Wednesday, May 20, 2009

Tokoh

Tokoh dapat dilahirkan dari mana saja dan sejarah akan mencatat dengan baik. Tapi sejarah mencatatnya bukan karena dia seorang professional atau orang yang jujur dan sederhana tapi sesuatu yang berbeda dari orang banyak. Dia melangkah berlainan arah untuk menobrak kemapanan. Dia berjuang dan mengambil resiko untuk itu. Dia seorang Visioner dan bukan follower.

Dalam Islam kita dapat meniru teladan lima sahabat Nabi yang menjadi Khalifah setelah nabi wafat. Kelima sahabat nabi ini mempunyai kepribadian tawadhu. Namun dibawah pemimpin yang tawadhu ini ada ketegasan nurani yang tak berkompromi kepada kezoliman. Hasilnya , Islam menguasai seluruh jasirah Arab dan membentang dari barat ketimur dan utara kesalatan. Kekuasaannya meliputi didarat dan dilaut. Aroma kasih sayang menyebar keseluruh dunia untuk lahirnya perdamaian , keadilan, kejujuran dan kebenaran. Mereka tidak dididik ilmu perang , apalagi ilmu ekonomi Modern. Mereka hanya menjadikan Alquran dan Sunah sebagai pijakan untuk bersikap dan berbuat.

Hatta yang berbaiat dalam Islam yang diyakininya, dibesarkan dalam pendidikan ala barat. Ekonom terbaik lulusan universitas terkenal di Belanda. Sikap tawadhu namun istiqamah untuk melawan ketidak adilan dibidang ekonomi membuat segan lawan maupun kawan. Pilihannya adalah Ekonomi yang berpihak kepada kaum miskin. Hatta yang sederhana namun dapat bersikap tegas untuk mengutamakan hati nuraninya dengan berpisah dari Soekarno. Hatta bukanlah orang yang toleran bila soal keyakinannya. Dia mengambil resiko untuk keyakinannya bahwa hanya Allah yang berhak menilai dirinya , bukan orang lain. Tak penting dimana dia harus berada dan resiko apa yang harus dihadapinya.

Didalam pesawat dari surabaya menuju Jakarta. Saya bertemu dengan seseorang yang sangat sederhana. Ketika mata saya beradu dengan seseorang ini , dia tersenyum. Saya tak bersapa apapun dengan dia karena dia tidak mengenal saya. Tapi saya kenal orang ini. Dia adalah menteri keuangan kala itu. Namanya Budiono. Saya terkejut karena sang menteri duduk di ekonomi class. Tidak di business class. Kini , orang ini dicalonkan sebagai Wapres. Faisal Basri dalam blognya khusus menulis tentang sosok pribadi Budiono. Semuanya mengungkapkan tentang kejujuran, kesederhanaan. Sehingga banyak pihak menyamakan soal kesederhanaan Budiono degan Hatta. Memang pribadi Budiono adalah pribadi yang kita nantikan dari seorang pemimpin. Kita rindu akan sosok pemimpin seperti ini.

Apa yang bisa kita catat untuk seorang bernama Budiono ? Dia punya keyakinan bahwa rakyat butuh kerja dan penghasilan. Pemerintah harus dijauhkan dari kewajibanproteksi dan subsidi.. Biarkan mekanisme pasar bekerja untuk memberi dan meminta. Dia berkeyakinan bahwa asing tidak ada kepenting politik kecuali kepenting modal. Menjinakan modal adalah kata kunci untuk mensejahterakan rakyat. Dengan keyakinan itu maka kekuatan modal darimanapun sumbernya harus mendapatkan kebebasan sepenuhnya di Indonesia. Makanya kerjasama dibidang perdagangan dan investasi dilakukan dengan negara negara donor. Semuanya merugikan kekuatan dunia usaha dalam negeri untuk bersaing.. Konsep neoliberal terstrukture lewat UU dan terlaksana secara sistematis.

Fakta membutkikan itu ketika Budiono diberi amanah duduk dijajaran kebinet, dia orang yang sangat toleran dengan nuraninya. Menerima kalah daripada mengalah terhadap tekanan asing untuk menyetujui lelang asset BPPN dengan harga murah demi menutup disifit APBN. Sang President , ibu rumah tangga yang buta ilmu ekonomi , diyakinkannya agar saran IMF diterima untuk melakukan privatisasi BUMN. Diapun menjadi bagian dari kebobrokan system di BI dengan kasus BLBI..

