Monday, January 20, 2014

Jakarta banjir lagi...

Kemarin di Masjid Istiqlal saya bertemu dengan kenalan dan ngobrol sambil menanti waktu sholat maghrib.  Saya yakin dia bukan orang terdidik baik dari golongan menengah atas namun dia cukup cerdas sebagai penduduk jakarta. Mengapa saya bilang cerdas? Karena dia bisa bertahan dan surivive di Jakarta. Hanya orang cerdas yang bisa survive di Jakarta. Menurutnya Jakarta banjir sejak zaman Belanda. Semua tahu itu. Karena banjir sudah menjadi tradisi tahunan bagi rakyat DKI maka mereka hadapi dengan ikhlas sebagai sebuah rutinitas seperti layaknya mendapatkan pemimpin yang selalu brengsek disetiap lima tahun sekali. Tapi mengapa sekarang Banjir menjadi berita hebat dan selalu muncul di media TV dan dibicarakan oleh semua elite politik? Seakan semua peduli akan nasip derita rakyat Jakarta?  Karena seorang Jokowi maka peristiwa rutin yang hampir tidak pernah dipedulikan secara hati oleh pemimpin sebelumnya kini menjadi marak. Orang baru tahu bahwa Jakarta itu korban dari salah urus dan salah asuh oleh pemerintah. Antara pusat dan daerah punya kepentingan dan arogansi terhadap  Jakarta. Tahukah  anda bahwa wewenang menjaga fungsi Waduk, urusan 13 sungai besar yang berhulu di provinsi lain dan melintasi Jakarta, wewenang pengelolaannya ada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum. Adapun Pemerintah Provinsi Jakarta hanya memiliki kewenangan pada sungai kecil, saluran penghubung, dan saluran mikro saja. Padahal sumber banjir itu ada pada kehandalan management kanal barat dan kanal timur serta waduk. Demikian katanya kepada saya dengan penuh yakin, seyakin dia mendapat tahu dari media massa.

Teman saya direksi BUMN mengatakan bahwa mental birokrat dari pemerintah pusat dan Gubernur sebelumnya sangat ketal sehingga terkesan suka menunda nunda menyelesaikan masalah, hingga masalah Jakarta menjadi besar dan sangat besar yang tak mungkin diselesaikan dengan cepat kecuali ada revolusi sistem. Namun semua tahu bahwa di republik ini tidak akan ada tindakan cepat demi perbaikan dan keadilan,apalagi kalau sudah menyangkut wewenang maka tidak mudah dibicarakan. Pejabat indonesia keberatan wewenangnya diambil namun kalau ada masalah sangat pandai excuse seakan lari dari tanggung jawab. Maklum setiap wewenang berhubungan dengan anggaran dan itu berhubungan dengan “bidang basah".Selama setahun Jokowi berusaha untuk beradaptasi dengan situasi pengelolaan ibukota yang brengsek ini. Semua tahu bagaimana waduk Pluit diselesaikan oleh Jokowi padahal itu wewenang Pemerintah Pusat.  Memang tidak mudah! Namun dia berusaha untuk berdamai dengan realitas bahwa dia bagian dari sistem yang brengsek itu. Banyak program solutif untuk mengatasi banjir namun pelaksanaannya selalu terbentur birokrasi hubungan Pusat dan Daerah. karenanya memang tidak banyak yang bisa dia perbuat namun walau kecil yang baru dia lakukan dalam usia setahun kekuasaannya telah berhasil membuat perubahan significant. Titik banjir di zaman Foke awalnya 78, berkat ada  Banjir Kanal Timur,  turun jadi 62. Zaman Jokowi turun lagi jadi 45 dan sekarang sudah 35 titik ,setengah titik wilayah banjir berkurang. Ini prestasi yang sangat besar. Sangat besar. Kenalan yang saya temui di masjid istiqlal itu mengatakan bahwa biasanya didepan istiqlal ini banjir sampai ke pasar baru tapi sekarang sudah tidak ada lagi.

Ketika banjir datang , Jokowi selalu hadir ditengah tengah rakyat.Dia berdialogh dengan rakyat dan ikut terlibat langsung memberikan bantuan kepada korban banjir. Dia tidak sedang mencari popularitas namun kuli media selalu  mengikuti kemana dia pergi. Dia hanya ingin tahu keadaan rakyatnya.Tidak perlu kata kata untuk mengungkapkan perasaan berasalahnya dihadapan rakyat,seperti yang diinginkan oleh Amin Rais. Dengan kehadirannya seiap hari ditengah korban banjir dan mimik wajahnya sudah cukup menggambarkan betapa dia sangat sedih dan bersalah karena dia ada didalam sistem kekuasan negeri ini yang membuat rakyat jadi korban akibat kebijakan yang tak pernah serius berpihak kepada rakyat kecil. Tak sedikit dia diserang oleh para politisi dengan kata kata tendesius namun tidak satupun dia tanggapi. Dia ikhlas dijelekan dan dianggap gagal membangun jakarta. Dia tidak membela diri kecuali menyampaikan fakta adanya bahwa banyak hal yang harus dikerjakan untuk jakarta dan itu tidak akan selesai dengan berpolemik kecuali bekerja keras untuk itu. Ciri khas pemimpin yang baik adalah ketika masalah terjadi , dia tidak sibuk mencari cari kambing hitam tapi sibuk mencari solusi dan berbuat karena itu.Dia selalu berpikir positip bahwa pada posisi tersulitpun akan selalu ada jalan bagi orang yang berniat baik, apalagi orang yang diberi amanah untuk memimpin orang banyak. Setidaknya pada moment banjir ini dia punya kesempatan baik untuk berdialogh dengan rakyat agar jangan lagi menolak bila direlokasi ketempat RUSUN.Jangan lagi terprovokasi oleh petualang LSM yang dimanfaatkan oleh spekulan tanah untuk menarik keuntungan pribadi.  Saatnya patuh kepada pemimpin kalian. Karena sebagian besar yang jadi korban banjir adalah kalian yang tinggal dibantaran kali, kaum pinggiran. 

Seharusnya elite politik ikut memberikan dukungan moral kepada Jokowi agar tabah menghadapi tantangan jakarta dan ikut memikirkan solusi dalam bentuk produk legislasi yang sehingga memungkinkan masalah banjir dapat dikelola dengan cepat , akurat dan terpadu. Tidak ada lagi terkesan tidak ada koordinasi antara pusat dan DKI. Seharusnya LSM berbasis agama,sosial maupun  budaya, termasuk KOMNAS HAM ikut mencerahkan rakyat untuk mau keluar dari wilayah bantaran kali dan waduk. Mau berela hati ditertipkan lewat program relokasi yang dicanangkan oleh Jokowi, sehingga bantaran kali dan waduk akan lebih mudah ditata dan program penangkalan banjir dapat terlaksana tanpa hambatan apapun dari segi pembebasan tanah. Sudah saatnya semua elemen masyarakat,elite politik untuk menjadikan program  Jakarta Baru sebagai program cinta bagi semua, bukan untuk PDIP, Garindra, tapi untuk rakyat Jakarta. ! bisakah? 

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...