punya keberanian melamar saya. Kami berkumpul lagi.


“ Ayah tiri kamu tahu soal itu ? Tanya ibunya.


“ Ya bu. Dia tahu. Saya ceritakan semua kepada dia.”


IBunya pingsan dan setelah itu hidup dalam sesal.


Ketika kita menilai orang lain, itu pasti salah. Engga mungkin benar. Bahkan menilai pasangan kitapun, tidak bisa 100 % benar. Mengapa ? orang menilai karena informasi yang dia terima dan otaknya sudah lebih dulu terbentuk persepsi normatif. Bahwa ayah tiri sudah biasa mengggahi anak tirinya. Apalagi sering berduaan naik motor. Kalau persepsi orang sudah lebih dulu terbentuk dan informasi sudah tersebar. Apapuh argumen membela diri, tidak akan bisa diterima.


Saat masih muda, saya sering pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Istri saya memilih tidak bertanya. Dia diam saja. Karena hanya saya yang tahu alasan mengapa saya mabuk. Dan tidak mungkin saya bisa terbuka 100% kepada istri. Ada ruang dimana hanya saya dan Tuhan saja yang bisa berkomunikasi, bukan orang lain. Begitu banyak cerita buruk suami yang bekerja di luar negeri dan lebih banyak di luar rumah.  Tapi istri saya bisa menerima. Dia tidak larut dalam paranoia dan tidak pula terpengaruh dengan standar normatif orang kebanyakan yang tidak percaya kepada suami yang lama tinggal di luar rumah.  Dia focus aja kepada agenda besar kami. Apa ? membangun rumah tangga. Bukan jalan yang mudah dan manja. Bukan ruang hampa. Bukan hitam putih. Dia harus bijak untuk berdamai denga realitas dan berkembang lebih baik karena waktu. 


Andaikan istri saya paranoid, mungkin kami sudah lama bercerai. Tidak mungkin bertahan lebih dari 30 tahun. Tapi karena itu kami selalu bersama tak terpisahkan.  Makanya kita harus punya daya tahan terhadap apapun yang terjadi di luar diri kita. Orang berhak menilai kita, tapi nilai kita bukan ditentukan oleh orang lain tetapi oleh diri kita sendiri. Ignore aja orang lain. Mengapa ? Orang yang berpikir kecil selalu menilai orang lain. Orang awam selalu membahas peristiwa yang terjadi. Tapi orang besar bicara tentang agenda dan focus kepada dirinya sendiri. Jadilah orang besar ! sang pemenang.


Monday, December 12, 2022

Kemandirian


Dulu waktu SMA saya dagang kaki lima di emperan toko. Malam hari preman datang berempat. Mereka minta uang kepada saya. Dalam keadaan bingung itu. Salah satu dari mereka cengkram kerah baju saya, seraya mengeluarkan pisau. Saat itu juga secara replek saya hentakan tubuh saya seperti hendak jongkok, sehingga saya punya peluang lempar preman itu kebelakang saya. Dengan cepat saya ambil kursi tempat duduk saya, saya jadikan senjata memukul yang tiga orang itu. Kejadian cepat sekali. Sepertinya mereka memilih mundur. Saya diamkan saja mereka pergi.


Tahun pertama merantau di Jakarta, preman rampas uang saya dari hasil broker ekspedisi. Walau mereka gerombolan, ya saya lawan. Mati engga, semaput ya. Saya tidak menangis. Dari awal saya tahu resiko hidup di jalanan. Bagi saya itu biasa saja. Yang engga biasa, kalau saya lari atau menyerah begitu saja. Waktu SMA, saya miskin tapi saya tidak mengemis. Saat dirantau, saya berjuang untuk bisa makan. Mengapa pula saya harus dijarah? apa salah saya? Ini bukan siapa salah. Tetapi soal cara saya menyikapi hidup yang sudah terlanjur  brengsek dari sononya..