Ketika dia menjadi Menteri Keuangan, UU Perbendaharaan negara dilahirkan, kitapun menjadikan APBN pro financial Market global untuk menutupi difisit anggaran. Liberalisasi sector keuangan dan Pasar Modal disyahkan untuk menjadikan pasar modal dan lembaga keuangan kita menjadi terbuka bagi asing untuk menguasai saham 100% lewat bursa. Ketika dia menjadi Menko Perekonomian era SBY, UU penanaman Modal di syahkan untuk memungkinkan asing masuk disemua sector usaha, yang tak lagi ada perbedaan antara PMA mapun PMDN.

Namun bagaimanapun Budiono tetap sederhana untuk sekedar meyakinkan pada dirinya bahwa I am nothng..just working for my boss. Dia hanya follower ,bukan visioner untuk dicatat sebagai tokoh…namun dialah yang terpilih untuk mendampingi calon president SBY.

Sunday, May 17, 2009

Sikap dan kebijakan

Pada satu kesempatan saya pergi ke Museum. Saya melihat tombak yang ukurannya cukup panjang. Saya mencoba mengangkat tombak itu dengan kedua tangan saya tapi tak bisa tahan lama karena memang berat sekali. Saya mencoba membaca keterangan tentang tombak itu. Saya terkejut karena tombak itu adalah senjata standard dari pasukan Raden Widjaya dulu. Imaginasi saya sampai kepuluhan abad lalu. Bagaimana tombak ini dapat dilemparkan kearah kapal pasukan China oleh pasukan Raden Wijaya ? Bagaimana mereka memainkan tombak itu dengan lincah bila berat? Sejuta tanya itu menggayut dalam benak saya. Mengapa prajurit itu bisa kuat dibandingkan dengan saya sekarang. Ternyata jawabannya adalah dulu orang Indonesia tidak makan nasi. Mereka makan umbi umbian seperti singkong. Nasi baru dikenal setelah budaya china ( dari Yunan ) masuk keindonesia.

Allah menciptakan manusia pada dasarnya disesuaikan dengan lingkungan alamnya. Makanan dan cara perlindungan diri terhadap penyakit disediakan sesuai dengan alamnya. Ikan Hiu hitam tidak bisa hidup dikedalaman kurang dari 80 Meter tapi hiu putih dapat hidup. Artinya dua jenis ikan hiu ini hidup dalam lingkungan yang berbeda dan tentu makanannya juga berbeda. Allah menjaga system ini. Tapi untuk manusia , Allah memberikan kebebasan untuk menentukan apa yang dia mau. Itulah sebabnya walau makanan kita adalah umbi umbian tapi kita dapat menyesuaikan diri dengan makanan lain yang datang dari luar. Hanya saja kondisi phisik kita tidak akan sama hasil dengan orang lain yang memang makan sesuai dengan alamnya. Itulah sebabnya kini kita tidak seperkasa dan secerdas Majapahit. Karena kita sudah makan nasi.

Pihak asing dengan cerdas meracuni budaya makan singkong adalah indentik dengan kebodohan dan kemiskinan .Akibatnya kita menjauh dari chemistry kita yang sebenarnya. Lambat namun pasti kita menjadikan nasi adalah makanan utama kita. Hasilnya kini adalah chemistry kita menimbulkan paradox dengan alam sekitar kita. Alam yang terbentang luas dengan lingkaran ngarai yang dalam serta hutan yang lebat , laut yang luas, gunung yang bertebaran menjulang disemua pulau, tidak berdaya kita kelola. Sekuat pikiran kita untuk berbuat tapi tenaga kita tak mampu mengelolanya. Hasrat ingin memeluk gunung apa daya tangan tak sampai.

Banyak sekali pengaruh asing masuk ke kita dan akhirnya melekat jadi budaya kita. Tapi itu semua tidak berhubungan dengan chemistry kita. Banyak orang Indonesia yang belajar berbagai ilmu diluar negeri , termasuk bidang ekonom, mencoba untuk menerapkannya secara utuh di Indonesia. Mereka percaya dengan keluguannya atas semua konsep yang mereka pelajari. Apalagi berbagai tesis sukses story di Barat yang mereka ketahui. Mereka anggap ini sebagai bentuk pencerahan untuk lahirnya civil society.

