Suatu saat Ibu saya dapat surat. Yang mengirim surat adalah pengurus gereja. Mereka mengabarkan bahwa ada dua orang perempuan yatim lagi piatu, yang sekarang tinggal bersama dengan tante nya yang bekerja sebagai buruh kubun Karet. Pengurus gereja itu mengatakan bahwa selama ini kedua anak itu disantuni oleh gereja. Tetapi belakangan ini tantenya tidak datang lagi ke Gereja untuk mengambil santunan. Pengurus gereja mengkawatirkan nasip kedua anak itu.
Untuk mendatangi keluarga anak anak itu, pengurus gereja kawatir akan menimbulkan salah pengertian dengan warga desa yang semuanya muslim. Pengurus gereja berharap agar ibu saya mengirim petugas ke ke desa tersebut untuk memastikan nasip kedua anak itu. Saya tahu cerita ini karena ibu saya minta pendapat saya. Saya menyetujui dengan mengirim ongkos agar petugas bisa berangkat ke desa terpencil itu. IBu saya segera mengirim sukarelawan berangkat ke Desa itu.
Benarlah, ternyata kehidupan kedua anak itu sangat memprihatinkan. Kurang gizin dan tidak lagi sekolah. Tante nya bersenang hati karena panti asuhan akan menampung kedua anak itu, untuk dididik dan disekolahkan. Maklum tantenya pun dalam keadaan sangat miskin. Kini , kedua anak itu sudah dibawah pembinaan panti bergabung bersama dengan saudara saudaranya yang senasip.
Apakah kedua anak perempuan itu beragama kristen ? tidak. Mereka tetap muslim dan tidak pernah sakalipun gereja memprovokasi tantenya untuk masuk kristen walau gereja memberi mereka makan. Dan Pengurus gereja tahu benar sifat ibu saya yang sehingga tidak merasa berjarak dalam perjuangan kemanusiaan , khususnya membantu anak anak yatim.
Dulu waktu saya masih remaja, saya ingat bagaimana ibu saya berjuang membangun Balai Kesehatan IBu Dan Anak untuk keluarga tidak mampu. Balai kesehatan yang ibu saya bangun jarak tempatnya tidak berjauhan dengan milik gereja. Dan satu sama lain dapat bersinergi. Para yatim dan miskin itu dititipkan Tuhan kepada kita untuk menyampaikan pesan betapa Tuhan mencintai mereka.. Apa yang dapat saya pelajari dari sikap ibu saya bahwa perbedaan dalam hal keyakinan tidak seharusnya berbeda dalam kemanusiaan. Nilai nilai kemanusiaan itu adalah pesan cinta dari Tuhan. Semua agama membawa pesan itu.
Tidak seharusnya kecemburuan iman membuat kita berjarak dengan pemeluk agama lain. Apalagi disikapi dengan paranoid, yang seakan bantuan kemanusiaan berhubungan dengan penyebaran agama. Tidak ada begitu. UU menjamin semua orang bebas menentukan pilihannya beragama. Keyakinan dalam keimanan seharusnya tidak membuat kita rapuh terhadap pengaruh keyakinan orang lain. Mengapa tidak berlomba lomba dalam kebaikan dan bersinergi untuk cinta?
Pahamkan sayang
No comments:
Post a Comment