Saat menjelang PEMILU tiada
berita tanpa opini miring tentang JOKOWI.
Opini ini bukan berasal dari mereka yang anaknya mendapatkan fasilitas
Jakarta Pintar. Bukan dari mereka yang mempunya kartu Jakarta Sehat. Bukan dari
mereka yang mendapatkan fasilitas Rusun. Bukan dari mereka yang lingkungannya
terkena program Kampung Deret yang
menyulap perkampungan kumuh menjadi kampung yang bersih dan manusiawi. Bukan
pula dari mereka yang mendapatkan kenyamanan layanan administrasi kependudukan di Kelurahan dan kecamatan. Opini
miring tentang Jokowi berasal dari budayawan, politisi, pengamat dan Lembaga
Survey, jaringan sosial anti Jokowi.
Opini mereka inilah yang diberitakan setiap hari, bahwa Jokowi hanya
pandai blusukan tapi hasilnya tidak ada untuk perbaikan DKI. Kehebatannya tidak
sehebat pencitraannya. Hati hati bahwa
Jokowi adalah agent dari Yahudi. Jokowi itu Syiah. Dia kafir. Dari berbagai berita itu,intinya hanya
satu bahwa JOKOWI tidak qualified menjadi President RI. Yang qualified adalah
pengusaha yang nyaris bangkrut karena hutang betumpuk atau sang Jenderal yang
berpasangan dengan pengusaha yang menyerobot perusahaan teman sendiri, atau
jenderal yang sepanjang karirnya memimpin Kill master Army yang hidup
bergantung dari adiknya, atau Musisi yang menceraikan istrinya karena ingin
menikah lagi, atau wanita tua yang tak pernah bisa memaafkan lawannya, atau
para kaum muda professional dan jutawan yang tak pernah dekat secara lahir
batin dengan rakyat miskin. Hanya mereka yang qualified! Bukan Jokowi.
Saya bukan Follower Jokowi, dan
tentu pasti bukan orang yang selalu memuji Jokowi. Bagi saya teladan dan pujian
hanya teruntuk kepada junjungan saya , Nabi Besar Muhammad SAW. Namun saya
ingin kebenaran itu diungkapkan agar masyarakat bisa cerdas menilai mana yang asal bunyi dan mana yang mengkritik
untuk perbaikan. Mengapa Monorail tetap dilanjutkan sementara pengelola
tidak diganti walau tract record nya
buruk.? Jawabnya sederhana bahwa Pt. Jakarta Monorail ( JM) adalah pemenang
tender pengelola proyek monorail di DKI.
JM mendapatkan legitimasi dari Gubernur sebelumnya. Jokowi tidak bisa
merubah atau membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Gubernur sebelumnya.
Yang bisa membatalkan itu adalah Pengadilan. Secara hukum sampai sekarang JM
tidak melakukan kesalahan sehingga bisa dianggap default. Kalau JM sampai
sekarang belum bisa membangun karena memang belum ada uang. Kenapa belum ada
uang? karena terbentur dengan dukungan legal dari Pemrov DKI. Bagaimana mungkin JM akan
mendapatkan sumber pembiayaan sementara mereka sendiri
belum legitimate sebagai pengelola karena PKS ( Perjanjian Kerja Sama) belum ditanda
tangani oleh Jokowi. PKS hanya akan ditanda tangani oleh Gubernur apabila ada financial
closing. Padahal tanpa PKS engga mungkin JM bisa melakukan financial closing. Karena resikonya besar sekali. Dalam hal PKS ini Pemrov DKI mengikuti standard
compliance yang mengatur tentang PPP. Ini sama saja dengan Chicken and egg. Seharusnya UU dan Peraturan mengenai PPP ini diperbaiki oleh Pemerintah pusat dan DPR agar investor lebih mudah menggalang dana. Ingat bahwa yang mangkrak bukan hanya monorail tapi ada puluhan proyek nasional stuck karena regulasi yang tidak mendukung.
Memang ketika kampanye Jokowi
menyatakan dengan tegas bahwa dia tidak setuju dengan jalan toll tengah kota
namun setelah jadi Gubernur Jokowi tetap melanjutkan rencana toll tengah kota.