Neoliberal salah satu konsep yang lahir diawal tahun 80an. Mereka percaya sekali bahwa neoliberal adalah cara terbaik untuk melahirkan kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi active dalam pembangunan dengan menghilangkan sebesar mungkin peran negara terlibat. Dari kebebasn ini akan melahirkan kompetisi. Dari kompetisi akan melahirkan efisiensi. Mereka percaya itu. Tapi mereka lupa bahwa budaya bangsa ini dari dulu ya bukan masyarakat yang terbiasa bebas dan berkompetisi. Mereka terbiasa bergotong royong untuk menyelesaikan semua masalah. Mereka tidak pernah iri kalau ada orang kaya atau sukses. Bahkan mereka puji orang itu dengan hormat seinggi tingginya dan yang sukses tak sungkan pula membantu. Mereka masyarakat patron

Tapi budaya neoliberal ini terus di sosialisasikan oleh rezim dengan berbagai aturan dan hukum. Apa yang terjadi , lagi lagi fakta membuktikan kita tetap tidak mampu mencapai idealisme dari neoliberal. Kita tetap tidak bisa bersaing kecuali menyerahkan semua resource kita untuk dikelola asing dan hidup dari pajak dan kuli saja. Kita tetap tidak efisien dengan memilih untuk menjadi konsumen dan penghutang saja. Kebebasan tidak dinikmati oleh mayoritas rakyat secara ideal kecuali oleh mereka yang memang qualified untuk itu. Dan itupun hanya segelintir masyarakat yang makmur dari adanya liberalisme. Akhirnya yang qualified memanfaatkan yang unqualified untuk lahirnya penjajahan model baru.

Pemimpin yang baik harus membumi dengan kesejatian Indonesia. Ini tidak bisa diingkari. Kulit kita memang tidak seputih kulit orang china atau barat. Mata kita hitam bukan biru. Pemimpin harus memberikan kebijakan yang sesuai dengan kesejatian budaya Indonesia. Tak penting karena itu kita tidak bisa buat pesawat, tak bisa pergi kebulan atau tak bisa bikin subway. Tak penting. Yang penting kita hidup dan menghidupi dari alam yang Allah berikan kepada kita tanpa kita harus menjadi seperti orang lain. Pakain akan pas dipakai kalau sesuai dengan ukuran tubuh.Sepatu akan enak dipakai bila sesuai dengan kaki kita. Kopiah akan nampak bergaya diatas kepala kalau ukurannya pas dengan kepala kita. “ Ini hukum logika dan pasti. , ya, kan.

Wednesday, May 13, 2009

Silent revolution

The silent revolution. Istilah ini dipakai oleh IMF dalam mencapai rekondisi keuangan global. Tujuannya adalah semua negara di dunia tunduk dengan kesepakatan Washington. Tidak ada lagi restriction yang mengatasnamakan nasionalisme untuk kebijakan proteksi dalam negeri. Gerakan ini berfocus kepada perlindungan penuh negara maju untuk memanfaatkan semua resource negara berkembang dan perlindungan dari hak intelektual technology. Sebetulnya The silent revolution adalah gerakan yang dibuat oleh kelompok elite di AS yang pro pasar bebas dalam konsep neoliberal. Semua institusi yang berada dibawah pengaruhnya menggunakan cara yang sama yaitu “the silent revolution.

Gerakan ini diawali tahun 1980an. Dilakukan secara systematis.Merupakan gerakan dari semua level yang berada dalam barisan neoliberal. Cara gerakan ini sangat sistematis. Cirinya adalah 1). Mereka tidak mempengaruhi Organisasi Massa untuk mendapatkan dukungan public tapi mendekati kelompok komunitas terdekat dengan public. 2). Mereka menghindari polemic 3). Karena sifatnya silent maka gerakan ini lebih mirip menggunakan cara cara dunia intelligent. Atau lebih tegasnya menggunakan smart power.