Saya harus keluar dari jalanan. Saya mau hidup normal. Kerja di kantoran. Itupun  hanya kebagian sebagai Sales. Lama lama saya sadar. Perusahaan tidak lebih sama dengan preman. Mereka beri saya fee hanya 2,5% dari harga jual. Uang transport tidak ada. Mereka rampas hasil kerja keras saya. Tapi apa daya saya. Itu deal yang saya sepakati dari awal. Saya harus melawan. Saya create deal dengan konsumen dalam bentuk kemitraan. Dari skema ini saya bukan hanya dapat fee, juga dapatkan bagi hasil dari kemitraan itu. Lama lama ketahuan oleh perusahaan. Sebelum mereka pecat, saya cepat mengundurkan diri dan akhirnya buka usaha sendiri.


Karena saya tidak punya modal, ya usaha saya bangun atas dasar kemitraan dengan investor. Faktanya investor selalu awalnya bagus, tapi setelah mereka mengerti banyak bisnis yang saya jalankan, mereka tendang saya. Itu juga tidak membuat saya mengeluh. Dari awal saya sadar resiko itu. Siapa saya yang harus dapatkan kemudahan dari investor. Anak bukan sedara juga bukan. Wajar sajalah kalau empat kali bangkrut. Yang bodoh saya. karena terlalu berharap orang kaya mau berbuat baik dan adil kepada saya.


Dari sanalah akhirnya otak reptil saya keluar. Kalau saya punya market, maka market itu harus saya kendalikan dengan akal saya. Tidak ada market, ya saya create market sendiri. Tidak bisa percaya begitu saja dengan mitra. Kalau saya punya peluang, maka peluang itu saya buat bias agar orang tidak ambil peluang itu. Setiap laba, saya utamakan peningkatan modal daripada beli aset pribadi. Mengapa? Saya harus punya modal untuk leverage bisnis saya agar bisa berkembang tanpa tergantung kepada investor.


Kemandirian itu sangat sulit dan mahal. Bukan karena tidak ada sumber daya tetapi lebih karena mindset. Tidak ada urusan dengan hal diluar kita. Mengeluh dan menyalahkan pihak lain, itu ciri khas pecundang. Mau jadi pemenang atau pencundang. Itu soal pilihan. Soal mindset.


Friday, December 09, 2022

NU dan Muhammadiyah sayap NKRI

 


Awalnya Islam itu masuk ke Indonesia lewat misi dagang para ulama dari China dan Arab. Awal islam diperkenalkan, tidak ada pertentangan yang berarti dengan budaya lokal. Penyiar agama yang datang itu hanya meluruskan Tauhid dan Akhlak. Selebihnya mereka tidak ubah. Lambat laun tradisi Islam terutama di Sumatera dan Jawa dianggap tidak islami. Karena masih bercampur denga tradisi yang dianggap bertentangan dengan ajaran islam yang murni.


Gerakan pembaharuan Islam ini diawali dengan kepulangan tiga orang haji dari tanah suci tahun 1803 bernama Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang. Selama di Mekah, ketiganya menyaksikan arus pembaharuan Islam yang dikenal dengan gerakan Wahabi. Caroll Kersten dalam buku “ History of Islam in Indonesia: Unity in Diversity” gerakan wahabi bisa juga disebut politisasi Islam. Kaum Padri ingin menguasai kerajaan Minang Kabau yang didominasi oleh kaum adat.  Tujuannya agar islam diterapkan secara murni ( tanpa adat) dan sekaligus mengusir Balanda. Namun digagalkan oleh masuknya Belanda dalam perang Padri.


Awal abad 20, gerakan pembaharuan islam datang lagi. Kali ini dipicu oleh tokoh pembaharu dari Mesir seperti Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasjid Ridha. Gerakan yang lebih dikenal dengan ide “Pan Islamisme” ini mengusung pemikiran Islam yang lebih modernis seperti: membuka pintu ijtihad, menghindarkan ummat Islam dari kejumudan, bid’ah, khurafat dan tahyul. Putra Minang Kabau yang tinggal di Arab ( Makkah) bernama Syekh Ahmad Chatib Al Minangkabawi, termasuk salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan pembaharuan islam, bukan hanya di Arab tetapi juga sampai ke Indonesia.


