“ Ceritakan kepadaku tentang Madam Mao. “ kataku kepada Wenny ketika dalam perjalan dari Beijing Ke Hong kong.
“Ada apa kamu begitu ingin tahu?
“ Aku banyak membaca buku tentang Madam Mao. Tetapi dari perspektif yang mengarah kebencian kepada dia. Mungkin kamu bisa ceritakan apa yang kamu tahu. Dari perspektif kamu sebagai wanita. “ Kataku.
Wenny terdiam sebentar. “ Baiklah aku ceritakan.
Dia lahir di Shandong. Ibunya seorang selir Bangawan. Waktu kecil dia tidak pernah duduk minum teh bersama dengan ayahnya. Dia hanya tahu, ayahnya datang untuk meniduri ibunya. Setelah itu pergi. Pergi tidak jauh. Hanya beberapa langkah saja. Ayahnya berada di rumah induk bersama istri pertama dan anak anaknya. Dia bersama ibunya dan para selir lainnya tinggal di sebuah bangunan bersama dengan Babi Babi. Berada di pekarangan belakang rumah besar itu.
Dari kecil sampai ABG, dia dipangil dengan nama Yunhe. Artinya ayam merak diantara ayam kampung. Dari kecil sudah keliatan jiwa memperontaknya. Ia dengan tegas menolak budaya China dimana wanita ujung kakinya harus diikat agar mengecil sehingga tidak bisa pergi jauh. Setelah remaja dia menikah. Menjadi selir tuan Fei, bangsawan dari Shandong. Namun pernikahan itu hanya singkat. Setelah selaput daranya hilang, diapun dibuang. Saat itu dia tidak sedih. Itu sudah garis tangan, wanita dari anak selir sama harganya dengan seekor Babi. Apa yang dialami ibunya, juga kini dia rasakan.
Kemudian, dia berkenalan dengan Yu Qi wei, pria cerdas dan ganteng. Yang kemudian menikahinya. Menjadi suami keduanya. Namun pria itu ternyata terlalu banyak mimpi tapi miskin effort. Memang dia mantan istri selir. Tidak pernah mendapatkan cinta. Namun dia juga tidak ingin hanya dapatkan cinta dari Yu Qi wei dan kelaparan. Ia tidak tertarik dengan pria yang lemah semacam itu. Terlalu pandai mengeluh dan menyalahkan pemerintah. Sementara menghidupi diri sendiri saja tidak mampu. Dia memilih bercerai.
Masa muda bagi wanita sangat singkat. Itu dia sadari. Dari dua kali pernikahan yang gagal itu, dia memutuskan pergi merantau ke Shanghai. Di Shanghai dia berganti nama. Seakan ingin mengubur masalalunya yang buruk di Shandong. Dia ganti namanya jadi Lan Ping. Di sana dia berkenalan dengan pria, Tang Nah, yang membantunya menapak karir sebagai artis teater. Hubungan emosional mereka semakin lengket. Akhirnya mereka menikah. Ini pernikahan ketiga kalinya bagi Lan Ping. Namun dia tidak pernah sukses sebagai artis.
Suaminya selalu bicara tentang moral dan keadilan sosial namun di tempat tidur dia terlalu angkuh. Hanya mementingkan dirinya sendiri. Terlalu terburu buru. Kering dan membosankan. Akhirnya dia bercerai dengan suaminya. Bukan karena suaminya tidak mencintainya. Dia hanya tidak ingin menanggung hidup suaminya dari hasil kerja kerasnya dan mengalami kehidupan sex yang buruk.
Setelah bercerai dengan suaminya. Lan Ping mengalami phase hidup dalam titik terendah. Dia kehilangan harapan. Para pria dengan berbagai alasan hanya ingin memanfaatkannya. Budaya feodal memang menjadikan wanita sekedar hiburan dan pelepas orgasme. Dalam keadaan hidup seperti itu, membangkitkan perasaan melawan atas semua ketidak adilan. Musuhnya adalah kaum feodal. Mereka kutu dalam selimut. Mereka harus dihabisi. Demikian tekadnya ketika bergabung dalam gerakan bawah tanah Komunis di Yenan.
Kecerdasanya berhasil menggaet orang kepercayaan Mao. Kan Sheng kasmaran kepada dia, mengajaknya bertemu Mao Tse tung. Saat bertemu Mao, dia yakin Mao menyukainya. Diapun menjauh dari Kan Sheng. Memang saat kali pertama bertemu dengan Lan Ping, Mao langsung jatuh cinta. Belakangan Mao meninggalkan istrinya untuk menikah dengan Lan Ping. Dia mengubah namanya menjadi Jiang Ching.