Kita tahu ketika tahun 2002 IMF dinyatakan keluar dari Indonesia tapi masih bisa bertahan sampai 2003 karena kekuatan pengaruh dari Budiono meyakinkan Megawati hingga dapat bertahan sampai 2003 dan akhirnya diperpanjang dengan istilah Post Program Mnitoring (PPM) sampai tahun 2007 dan Budiono kembali terpilih sebagai Menteri di Era SBY. Publik tidak ada yang tahu ini karena semua dilakukan secara diam diam. Global Bond kita juga masuk dalam wilayah Silent yaitu pasar 144A Sect Act. Tidak ada satupun public yang tahu dan tidak dibenarkan secara hukum untuk membuka perjanjian berkaitan dengan penjualan, underwriting penerbitan global bond via 144 A Sect Act. Begitupula ketika Indonesia melunasi hutang dengan IMF setelah berakhirnya PPM namun sebetulnya memindahkan itu kedalam 144A Sect Act yang confidential. Washington Post menyebutkan Budiono sebagai the silent voice.

Silent revolution dalam rentang gerakannya telah berhasil secara significant. Kekuatan gerakan ini berada dalam kontek demokratisasi yang memungkinkan rakyat terlepas dari orbit kekuatan formal mapun informal yang selama ini sebagai kekuatan melindungi dari segala pengaruh idiologi asing. Melalui gerakan ini telah berhasil menempatkan orang orang kampus dan pengusaha , artis, militer yang miskin pemahaman geopolitik dan geostrategic kedalam lingkaran kekuasaan.Orang orang inilah yang active menjadi pion gerakan untuk mendekati ring ring satu yang dekat dengan public. Makanya gerakan formal buruh dan tani menjadi tumpul karena barisan terdepan gerakan ini telah dikuasai mereka melalui smart power. Gerakan agama baik yang formal maupun non formalpun telah mereka lemahkan melalui teknik pemecahan dan adu domba , intimidasi.

Di Indonesia kita melihat fakta tentang suksesnya program silent revolution ini dengan terbukti gagalnya Megawati bergandengan tangan Ketua Umum PB NU. Terpuruknya suara PKB dan adanya matahari kembar dalam Muhammadiyah. Juga dalam gerakan buruh yang terpecah. Ormas dan kader Golkar yang terpecah hingga akses kemassa semakin lemah. Ormas kampus yang tak lagi bergigi. Golput pun adalah bagian dari silent revolution untuk mengeluarkan massa penentang dalam barisan demokrasi formal. Yang lebih hebatnya bahwa gerakan ini ada bagaikan bayang bayang namun bukan bayangan. Ada tapi tiada. Kita hanya dapat merasakan dimana hak hak rakyat semakin terpinggirkan dan asing lewat modal semakin mendapat ruang untuk meraup apa saja potensi yang kita punya.

Itulah sebabnya SBY dan Partai Demokrat yang menggunakan silent revolution tidak lagi melihat kekuatan partai memilik bargain position apapun. Koalisi partai tidak dikenal dalam gerakan silent revolution karena pola mereka lebih kepada individu ( Anggota dewan) atau ring satu akses kemassa dan mereka sudah petakan dengan baik siapa saja ; baik dari LSM maupun partai yang bisa dibelinya , yang penting orang itu mau mengikuti platform mereka. Pilihan Cawapres kepada Budiono adalah bukti The silent revolution memang berhasil.

Friday, May 01, 2009

Buruh

Buruh itu ada dimana mana. Bukan hanya di pabrik dan tambang tapi juga dipedesaan dan diperkebunan serta dijalanan. Yang tercatat sebagai buruh adalah mereka yang secara formal berhubungan dengan pengusaha. Sementara buruh informal jauh lebih besar jumlah dan berada disemua sudut kota dan desa. Mereka tak pernah diperhatikan secara formal dari explotaiasi karena mereka informal. Tapi nasib mereka tak jauh berbeda dengan nasip buruh formal yang sejak orde baru sampai era reformasi , selalu terexploitasi oleh kerakusan pemodal. Hidup bagi mereka bukanlah hak untuk bermartabat tapi sekedar menyambung hidup.

