Ketika bencana Merapi terjadi saya lagi di luar negeri. Saya sempat bertanya sama teman saya yang orang asing. " Mengapa bencana terus terjadi di negeri saya. TIdak seperti negeri anda " Teman saya menjawab " Karena negara anda punya segala galanya dan juga cuaca yang bersahabat. Jangan salahkan Tuhan. Anda selalu bertanya mengapa harus kami bila bencana datang. Tapi anda tidak pernah bertanya mengapa hanya kami yang diberi sumber daya alam melimpah " Saya sempat tertegun. Walau teman ini terkesan becanda namun logika saya mengatakan dia benar.
NASA atau badan ruang angkasa Amerika serikat dalam Goddard Space Flight Center melalui riset ruang angkasa dan bumi, berhasil mendeteksi wilayah gempa dibumi. Ternyata dibanding wilayah lain di bumi,
Apa yang dapat kita petik dari data tersebut diatas. ? tak lain membuktikan bahwa Allah memberikan kita begitu banyak nikmat dengan cuaca yang bersahabat, sumber daya alam yang melimpah namun juga Allah memberikan kita resiko yang pasti untuk kita hadapi. Disinilah keadilan dari Allah kepada penduduk
Anehnya budaya kita bertolak berlakang dengan kenyataan alam yang ada. Kita menjadi bangsa yang lemah struggling nya. Kita lebih banyak bersandar kepada kekuatan gaip dan hidup dalam mitos mistik. Sulit dibayangkan bagaimana mungkin di abad serba modern ini , diabad dimana Satelit bertaburan diruang angkasa untuk mendeteksi fenomena alam, kita masih percaya dengan istilah “ juru kunci gunung merapi”. Mbah Marijan menjadi terkenal dan bahkan masuk dalam iklan minuman bertenaga. Bersanding dengan juara binaragawan. Kenyataannya mati juga ditelan oleh “ Merapi”. Dari budaya serba mistik, budaya lebih kepada hal yang gaip, kekuatan bangsa yang sebagian besar beragama Islam menjadi tidak islam lagi. Padahal Islam itu adalah agama yang meng create orang untuk menjadi dinamis dan struggling. Dua pertiga isi Al Quran bicara tentang logika dan ilmu pengetahuan.
Dari budaya yang serba mistis inilah membuat segala program hebat dalam membangun bangsa menjadi tumpul. Akibatnya segala hal yang bersifat keilmuan yang terkesan sulit dan ruwet kita hindari. Kita lebih mudah menjawab segala fenomena alam daripada berbuat terhadap takdir nyata yang ada. Bangsa kita lebih mudah membangun dengan mengandalkan pinjaman luar negeri dan mengundang orang asing datang untuk memberikan tekhnologi untuk menguasai nasional resource kita. Kita berpuas diri dengan menikmati pajak dari jerih payah orang asing dan dari itulah kita membangun memenuhi kebutuhan social kita sendiri. Orang asing datang berbondong bondong ke negeri kita dan menikmati segala limpahan Allah akan sumber daya alam, dan pergi untuk membiarkan kita merasakan bencana alam yang pasti.
Bencana datang silih berganti adalah takdir kita sebagai bangsa. Takdir kita yang dilimpahi akan sumber daya alam yang melimpah. Jangan lagi saling menyalahkan atas takdir ini. Karena semua adalah kehendak Allah sebagai provider dari Alam semesta ini. Yang harus dipahami dan disadari oleh semua , terutama bagi para pemimpin, sudah saatnya untuk mulai melakukan revolusi kesadaran untuk lebih menggunakan sumber daya alam bagi kemakmuran bangsa yang hidup diatas resiko alam. Alangkah naifnya bila resiko disadari tapi para pemimpin masih sibuk menyembah kepada asing untuk masuknya modal dan tekhnologi sementara rakyat menjadi second class. Seperti apa kata Tan Malaka dalam buku Madilog nya " Walaupun Indonesia terkaya di dunia, tetapi selama sains tiada merdeka, seperti politik negaranya, maka kekayaan Indonesia tidak akan menjadikan penduduk Indonesia senang, melainkan semata-mata akan menyusahkannya, seperti 350 tahun belakangan ini. Politik dan kecerdasan bangsa asing akan memakai kekuatan Indonesia untuk memastikan belenggu Indonesia seperti ular kobra memeluk mangsanya.