Nama besar Syekh Ahmad Chatib Al Minangkabawi, mengundang pelajar dari Jawa dan Sumatera untuk berguru kepadanya. Diantara muridnya adalah Muhammad Darwis atau yang kita kenal KH Ahmad Dahlan dan KH Muhammad Hasyim bin Asy’ari Al Jumbangi rahimahullah. Mereka berdua ini setelah berguru di Makkah, kembali ke tanah air. KH Ahmad Dahlan mendirikan Jam’iyyah Muhammadiyyah-.Dan KH Muhammad Hasyim bin Asy’ari mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama.


Memang sedikit berbeda perjuangan Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama. Kalau Muhammadiyah interpretasinya lebih tertuju pada bidang sosial dan bidang pendidikan, sedangkan Nahdlatul Ulama mengarah di bidang agama dan sosial politik. Dalam hal Fiqih, antara NU dan Muhammadiyah tidak punya perbedaan prinsipil. Kitab fiqih Muhammadiyah 1924 isinya sama dengan kitab-kitab pesantren NU. Namun keduanya tak bisa dipisahkan dengan gerakan politik Islam  khususnya menghadapi kolonial Belanda. 


Selama periode 1912-1926, Muhammadiyah tegas menyebut diri bukan sebagai organisasi politik. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa guratan-guratan wajah politik Muhammadiyah tampak begitu nyata. Tercatat, KH. Ahmad Dahlan termasuk sosok yang sangat dekat dengan Budi Utomo, Sarekat Islam, dekat pula dengan KH. Misbah (Komunis), dan termasuk dekat dengan kalangan Ahmadiyah. Pada periode selanjutnya, KH. Mas Mansur bahkan terlibat dalam pendirian Partai Islam Indonesia (PII). Pada Tanwir Muhammadiyah tahun 1938, Muhammadiyah memutuskan untuk mengijinkan KH. Mas Mansur –yang saat itu menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah– menjadi pimpinan PII. 


Bersama NU dan PSII, tahun 1937 Muhammadiyah juga terlibat dalam pendirian Majlisul Islam A’la Indonesia (MIAI). Ketika lahir Masyumi yang pendiriannya difasilitasi Pemerintah Jepang tahun 1943, Muhammadiyah pun terlibat di dalamnya. Oleh Prof. Merle Calvin Ricklefs tokoh sejarawan Australia, berdirinya MIAI disebutnya sebagai upaya untuk mengendalikan Islam. Sementara Prof. Dr. H. J. Benda, Yale university menyebut bahwa diciptakannya Masyumi yang diberi status hukum langsung pada hari didirikannya, tak ayal lagi merupakan kemenangan politik Jepang terhadap Islam. Lahirnya Masyumi merupakan salah satu cara Jepang untuk mengendalikan umat Islam. 


Dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dibentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ditunjuk 9 tokoh untuk  membuat rumusan Pancasila. Tokoh Panitia Sembilan terdiri dari dua golongan yakni 5 dari golongan Islam dan 4 dari golongan nasionalis. Golongan Islam yakni Abikoesno Tjokrosoejoso (Partai Sarekat Islam Indonesia), Abdul Kahar Moezakir (Muhammadiyah), Agus Salim (mantan tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia dan pendiri Pergerakan Penyadar), Abdul Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama). Sementara dari golongan nasionalis yakni Soekarno, Moh Hatta, AA Maramis, dan Moh Yamin. Dari 9 tokoh ini hanya AA Maramis yang bukan islam.


Panitia sembilan melahirkan Piagam Jakarta. AA Maramis ditugaskan oleh Panitia 9 membentuk UUD 45. Pada penyusunan  pembukaan UUD 45, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihapus. Karena memang dalam Panitia 9, AA Maramis termasuk yang paling keras menentang sila Pertama Piagam Jakarta itu.  Sebagai konpensasi dan jalan tangan, Mr. Muhammad Yamin mengusulkan terkait urusan agama Islam harus diurus oleh kementerian yang istimewa ( Kementrian Agama ). Namun usulan M. Yamin itu ditolak pada sidang PPKI II pada 19 Agustus 1945. Kala itu PPKI tengah membicarakan pembentukan kementerian/departemen Indonesia. Kembali usulan Mr. M Yamin disampaikan pada Sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 25-27 November 1945.  Akhirnya disetujui. Melalui Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) Indonesia resmi memiliki Kementerian Agama, sampai sekarang.