Jiang Ching, menyadari bahwa sebagai Pemimpin Mao punya banyak pacar gelap. Bagaimanapun Mao masih hidup dalam budaya tradisional China. Yang percaya bahwa pria harus sering berhubungan sex dengan perawan agar bisa awet muda. Para kaisar tempo dulu juga melakukan hal yang sama. Ada salah satu selir Mao yang juga artis , sampai bunuh diri karena depresi merasa terabaikan oleh Mao.
Jiang Ching sadar bahwa Mao tidak tertarik dengan kecantikannya. Karena masih banyak yang lebih cantik dan muda. Mao tertarik dengan kecerdasan dan kekuatan hatinya. Dengan bakat artis yang dia miliki, dia mampu memainkan peran pendamping Mao yang selalu membuat Mao penuh percaya diri dan bersemangat menghadapi semua tantangan. Saat itulah Jiang Ching tahu bahwa Mao bukanlah pria yang kuat. Dia terlalu melankolis atau sangat dominan menggunakan perasaanya dalam menghadapi persoalan. Makanya Mao mudah sekali terpengaruh dengan orang terdekatnya.
Sebagai Artis, Jiang ching berhasil melaksanakan perannya dengan sangat hebat. Membuat dia sangat dipercaya oleh Mao. Bahkan Mao berani dengan tegas mengizinkan Jiang Ching ikut dalam rapat Partai. Padahal itu adalah tabu dalam tradisi Partai Komunis. Saat itulah Jiang Ching sadar bahwa dia sudah menguasai Mao. Lambat namun pasti dia semakin besar pengaruhnya. Akhirnya memiliki kekuatan besar untuk mengatur Tiongkok walau dia belum bisa tampil di hadapan publik.
Ada hal yang tak pernah hilang dari diri Jiang Ching. Bahwa dia tidak pernah berhenti membenci kaum bangsawan. Mungkin karena masalalunya yang buruk. Seperti ketidak sukaannya terhadap Wang Guang mei, istri dari Liu Shao Qi wakil Mao. Setiap melihat Wang Guang mei tampil di publik, itu seperti mengejeknya. Bukan hanya kepada Wang Guang mei , dia juga tidak suka kepada Deng Yen Chao, istri dari Zhou En Lai, Perdana Menteri China. Hanya saja, Deng Yen Chao berusaha merebut hati Jiang Ching. Sehingga Jiang Ching bisa menerima walau tetap tidak suka. Semetara Jiang Ching sendiri tidak boleh tampil di publik. Karena belum resmi sebagai istri sah Mao.
Ketidak sukaan Jiang Ching dengan elite Partai Komunis, yang juga sahabat dan bawahan Mao, melahirkan intrik dan faksi. Mao tahu itu. Mao tidak ingin meredam munculnya faksi. Mao hanya diam. Mao menganggap bahwa pertikaian yang terjadi pada bawahannya itu digunakan untuk memperkuat dirinya, sehingga Mao secara diam diam juga mendukung bawahannya yang saling menyerang.
Jiang Ching bersekutu dengan chun Qiao, seorng penulis dan editor Shanghai Wenhui , bahkan bersamanya, Jiang Ching membentuk kelompok empat, dimana dua diantaranya merupakan murid Chun Qiao. Belakangan kelompok empat ini sangat berkuasa dan ditakuti oleh lawan politik. Deng Zao Ping adalah korban dari kelompok empat ini. Deng diasingkan ke Yunan.
Pada suatu acara makan malam antara pasagan suami istri Lin Biao, Zhou En Lai , Mao Ze Dong dan Jiang ching. Mao seperti sedang memuji muji keluarga Lin Biao. Saat itu Lin Biao. merasa sangat bangga dengan pujian Mao. Tidak ada suatu firasat buruk akan terjadi. Namun setelah selesai makan malam, mereka dibantai dalam perjalanan pulang ke rumah. Katanya perintah Mao, tetapi sebetulnya ini perintah dari Jing Ching. Alasannya diduga akan melakukan kudeta. Media massa menceritakan kematian itu sebagai sebuah peristiwa kecelakaan pesawat. Mao hanya diam saja. Seakan tidak peduli.
Jiang Ching tersenyum kemenangan dengan sikap Mao itu. Dia berada di sisi Mao dan berbuat untuk itu. Itu sinyal dia dapat restu untuk membunuh lebih banyak lagi. Diapun ciptakan kekacauan diseluruh China. Bagi Jiang Ching, sasaran dari revolusi kebudayaan adalah sebuah surga. Bagi Jiang Ching , sangat paham bahwa “revolusi adalah di mana satu kelas menggulingkan kelas lainnya dengan menggunakan kekerasan. “ Targetnya adalah menghabisi kelas feodal.