Mengapa ? jawabnya sederhana bahwa Toll dalam kota itu adalah proyek Pemerintah
Pusat. Gubernur tidak berhak membatalkannya. Kalau jokowi tetap ngotot maka dia
dianggap melanggar sumpah jabatan dimana dia harus tunduk dengan UU dan
peraturan yang lebih tinggi. Bagaimana soal pengadaan Busway yang terkesan
tidak well mangement. Harus diketahui bahwa secara UU dan Peraturan, Gubernur
bukanlah penanggung jawab anggaran. Penanggung jawab ada pada SKPD yang
mendelagasikannya kepada Pimpro. Penanggung jawab sebetulnya adalah Pimpro. Gubernur
hanyalah pengambil kebijakan terhadap anggaran. System demokrasi bekerja
efektif karena kecintaan orang kepada Jokowi sehingga media massa berhasil
mengungkapkan kebobrokan management pengadaan busway tersebut. Jokowi bertindak
cepat dengan memerintahkan Inspektorat melakukan investigasi dan mencopot Kepala
Dinas yang terlibat dalam proyek pengadaan busway. Sampai saat ini secara
administrasi belum ada kerugian negara karena pemda DKI baru membayar 20% dari
harga kendaraan yang dibeli. Yang pasti dari peristiwa ini menimbulkan shock
hebat terhadap jajaran SKPD bahwa mereka tidak bisa lagi main main dengan
anggaran seperti era Gubernur sebelumnya. Mereka harus bekerja cepat dan efisient
serta well management.Kalau tidak mereka akan tersingkir dari kompetisi
karirnya.
Masalah banjir dan kemacetan
seakan menjadi senjata ampuh bagi semua pihak untuk menyudutkan Jokowi padahal
masalah banjir dan kemacetan di DKI tidak sepenuhnya dibawah kendali Pemrov.
Inilah yang harus dipahami oleh Publik. Sarana utama pengedalian banjir seperti
waduk, Kanal Barat dan Kanal Timur ,dibawah kelola Pusat yaitu Kementrian PU.
DKI hanya kebagian saluran tersier dan sekunder. Soal kemacetan, tidak semua
jalan di DKI dibawah kendali Pemrov,seperti
Jalan toll dalam kota yang berdampak kepada kemacetan dijalur non toll
sepenuhnya wewenang Kementrian PU , dan ini termasuk gorong gorong yang ada
dibawah jalan toll ,dan trotoar. Kebijakan keras terhadap pemilik kendaraan
tidak bisa diterapkan cepat karena butuh Keputusan Presiden. Belum lagi kebijakan
pemerintah pusat terhadap program mobil murah yang berperan besar memperumit
upaya jakarta tidak macet. Makanya jangan terkejut bila program ideal yang
diusung oleh Jokowi ketika kampanye melambat pelaksanaannya karena proses
komunikasi dengan pusat memang tidak mudah. Karena ini berhubungan dengan
politik kekuasaan dimana ada beragam partai yang duduk dipusat dan satu sama
lain saling cross connecction dengan DPR,DPRD dan LSM.Sedikit saja Jokowi
berlaku keras,maka serangan balik sangat kejam dan tidak peduli niat baik
Jokowi untuk rakyat Jakarta.
Sampai hari ini JOKOWI tidak
pernah mengomentari wacananya sebagai capres terunggul dibandingkan dengan
capres yang lain. Diapun tidak merasa bangga akan tingginya elektabilitas
lembaga Survey terhadap peluangnya menjadi presiden. Karena itu tidak ada
alasan yang tepat baginya untuk membalas orang yang menghujatnya,
merendahkannya sampai memfitnahnya agar citranya jatuh. Dia hanya tersenyum dengan itu semua tanpa
terpengaruh sama sekali dan usahanya tetap focus bekerja keras sebagai Gubernur.
Bahwa pada hari ini dia mendapatkan amanah untuk kepentingan orang banyak
dan soal besok dia tak ingin berwacana. Itu
urusan Allah. Dia hanya tahu bahwa urusan jabatan baginya adalah urusan
penugasan dan itu sesuai aturan ada ditangan Partai.Dalam hal ini ada pada Ibu
Megawati sebagai KETUM PDIP. Dia sadar itu sebagai sikap rendah hatinya. Tapi
itulah yang membuat saingannya merasa punya peluang untuk merusak citranya
dengan cara cara omong kosong. Bagaimanapun Jokowi memang berbeda dengan yang
lain.Dia tidak menghujat, tidak menfitnah, tidak merendahkan orang lain, dan
yang penting dia tidak korup. Seumur hidupnya tidak pernah jadi pegawai alias
jongos. Dia memang terlahir sebagai
leader. itulah fitrahnya yang senantiasa dijaganya dengan akhlak islami, yaitu
cinta dan kasih sayang...