Setelah Indonesia merdeka, era Soekarno, posisi kementrian Agama dipegang oleh tokoh dari NU dan Muhammdiyah.  Menteri Agama dari NU adalah KH Abdul Wahid Hasyim (ayah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur), KH Fathurrahman Kafrawi, KH Muhammad Ilyas, KH Masjkur, KH Wahib Wahab, dan Prof. KH Syaifuddin Zuhri. Dari Muhammadiyah adalah H. Rasjidi (di era Kabinet Sjahrir I), Achmad Asj'ari (Kabinet Amir Sjarifuddin I), atau Fakih Usman (Kabinet Wilopo).Peran tokoh NU lebih dominan dibandingkan Muhammadiyah. Namun saat NU bergabung dengan Nasakom ( nasionalis, agama dan komunis.), Muhammadiyah menyatakan keluar dari barisan nasional. Setelah Soekarno tidak lagi jadi Presiden, PKI tumbang. Masuk era orde baru. Soeharto terpilih sebagai presiden. Posisi NU melemah dari politik. Tahun 1971, Pak Harto menunjuk Prof. Dr. Abdul Mukti Ali sebagai Menteri Agama. Setelah itu Menteri agama dipegang oleh bukan NU. Sementara Muhammadiyah mendapatkan posisi kuat di era Soeharto.


Walau perlakuan Soeharto berbeda terhadap NU dan Muhammadiyah namun prinsip perjuangan amar ma'ruf nahi munkar tetap sama. NU dibawah Gus Dur ( KH KH Abdurrahman Wahid) , menentang rezim Orba dengan mengunakan pendekatan strategi kultural anti rezim. Sementara Muhammadiyah, karena diuntungkan oleh pemerintah Orba, menggunakan "pendekatan struktural” yang pro-rezim. Dan puncaknya, paska kejatuhan Soeharto. NU mendukung berdirinya PKB ( Partai Kebangkitan Bangsa) dan Muhammadiyah mendukung berdirinya PAN. Hasil Pemilu 1999  dibentuknya Poros Tengah DPR/MPR yang merupakan koalisi partai Islam.  Gus Dur  ( NU) jadi Presiden dan Amin Rais ( Muhammadiyah) jadi ketua MPR. Kedua tokoh inilah jadi lokomotif reformasi.


Secara kelembagaan antara NU dan Muhammadiyah tidak punya perbedaan dalam memperjuangkan NKRI. Tetapi dalam setiap era dua ormas besar ini tidak bisa menghindar dari politik, terutama para tokohnya, juga tentu pengikutnya. Apalagi di era demokrasi langsung, dua ormas besar ini juga berada dibalik lahirnya Parpol islam seperti PPP, PBB, PAN dan PKB. Kini menjelang tahun 2024, baik Muhammdiyah maupun NU secara kelembagaan memilih tidak ikut sebagai influencer Capres. Dua ormas besar ini sudah menjelma jadi sayap NKRI. Pengalaman panjang dalam pergolakan politik, membuat mereka dewasa dan kuat untuk Indonesia satu.


Thursday, December 08, 2022

Sejarah tentang Islam.

 



Invasi islam terhadap Dinasti Sasaniyah Persia setelah Nabi wafat. Itu digambarkan seolah seperti perang hadap hadapan. 10.000 pasukan islam berhadapan dengan 100.000 pasukan Persia. Sejarah ditulis dengan menekankan tentang pertolongan Tuhan dan mujizat. Padahal engga begitu. Mir Tamim Ansary dalam buku “ Destiny Disrupted: A History of the World Through Islamic Eyes. Mengajak kita kepada sejarah yang apa adanya, yang secara logika bisa diterima. Perang dimenangkan karena taktik dan strategi dari para jenderal Islam. Tanpa kecerdasan akal, engga mungkin Persia negara adidaya kala itu bisa kalah sama liliput pasukan dari Madinah. Orang lebih suka membaca seperti apa imajinasinya. Seperti Film Hollywood. Padahal esensi sejarah harusnya tidak lepas dari akal sehat dan logika.


