Thursday, October 07, 2010

Pemimpin orang miskin

Pada suatu kesempatan saya berkunjung ke Yunnan dan diterima oleh teman saya yang kebetulan adalah Pejabat pemerintah lokal disana. Disela sela kunjungan dia membawa saya makan malam direstoran istimewa. Restoran ini tadinya adalah asrama para biksu dan disampingnya masih terdapat Vihara. Didepan restoran itu terdapat patung Maozedong berukuran besar. Dibawah patung itu terdapat tulisan dipahat’ Aroma tahu di restoran ini mengundang selera untuk makan dan ini tempat favorit saya “ Kira kira begitulah terjemahan bebasnya dalam bahasa Mandarin. Dibawahnya terdapat ada tanda tangan Mao. Teman saya tersenyum ketika melihat saya begitu antusiasnya untuk merasakan menu Tahu itu. Ketika hidangan disediakan, saya sempat mau muntah. Karena aromanya serperti air got. Rasanya , jangan tanya. Benar benar membuat selera makan saya terhenti. Teman saya tertawa melihat muka saya memerah menahan muntah.

“Tidak usah sungkan untuk bilang bahwa tahu itu tidak enak. Memang itu kenyataannya. “ Kata teman itu. Tapi dia tetap makan Tahu itu dengan lahapnya tanpa ada kesan dia mual dengan aroma tahu itu.” Kalau kamu makan dengan lidahmu , tentu kamu tidak akan bisa menelan tahu ini. Tapi kalau kamu makan dengan jiwamu, maka tidak ada alasan bagimu untuk tidak makan ini. “ Saya terkejut. Apa maksudnya makan dengan “jiwa “. Teman ini melihat saya sejurus dan menghentikan makannya. “ Ini adalah menu rakyat miskin di China.. Mengapa bau, karena tahu ini diberi cuka agar tidak basi dan tahan lama untuk mengganjal perut selama musim dingin. Biasanya tahu ini dipotong kecil kecil untuk dicampur dengan bubur nasi dan ditambah sayatan halus daging bebek yang diasapi. Mereka tidak mampu beli minyak goreng karena memang tidak mampu membelinya. Bapak Mao mengajarkan kepada kami untuk dekat kerakyat miskin dan mencitai mereka sepenuh jiwa.

Salah satu cara untuk dekat dengan rakyat miskin adalah dengan ikut merasakan apa yang dimakan oleh mereka. Membiasakan makan apa menu orang miskin akan terus menyadarkan kita untuk terus bekerja keras mengangkat mereka dari kubangan kemiskinan. Demikian hipotesa teman saya ini. Tak diperlukan tesis hebat untuk mengangkat mereka yang miskin. Tidak dibutuhkan professor dan doktor untuk membuat program pengentasan kemiskinan. Yang dibutuhkan adalah pejabat yang dapat membuat program dengan jiwanya. Dengan cinta. Itulah kira kira uraian yang dapat saya simpulkan dari teman ini. Apa yang diuraikan teman ini mengingatkan saya kepada seorang sahabat Rasul yang juga ponakan kandungnya. Dia adalah Ali Bin Abi Thalip. Yang dikenal dalam sejarah sebagai pemimpin orang miskin., Ali pernah berkata “Bagaimana mungkin aku menjadi seorang pemimpin jika aku sendiri tidak merasakan kesusahan dan kesengsaraan mereka.”

Ketika Ali menegur salah satu gubernurnya bernama Utsman bin Hanif , yang hadir dalam persta pernikahan orang kaya raya dikota Basrah. Ali mengirim surat teguran yang berisi ” Wahai Ibn Hanif, telah sampai laporan kepadaku bahwa ada orang kaya raya yang mengundangmu untuk menghadiri pesta pernikahan, lalu dengan segera dan senang hati engkau menyambut undangan tersebut dengan jamuan makanan yang berwarna warni. Sungguh aku tidak mengira bahwa engkau sudi menghadiri makanan seseorang yang hanya dihadiri oleh orang-orang kaya sedang orang-orang miskin tidak mereka hiraukan". Begitulah cara ALi mendidik gubernurnya agar jangan pernah lupa barang sedetikpun sama orang miskin.

Itulah yang kini kita rasakan. Keseharian yang kita ketahui kini bahwa dalam setiap acara seminar pengentasan kemiskin, selalu diadakan dihotel berbintang atau digedung pemerintah yang mentereng. Selalu terhidang makanan lezat dan pasti itu tidak mungkin ada menu yang biasa dimakan oleh orang miskin yang ada di NTT atau di Papua. Tidak mungkin terhidang menu seperti yang biasa dimakan oleh nelayan miskin atau menu yang biasa dimakan oleh para pemulung,tukang beca, buruh pelabuhan ikan, kuli tani yang ada dilereng gunung dan dipelosok negeri.Bahkan ada Partai Islam yang mengusung program " keadilan dan Kesejateraan" tapi muktamar saja diadakan di hotel bintang lima. Kita tidak tahu bagaimana mungkin hati akan mendekat bila raga saja menolak untuk merasakan derita orang miskin.

Kemakmuran dan sekesejahteraan suatu bangsa atau kaum ditentukan oleh pemimpinnya., Pembangunan karakter umat haruslah dalam bentuk teladan dari para pemimpinnya. Simaklah apa kata ‘Ady bin Hatim At-Tha’i tentang pribadi Ali ” Aku saksikan orang yang kuat menjadi lemah di sisinya karena ia menuntut tanggung jawab darinya, dan orang yang lemah menjadi kuat di sisinya karena hak-haknya terpenuhi. Itulah bila Islam menjadi landasan bersyariat, pemimpin itu tanpa ada aturan dan UU soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara ( LHKPN ) tetap takut menumpuk harta.. Karena mencitai orang miskin juga adalah repliksi cinta kepada Allah. Bila ini menjadi keseharian para pemimpin kita maka impian negeri makmur dibawah lindungan Allah akan terjelma. Mungkinkah ?

Ditulis dari ketinggian 40,000 feet.

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...