Setiap hari , setiap detik mereka kaum buruh menyaksikan hiruk pikuk roda mesin pabrik, roda buldeser membangun gedung, roda truk mengangkut hasil tambang dan hasil kebun,deru mesin bor menyedot Migas. Setiap hari mereka melihat kapal hilir mudik mengangkut hasil produk , hasil alam. Milliaran dollar nilai ekonomi berterbangan keluar negeri baik melalui laba konglomerasi asing maupun melalui APBN lewat pembayaran hutang.Semua itu mereka saksikan dalam keseharian harga yang terus melambung.. Sementara upah mereka tak pernah melebihi kecepatan naik barang/jasa atau laba para pengusaha.

Ketika dunia dilanda krisis maka kembali para buruh dijadikan strategi nasional untuk membujuk pengusaha tetap bertahan. Caranya , upah boleh dikurangi.Lantas kemana laba selama ini. Kemana pajak rakyat selama ini ? Mengapa begitu cepat kebijakan mengatasi krisisi dikeluarkan yang berkaitan dengan nasip para buruh. Ini tidak laini karena alasan klasik untuk mengurangi biaya produksi. Padahal ongkos buruh tak lebih 10% dari total biaya produksi.Sementara biaya lainnya jauh lebih besar. Apalagi yang berhubungan dengan tidak efisiennya insfrastruktur ekonomi dari system yang korup. Tapi ,lagi lagi pemerintah tidak melihat yang lain sebagai unsur biaya yang memberati pengusaha kecuali upah buruh.

Negeri ini adalah negeri kaum kuli.Begitu sejak jaman kolonialisme. Tak ada yang berbeda. Impilikasi kebijakan kolonialisme dengan kebijakan paska kemerdekaan tak jauh berbeda. Pembangunan ekonomi menempatkan rumah tangga sebagai sumber daya kekuatan ekonomi sebagai pembeli dan pekerja. Sebagai pembeli , mereka dipaksa untuk membelanjakan upahnya dengan harga tidak dikontrol pemerintah tapi upahnya tetap dikontrol. Inilah yang disebut dengan penjajahan baru secara sistematis.Lihatlah data dari bank dunia tahun 2008 bahwa angka kemiskinan menigkat menjadi 49,5 % atau separuh dari total populasi Indonesia atau 80% dari jumlah orang dewasa.

Sementara jumlah penganguran yang belum terserap sebagai kuli selalu besar peningkatannya dari tahun ketahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 tercatat sebesar 17 persen, menjadi 26 persen pada tahun 2004, dan kini pada tahun 2008 meningkat menjadi 50,3 persen. Artinya bahwa angka-angka yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini merupakan kebohongan publik dan semata-mata angka-angka politis demi menarik simpati masyarakat untuk pemilu 2009. Ini tidak termasuk pengangguran tak terdidik yang datanya jauh dari pencatatan formal.

Hari buruh sedunia selalu digelar dengan berbagai aksi dari kaum buruh. Agenda mereka tak lain agar pemerintah atau penguasa memberikan ruang bagi mereka untuk bermartabat dihadapan pemilik modal. Tapi setiap hari buruh, setiap kegiatan kaum buruh menuntut haknya, dicurigai oleh pemerintah pro demorkasi sebagai tindakan anti demokrasi. Tapi tindakan pemodal yang membuat system pasar modal hancur, Tindakan pengusaha yang ngemplang hutang bank dilindungi dengan berbagai kebijakan. Tindakan pengusaha yang merusak lingkungan , dibela. Semua kebijakan untuk pengusaha adalah keamanan untuk pemodal. Tapi kebijakan untuk buruh adalah penindasan. Tak pernah ada kebijakan yang seimbang dan adil. Sampai kapankah ?

Selamat hari buruh. Teruslah berjuang dan berdoa kepada Allah demi tegaknya keadilan bagi semua.Kemenganan akan tiba,disini atau di akhirat.

Friday, April 10, 2009

Jangan kecewa ?

Pemilu kali in berbicara tegas. Bahwa sosialisme telah kalah dinegeri ini. Agama dipinggirkan dan tak laku dijual diranah politik. Demokrat tetap unggul diatas kanvas bursa, pasar , serta dunia iklan. Ada yang mengharukan ketika sebagian berbicara tentang masa depan Indonesia yang penuh kekeluargaan dan gotong royong, kita memandang ruang kosong dimana singgah sebuah nostalgia : gema lagu “ padamu negeri, barisan buruh , tani, nelayan yang mengibarkan bendera dan menuntut hak, seperti dalam film documenter “rebut Irian “ , orang yang berkorban dalam komune bela negara. Kini semua itu tak lagi nampak dalam berita sehari hari. Heroisme punah. Solidaritas berkutat pada kekuatan modal dan media massa.