Saya suka penulisan sejarah ala  Mir Tamim Ansary. Ansary adalah seorang penulis dan pembicara publik. Dia warga negara Amerika kelahiran Afghanistan. Sasaniyah dikalahkan dengan cara teror. Jenderal islam mengirim pasukan teror ke dalam wilayah Sasaniyah. Mereka malakukan pembunuhan secara diam diam terhadap elite Sasaniyah. Dari sana berita hoax ditebar. Sehingga terjadi konplik internal antar elite kekuasaan. Lambat laut kekuasaan Sasaniyah jadi lemah. Kemudian pasukan islam memprovokasi rakyat untuk bergabung. Dari sana pemberontakan dilakukan lewat serangan kolosal. Ya menang telak. Karena lawan dalam keadaan sudah lemah oleh faktor internal. Logika masuk. 


Ansary tidak terjebak dengan mitos tentang Nabi Muhammad. Tidak juga mau pusing membongkar validitas Hadith. Nabi hebat karena dia memang hebat secara personal. Untuk jadi pedagang karavan antar negara, anda harus cerdas dan punya daya tahan. Kalau engga, tekor bego. Sebagai pemimpin karavan dia juga harus punya skill kepemimpinan yang kuat. Pastilah jago diplomasi. Udah pasti dia petarung yang hebat. Kalau pengecut mana berani melintasi gurun sahara yang dihuni oleh banyak porampak suku badui, suku barbar. Dia pedagang yang sukses. Tajir. Itu juga wajar.


Nah pribadi seperti Muhammad ini hanya pribadi yang sudah mampu menaklukan dirinya sendiri lewat meditasi. Wahyu pertama Nabi terima di Gua Hira. Bagi anda yang terbiasa meditasi, kehadiran yang ghaib itu bukan luar biasa. Kalau dia punya spiritual besar, itu juga wajar. Coba dech anda terbiasa bermeditasi dengan mencari kedalam diri anda sendiri. Anda akan tercerahkan.


Dalam hal kepemimpinan kharismatik, Muhammad sama dengan Jenghis Khan atau Qin Shihuang. Namun yang berbeda hanya soal cara memimpin. Muhammad tidak jahat, bahkan kepada musuhnya sekalipun. istilah Jihad siap berperang menghabisi musuh tidak ada di zaman Nabi. Istilah jihad hanya ada setelah beliau wafat. Kalau Toh Muhammad mampu menjadi pemimpin umat yang kasar dan bar bar, dan mengubah mereka jadi lebih baik secara akhlak, itu karena dia memimpin dengan moral dan logika yang kuat, bukan dengan senjata dan kekerasan serta serba mistik. Ya sunnatullah.


Saturday, December 03, 2022

Ketakutan?

 



“ Ular! Teriak teman di barisan depan saat kami survey tambang di pedalaman sumatera. Dia pun berlari. “Ularnya besar sekali”. Diikuti oleh yang lainnya. Tinggal saya sendirian. Saya perhatikan ular itu sedang berusaha keluar dari saluran air. Kepalanya ada di jalan setapak. Tubuhnya masih di saluran air yang bersemak. Panjangnya mungkin lebih dari 2 meter. Saya mendekati ular itu. Dengan cepat saya memegang lehernya dan melemparnya kembali kesaluran air. Ular itu menjauh dari jalan setapak. Teman saya bengong. Bagaimana saya begitu tenangnya menghadapi ular ?.


Sebetulnya ular itu penglihatannya lemah. Sebagai gantinya dia menggunakan lidahnya untuk mengenal lingkungannya. Matanya akan segera tajam apabila dia merasa terancam. Cara kerjanya dapat dijelaskan sains seperti penis pria. Yang segara keras dan membesar ketika pria terpancing libidonya. Nah kalau anda tidak menyerang ular secara langsung, secara tenang dapat dengan mudah mencekit lehernya.