Jiang Ching bukan hanya membantai kaum feodal tuan tanah dan pemburu rente tetapi juga segala simbol feodalisme seperti buku berasal dari asing dia bakar, tempat ibadah dia tutup, kitab suci, dia bakar. Para patron atau tokoh masyarakat, kaum terpelajar, dia giring ke kamp kerja paksa. Bekerja di pusat pertanian dan industri. Selema revolusi kebudayaan, China diliputi kegelapan. Itu berakhir tahun 1975 setelah Mao wafat dan kelak kemudian digantikan oleh Deng Xio Ping. Jiang Ching dengan kelompok empatnya ditahan. Tapi tidak pernah diadili. Dia tidak pernah mau mengaku bersalah. Dia terlalu kuat untuk dikalahkan.
“ Ibu bukan seorang Pahlawan ! Putrinya berteriak ketika menemuinya di rumah tahanan. Dia merasakan siksaan pendih. Lebih sakit dari jutaan peluru menghantam dadanya ” Ibu adalah wanita yang malang, sakit dan gila. Ibu menggali begitu banyak liang kubur namun tetap tidak cukup untuk mereka yang jadi korbanmu.” lanjut putrinya.
“Mengapa Nak kamu berpikir seperti itu ?
“Ayah mengatakan kepadaku.”
“Kamu tidak tahu bahwa Ayahmu terlalu lemah bersikap kepada musuhnya dan ayahmu mendapatkan kekuatan dari diriku. Aku membunuh untuk mimpi Ayahmu, untuk china tentunya. Kamu tidak melihat fakta nak. Kini 90% rakyat melek baca. Mereka tidak bisa lagi dibodohi oleh siapapun. China bisa swasembada pangan, Kalau rakyat kenyang. Mereka akan mampu memerdekakan dirinya sendiri untuk memperjuangkan keadilan ekonomi dan sosial. Paham kamu nak.” Katanya dengan linangan airmata.
“ Tetap saja ibu tega membunuh 25 juta orang. Ibu mosterr. Gila!”
“ Masalah bangsa kita nak, adalah penjajahan feodalisme. Kaum bangsawan. Selagi mereka tidak dimusnahkan, China tidak akan pernah bisa menghilangkan perbudakan atas nama kekuasaan. Rakyat akan terus miskin dan dibodohkan. Masa depan china akan kelam. Hanya berpindah dari jajahan asing ke bangsa sendiri.”
“ Aku benci Ibu “ Kata putrinya berteriak.
“ Kau tidak dapat mengingkari ibumu. Aku yang melahirkanmu dengan susah payah. “ Katanya dengan penuh harap agar putrinya mengerti. Tetapi putrinya tidak bisa menerima alasannya. Pergi dari hadapanya dengan membawa kebencian.
Jiang Ching pun sadar bahwa seluruh harapannya telah lenyap. Batas akhir dari sisa kekuatannya bertahan hidup telah sirna. Putrinya tidak menghargainya. Hal yang sangat menyedihkan adalah “ Putriku telah membuatku lemah. Dia telah membunuhku tanpa memberi kesempatan bagiku untuk mengatakan bahwa Ayahnya tak pernah sesungguhnya mencintai ibunya. Ayahnya hanya mencintai China dan kekuasaan. Aku hanyalah wanita malang , seorang artist teater yang berusaha untuk menjadi ayam merak diatara ayam kampong. Tapi tidak pernah berhasil. “ katanya lirih dalam kesepian dibalik jeruji besi.
Keesokan paginya tanggal 14 Mei 1991, Jiang Ching membeku karena gantung diri. Bunuh diri bukan karena alasan kehilangan kebebasannya, tetapi kehilangan cinta dari putrinya. Suaminya berhasil meracuni putrinya untuk membencinya. Dia korban politik. Karena itu, China mendapatkan jalan bersih tanpa duri. Deng mulai membangun peradaban China baru. Baru dalam segala hal. Restore system telah dilakukan Mao. China kini menjadi kekuatan ekonomi dunia.” Akhir cerita Wanny.
“ Malang sekali nasip Jiang Ching.” kataku.
“ Itulah harga dari sebuah perubahan. Tanpa itu China akan tetap seperti korea utara dan negara lain yang menjadikan agama dan idiologi sebagai Tuhan untuk menjajah dan memperbodoh rakyat.”.