Ada yang ganjil rasanya. Dulu dilukiskan Bung Karno Indoesia kedepan adalah kejayaan nusantara. Hatta berteguh hati masa depan Indonesia adalah kemerdekaan ekonomi yang tidak berbaiat pada sosialis ,apalagi kapitalis. Kecuali namanya Ekonomi Pancasila. Adakah masa depan kini sebuah masa lampau ? Saya tidak tahu. Soekarno meninggal dalam keterasingan dengan ide idenya. Hatta meninggal dalam impiannya yang tak terwujud. Seakan kematian itu mencerminkan padadox pemikirannya. Soeharto ingin melanjutkan impian itu namun tersungkur oleh tesis kebingungan antara social dan kapitalis. Tak ada yang selesai. Semua masa lampau adalah kebingungan , hari kini kita masih tetap bingung.

Sebetulnya yang membingungkan adalah kebencian kita tentang tidak adanya keadilan ekonomi. Biang persoalan itu lebih disebabkan oleh kapitalisme yang tak pernah mati. Kapitalisme mencangkokkan dirinya ketubuh perawan, dan marak di koloni koloni kampus sekuler dan kaum elite partai. Kapital belum mati. Ia masih sibuk menghimpun lebih banyak capital lagi lewat cara cara lain ditengah keterpurukannya akibat ulahnya sendiri. Pemilu kali ini membuktikan bahwa Indonesia bukan Venezuela atau Bolivia. Disini darah revolusi telah habis. Semangat sudah layu. Yang tersisa adalah penyakit lama, berharap uluran tangan asing menyelesaikan masalah APBN. Selebihnya adalah kosong.

Padahal kalau kita diam sebentar dan menutup mata dengan semua tesis diluar. Maka kita akan bertemu dengan “subjectivitas”, pengembangan diri, dan menjadi bagaimana dirimu sendiri”. Dengan ringkas, sesuatu yang punya kemerdekaan buat tumbuh dan menjadi. Kapiltasime meringkus itu dan membuat manusia merasa dirinya hanya hadir diluar kerjanya, dan kerjanya…berada diluar dirinya. Proses aliensi itulah yang menyebabkan kerja dan rakyat lemah kehilangan martabat. Tapi bagi rakyat itu tak lagi dipikirkan. Mereka hanya tahu bahwa pemerintah yang kini berkuasa mampu membagikan uang tunai langsung. Itu lebih mengena daripada janji kedepan, apalagi mengangkat pemikiran masa lalu yang hanya ada dalam konsep tanpa ada bukti sejarah kemakmuran.

Pemilu telah terlaksana. Hasilnya untuk sementara pemerintah yang kini berkuasa menguasai mayoritas suara rakyat. Pemikiran tentang masa lalu terbukti tak laku dijual. Gema revolusi system ketinggalan jaman. Gema agama kehilang ruh. Lagi lagi, rakyat bersikap untuk tak mau lagi berpikir tentang masa depan. Siapapun yang bisa menawarkan sesuatu yang kongkrit masa kini maka dialah pemenang. Rakyat tak peduli bila semua itu didapat dari hutang luar negeri yang menjebak. Sumber daya alam yang tergadaikan kepada asing dengan segala jargon kapitalisme penghisap darah.

Pilihan rakyat adalah cermin realitas kita semua. bahwa tak ada lagi nostalgia , juga tak ada impian masa depan. Itulah harga dari demokrasi yang kita pilih. Jangan kecewa !

Saturday, April 04, 2009

Prabowo ?