Orang takut politik identitas. Paranoid akan seperti ISIS di Irak dan Suriah, Taliban dan Mujahidin di Afganistan. Padahal kalaulah bersandar kepada pengetahuan, engga perlu ada rasa takut. Mengapa ? tuh lihat. Ahok kalah karena politik identitas. Terbukti setelah Anies jadi gubernur. Engga ada Gereja digusur. Tempat maksiat tetap aja rame di Jakarta. Dimensi sekular tentang jakarta engga berubah jadi seperti Taliban atau ISIS. Bahkan acara "capgome" dan Natal, tetap aja ramai dirayakan. 


Kawatir dan takut dengan politik sekular? Berkali kali pemilu digelar sejak Orla. Partai islam kalah. Apakah umat islam diinggirkan? Apakah umat islam berkurang jumlahnya ? apakah semua orang jadi kafir ? Mengapa takut partai sekular berpaham nasionalis menang pemilu? Faktanya kan engga seperti persepsi anda.


Manusia itu makluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan Tuhan. Kekuatan manusia itu ada pada pikirannya. Namun kelemahannya juga ada pada pikirannya. Kalau anda berpikir ular itu menakutkan maka apapun pengetahuan yang anda punya itu akan sia sia. Kalau pengetahuan itu mencerahkan anda maka rasa takut akan hilang, berganti dengan keyakinan dan kekuatan. Dalam kehidupan juga begitu.


Banyak orang gagal bukan karena dia tidak punya pengetahuan atau tenaga tetapi karena rasa takut atau punya sifat kawatir berlebihan. Makanya sikapnya selalu ragu. Sama dengan orang takut ular. Bisa ular itu memang mematikan. Tapi anda tidak harus takut. Ketakutan adalah kematian kecil yang membuat anda jadi zombi. Hadapilah dan lewati ketakutan itu. Yakinlah setelah anda lewati ternyata semua biasa biasa saja. Jadi tidak ada yang perlu ditakuti.


Melihat ke dalam


 

Saya tidak mau terjebak dengan istilah sukses dan gagal. Sukses yang dimaksud adalah dalam arti luas, yang bermuara kepada kebahagiaan lahir batin. Saya lebih suka melihat dari persepsi : melihat dan tidak melihat. Orang yang sukses karena dia bisa melihat dan orang yang gagal karena dia tidak melihat. Jadi kalau orang yang tidak melihat akhirnya bisa melihat maka dia akan sukses.


Orang bijak berkata “ melihat keluar, anda tersesat, melihat ke dalam, anda tercerahkan". Orang yang selalu silau dengan ukuran di luar dirinya, dan selalu kepo dengan urusan orang lain, pasti dia dalam keadaan tersesat. Kalau jalan saja tersesat, tentu dia tidak akan sampai kemana mana dan tidak akan beranjak dari posisi dia. Anda membully orang lain, dan terus asik. Yang di bully itu tidak meladenin. Dia melihat ke dalam dirinya dan akhirnya berubah. Sementara anda yang sibuk melihat keluar, terus tersesat.


Kalau saya melihat keluar, tidak mungkin akal dan mental saya berani hijrah ke China dan tidak mungkin saya berani buka bisnis di Korea. Mengapa ? Orang China yang nampak adalah mereka yang sukses secara materi dan pekerja keras. Tak ubahnya dengan orang korea yang pekerja keras dan bergerak cepat. Sementara banyak cerita dari teman yang gagal bisnis di China. Mereka punya penilaian yang sangat buruk tentang china dan korea. Tukang tipu lah, Engga komit lah, culas lah.


Kalau meliat keluar, kalau dibandingkan dengan saya, apalah saya. Tapi saya tidak melihat keluar. Saya melihat kedalam diri saya. Bahwa saya bisa lebih keras kerja dan lebih cepat. Ini hanya soal mindset kok, soal personal. Semua manusia terlahir sama. Sama sama telanjang. Di tengah keraguan dan dari mereka yang gagal berbisnis di China dan Korea, saya terus mengembangkan kemitraan di China dan Korea, bahkan sampai ke Rusia dan Eropa. Ukuran saya tidak melihat keluar tetapi focus ke dalam diri saya sendiri saja.


