Monday, October 25, 2010

Memimpin dengan cinta.

Kita menyaksikan bagaimana kepemimpinan berbicara tentang cinta dan kasih sayang. President Chile tampil memukau dunia bagaimana dia mengambil peran langsung operasi penyalamatan pekerja tambang yang terjebak dikedalaman 33 meter. Sikap president ini langsung juga diikuti oleh seluruh elemen masyarakat dan pengusaha untuk memberikan apa saja yang bisa diberikan untuk operasi penyelamatan ini. Demi 33 orang nyawa manusia, operasi penyelamatan ini memakan anggaran tidak kurang dari Rp. 180 miliar. Setelah operasi penyelamatan yang gemilang itu selesai, sang presiden langsung memerintahkan agar tambang itu ditutup untuk selamanya. Ada dua hal yang perlu kita catat dari sikap Presiden Chile ini , Pertama kepeduliannya terhadap nyawa manusia tanpa memperhitungkan dana yang harus dikorbankan. Kedua , mengabaikan faktor ekonomis dari tambang demi kesalamatan manusia yang terlibat sebagai pekerja.

Dua hal tersebut bukanlah sikap yang mudah bagi seorang President yang disibukan dengan segala problema kenegaraan yang kompleks. Namun, Piñera sang President keluar dari kungkungan birokrasi dengan melepaskan segala pertimbangan ekonomis demi nilai nilai kemanusiaan. Maka tak berlebihan bila dia memang pantas terpilih sebagai president dengan menguasai suara mayoritas pada pemilihan umum bulan Maret kemarin. Rakyat Chile telah melakukan pilihan yang tepat kepada Piñera untuk memimpin mereka dengan cinta. Umar Bin Khatap , ketika mendengar dibalik gubuk suara tangis anak yang lapar dan si ibu yang membujuk sianak dengan memasak batu, Umar tak bisa menahan tangis. Dengan bahunya sendiri dia memanggul gandum dan diantarkan kepada si ibu. Masyarakat muslim ketika itu memang pantas memilih Umar sebagai khalifah karena memimpin dengan cinta.

Evo Morales, ketika terpilih sebagai President Bolivia , langsung memerintahkan pasukan para militer untuk menyerbu ladang minyak yang di kuasai oleh perusahaan asing demi tegaknya kedaulatan Bolivia atas sumber daya alamnya sendiri. Dia tidak ada waktu untuk berlelah lelah berdebat dengan parlement untuk mendapatkan persetujuan nasionalisasi ladang minyak. Dekrit dikeluarkan dan militer mendukungnya. Evo Morales telah berbuat dengan cinta seperti katanya “penjarahan sumber daya alam kita oleh perusahaan-perusahaan asing telah berakhir”. Penguasaan tambang itu kepada negara tidak menghilangkan hak penambang asing namun aturan baru ditegakan, keadilan harus terjamin bagi rakyat Bolivia dimana negara mengontrol ketat pola bagi hasil. Bukan itu saja, penguasaan negara berlanjut sampai kepada HTI/HPH, sampai kepada penguasaan lahan yang meminggirkan hak rakyat banyak. Dia keluar dari kungkungan birokrasi dan politik parlemen demi rakyat yang memilihnya. Demi rakyat yang merindukan pemimpin yang memimpin dengan cinta.

Saya melihat Piñera , Morales , saya membayangkan pemimpin Indonesia yang tampil gagah berani untuk keluar dari birokrasi demi operasi kemanusiaan untuk merelokasi dan rehabilitasi korban lumpur lapindo. Kemudian, langsung memerintahkan ladang minyak itu ditutup untuk selamanya. Menegakan keadilan bagi rakyat papua atas penguasaan tambang emas dan nikel oleh Freeport. Tapi keliatannya hal seperti ini sulit terjadi di negeri ini karena segala sesuatu harus prosedural. Walau kita semua merindukan pemimpin seperti itu. Kita rindukan kehebatan dan kepedulian kemanusiaan calon pemimpin ketika kita berada dibilik suara memilihnya.. Namun kenyataannya mahasiwa kita harus menerima pelor panas dari polisi hanya kerena berbeda pendapat dengan pemerintah. Kita tidak bisa berbuat banyak ketika izin tambang dan HPH/HTI terus diberikan seiring bencana datang silih berganti.. Seakan kepentingan ekonomi diatas segala galanya. Banyak kebijakan akrobat lahir dari lembaga yang dihasilkan oleh pemilu demokratis, yang semakin jauh tanggung jawab sosial negara kepada rakyat. Hukum pasar dibela dan rasa cinta terhalau...

Ketahuilah bahwa nilai Cinta kemanusiaan itu tak terbilang dihadapan Allah. Diriwayatkan dari Abu Mas'ud al-Anshari r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah , “Ada seorang lelaki sebelum kalian yang dihisab, dan tidak ditemukan satupun kebaikan ada padanya kecuali bahwa dia adalah orang yang banyak bergaul dengan manusia, dan dia orang yang lapang(berkecukupan), serta dia memerintahkan kepada pegawai-pegawainya untuk membebaskan orang-orang yang kesulitan (dari membayar hutang), kemudian Rasulullah bersabda, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,'Kami (Allah) lebih berhak untuk berbuat itu daripada dia, (oleh karena itu) bebaskan dia' ”. Bayangkanlah seorang yang tak ada kebaikan apapun dihadapan Allah, dapat masuk sorga hanya karena melapangkan orang dari himpitan hutang. Apalagi membela nasip rakyat yang terhimpit lahir batin dari beban hidup akibat harga yang terus melambung atau karena bencana akibat operasi komersial pertambangan.

Allah bersabda dalam hadith qudsi diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dan begitu juga oleh Imam Muslim. Sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, berinfaklah wahai anak adam, (jika kamu berbuat demikian) Aku memberi infak kepada kalian”. Subhanallah, begitu tingginya nilai memberi itu. Allah Yang Maha Perkasa dan maha Berkuasa, siap berdagang dengan hamba cipataannya untuk nilai nilai kemanusiaan. Kita tidak terlalu bermimpi punya pemimpin seperti Umar yang mengusung gandum dengan pundaknya sendiri untuk rakyat yang lapar. Kita hanya butuh pemimpin yang berani bersikap dengan sepatah kata dan berbuat untuk Cinta demi mencari keridhaan di sisis Allah. Ya, kita merindukan pemimpin yang memimpi dengan cinta. Sangat rindu…

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...