Tak salah bila kita melihat kebelakang. Optimistis pernah ada dulu. Ketika era Soekarno, seorang sosialis berdiri tegak untuk lahirnya The new Emerging force. Dunia terkejut, Indonesia berteriak garang. Kekuatan Indonesia menyelimuti seluruh dunia. Setelah itu berbagai proyek berkelas nasional maupun internasional dibangun. Tapi tak ada sesungguhnya pembangunan karena semua itu dibayar melalui hutang luar negeri. Era Soeharto , era pembangunan untuk menuju lepas landas. Semua kekuatan politik dibungkam dan dipaksa untuk masuk dalam barisan sang jenderal. Projek bersala raksasa bertaburan diseluruh pelosok negeri namun lagi lagi semua itu dibayar dari hutang luar negeri. Tak ada sesungguhnya pembangunan kecuali melampiaskan syahwat penguasa un untuk dipuja.

2009 , pesimisme ada. Dimana gerangan harapan itu ? Sepuluh tahun lalu orang remai menangis haru didepan tv ketika mendengar Soeharto membacakan maklumat untuk mundur. Haru , karena sang dictator tua sudah lengser. Tentu ada cahaya terang menyelimuti negeri ini menuju hari esok yang lebih baik. Kita optimis. Ada kebebasan untuk sebuah kebersamaan dalam kesatuan. Melihat kebelakang adalah kebencian tersembunyi. Pancasila kita aminin namun tidak untuk diucapkan maupun dilaksanakan. Semua hal yang dulu dijadikan kekuatan oleh Soeharto adalah keterbelakangan yang tak perlu lagi diingat. Cukup sudah. Kini eranya reformasi. Maka demokrasi adalah keputusan yang benar.

Era reformasi mencatat dengan baik segala dosa masa lalu orde baru. Seminar dan tulisan seakan mengekalkan bahwa Orde Baru adalah order bau. Bau darah dan kekerasan. Kedepan adalah hari esok untuk meniru semua hal yang nampak baik dari Barat /AS. Para lulusan AS/Barat menjadi bintang panggung politik. Kata katanya didengar melebihi pituah sang kyai. Media massa mencatat semua dogma tentang semangat demokrasi karena laku dijual untuk orang ramai yang haus akan kebebasan. Tak jelas lagi apakah berita itu benar atau salah. Yang penting kebebasan adalah milik semua anak bangsa. Semua orang menjadi kolumnis dan analisis politik. Maka kebebasan menjadi penuh sang wasangka dan bertaburah disemua media massa.

Ditengah keasikan mencatat hal hal tentang Orde Bau dan The New Emerging Force, di Era Reformasi kita tersentak ketika pemujaan tentang demokrasi , tentang kebebasan, pada akhinya adalah kebebasan modal dan pasar,. Lambat namun pasti berbagai regulasi dilahir disenayan, dan semua mengarah kepada kebebasan , namun utamanya adalah kebebasan modal dan pasar. Ini resep ampuh untuk menarik dana investor asing masuk uintuk mengurasi harta negeri dan menjadi anak bangsa sebagai kuli dinegeri sendiri. Tak penting siapa memiliki apa , yang penting rakyat dapat bekerja sebagai kuli dan negara mendulang pajak dari itu semua. Maka neoliberal adalah bagian tak terpisahkan dari jargon era reformasi.

Kehebatan Era Reformasi adalah kehebatan media massa. Elite tidak perlu lagi datang menemui petani atau buruh untuk bicara tentang pembangunan. Semua cukup media massa menyampaikannya. Para elite gemar menggunakan data statistic untuk mengukur setiap indek prestasi fiscal dan moneter. Tak jelas apakah data itu benar atau salah. Angkapun bertaburan diberbagai seminar untuk bicara tentang solusi dan prestasi. Tapi rakyat tak juga paham bila pada akhirnya harga semakin mahal , penghasilan menurun dipangkas inflasi, dan..akhirnya tak ada lagi yang murah , apalagi gratis. Layanan public dan perusahaan public milik negara telah berganti baju menjadi perusahaan berbaju wall street. Antara yang membuat aturan, pengawasi dan pelaksana terjalin konspirasi efektif. Maka reformasi juga adalah distribusi kekuasaan secara systematis untuk melahirkan korupsi secara systematis pula tapi ini sudah menjadi pilihan dan hutang luar negeri bertambah dua kali lipat dari jumlah hutang Orde Baru yang berkuasa 32 tahun