Kalau orang bisa, saya juga bisa, ya berjuang untuk bisa. Kalau orang maju, saya juga bisa maju, ya berjuang untuk maju. Dan kalau orang terus menghitung berapa dia dapat dan hasilkan, saya lebih memilih menghitung nikmat Tuhan dan bersukur. Saya tetaplah saya yang punya standar sendiri. Bahagia lahir batin itu adalah kemewahan yang tidak bisa dibeli dengan uang atau di SWAP dengan aset apapun. Caranya?. Focus melihat ke dalam, jangan keluar. Maka kita akan jadi manusia tahu diri.


Tuesday, November 29, 2022

Cinta itu universal

 




Suatu saat Ibu saya dapat surat. Yang mengirim surat  adalah pengurus gereja. Mereka mengabarkan bahwa ada dua orang perempuan yatim lagi piatu, yang sekarang tinggal bersama dengan tante nya yang bekerja sebagai buruh kubun Karet. Pengurus gereja itu mengatakan bahwa selama ini kedua anak itu disantuni oleh gereja. Tetapi belakangan ini tantenya tidak datang lagi ke Gereja untuk mengambil santunan. Pengurus gereja mengkawatirkan nasip kedua anak itu. 


Untuk mendatangi keluarga anak anak itu, pengurus gereja kawatir akan menimbulkan salah pengertian dengan warga desa yang semuanya muslim. Pengurus gereja berharap agar ibu saya mengirim petugas ke ke desa tersebut untuk memastikan nasip kedua anak itu. Saya tahu cerita ini karena ibu saya minta pendapat saya. Saya menyetujui dengan mengirim ongkos agar petugas bisa berangkat ke desa terpencil itu. IBu saya segera mengirim sukarelawan berangkat ke Desa itu. 


Benarlah, ternyata kehidupan kedua anak itu sangat memprihatinkan. Kurang gizin dan tidak lagi sekolah. Tante nya bersenang hati karena panti asuhan akan menampung kedua anak itu, untuk dididik dan disekolahkan. Maklum tantenya pun dalam keadaan sangat miskin.  Kini , kedua anak itu sudah dibawah pembinaan panti bergabung bersama dengan saudara saudaranya yang senasip. 


Apakah kedua anak perempuan itu beragama kristen ? tidak. Mereka tetap muslim dan tidak pernah sakalipun gereja memprovokasi tantenya untuk masuk kristen walau gereja memberi mereka makan. Dan Pengurus gereja tahu benar sifat ibu saya yang sehingga tidak merasa berjarak dalam perjuangan kemanusiaan , khususnya membantu anak anak yatim. 


Dulu waktu saya masih remaja, saya ingat bagaimana ibu saya berjuang membangun Balai Kesehatan IBu Dan Anak untuk keluarga tidak mampu. Balai kesehatan yang ibu saya bangun jarak tempatnya tidak berjauhan dengan milik gereja. Dan satu sama lain dapat bersinergi.   Para yatim dan miskin itu dititipkan Tuhan kepada kita untuk menyampaikan pesan betapa Tuhan mencintai mereka.. Apa yang dapat saya pelajari dari sikap ibu saya bahwa perbedaan dalam hal keyakinan tidak seharusnya berbeda dalam kemanusiaan. Nilai nilai kemanusiaan itu adalah pesan cinta dari Tuhan. Semua agama membawa pesan itu. 


Tidak seharusnya kecemburuan iman membuat kita berjarak dengan pemeluk agama lain. Apalagi disikapi dengan paranoid, yang  seakan bantuan kemanusiaan berhubungan dengan penyebaran agama. Tidak ada begitu. UU menjamin semua orang bebas menentukan pilihannya beragama. Keyakinan dalam keimanan seharusnya tidak membuat kita rapuh terhadap pengaruh keyakinan orang lain. Mengapa tidak berlomba lomba dalam kebaikan dan bersinergi untuk cinta?

Pahamkan sayang


Pemerintah Suriah jatuh.

  Sebelum tahun 2010, kurs pound Syuriah (SYP) 50/1 USD. Produksi minyak 400.000 barel/hari. Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik dalam n...