Kini orangpun tersentak. Pesimis terjadi dimana mana ketika ditahun 2008 dimusin Panas kebanggan tentang AS/Barat luluh lantak. Wallstreet terjerambab dengan segudang skandal keuangan terbesar sepanjang sejarah. Lembaga keuangan ber Rating tinggi gagal bayar CDS, CDO, CMO. Para elite politik Barat/AS mulai berkata “‘ini semua akibat kebebasan pasar dan modal” . Merekapun mengakui bahwa biang dari persoalan itu semua karena konsep neoliberal yang dipaksakan hingga akibatnya tak ada lagi yang mengawasi. Semua baru menyadari bahwa demokrasi bukan lagi berarti kebebasan tapi adalah kepemimpinan yang tegas untuk menjaga aturan. Maka sosialis mendapatkan angin untuk berkata “ Kami benar “

Di tahun 2009, ditengah pesimisme , orang dikejutkan oleh tampilnya jenderal baret merah mencalonkan diri sebagai president, putra dari seorang sosialis dan berkarir cemerlang dibawah bayang bayang Soeharo, dan akhirnya terlempar ke luar lingkar kekuasaan oleh kasus yang tak selesai. Dia adalah Prabowo Subianto. Dia tak ingin bicara tentang sosialis , juga tak ingin berbaiat dengan kapitalis. Dia hanya berkata tentang “gotong royong dan kekeluargaan “ untuk lahirnya Indonesia yang perkasa bagaikan garuda membelah angkasa. Mungkinkah ini sebuah awal optimisme ditengah pesimisme akibat masa lalu yang selalu salah memilih ?

Wednesday, April 01, 2009

Data dan Demokrasi

Sang dictator berorasi didepan public. Orang mendengar , rasa takut menyelimuti untuk tidak siap mendengar. Walau sebetulnya tak ada yang patut didengar. Karena semua tahu bahwa tak ada kata sang dictator yang dapat dipercaya kecuali keculasannya , arogansinya. Sebab sang diktaror bicara tanpa data yang dapat dipercaya. Data bagi sang dictator tidak diperlukan kecuali kata kata dan ancaman. Kebencian kepada sang dictator lebih kepada keinginan untuk kebebasan. Dari kebebasan ini tentu akan lahir keterbukaan. Sehingga aspirasi kolektive terbangun untuk saling berbagi saran , juga koreksi. Maka lahirlah namanya demokrasi.

Para menteri dan pejabat di era demokrasi kini suka sekali berbicara tentang data dan informasi yang mereka kutip dari berbagai sumber. Kemudian dari data tersebut, mereka bicara tentang indeks pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan ,angka produksi, angka inflasi, dan lain sebagainya. Dari data inipun mereka bicara bahwa mereka berhasil atau kalaupun ada masalah merekapun berkeyakinan dapat mengatasinya karena lagi lagi didasarkan oleh data. Ketika mereka berbicara maka tak ubahnya sang dictator berbicara. Hanya bedanya sang dictator ditakuti karena suka memukul namun politisi democrat dicibirkan karena suka melawak lewat data dagelan.

Demorkasi adalah Keterbukaan ( disclose ) tentang data dan informasi. Tidak ada artinya sebuah keterbukaan bila data dan informasi tidak benar. Bagaimana suatu inisiatip lembaga demokrasi dapat menjawab segala tuntutan rakyat bila data dan informasi yang dipakai untuk mengambil kebijakan tidak akurat ? Diatas banyak symbol tentang berbagai hal yang bernama demokrasi tak lebih hanyalah bentuk lain untuk melegalkan dictator cara lama bila keinginan untuk membangun system data dan informasi tidak diterapkan secara tepat.

Komunitas dari petani, nelayan, pedagang, industriawan dan lain sebagainya bicara tentang demokrasi maka itu adalah keterbukaan segala hal yang berkaitan dengan lingkungan, kesehatan, pendidikan, resource , distribusi, produksi. Pertanahan, kependudukan, perburuhan/ketenaga-kerjaan dan moneter, fiscal, hukum. Semua program demokrasi soal pembangunan komunitas hanya mungkin bila didukung oleh system data center yang qualified and up date. Data dan informasi ini tidak hanya diperlukan untuk lahir berbagai program tapi juga sebagai alat interaksi untuk lahirnya pengendalian langsung antar rakyat dengan rakyat, antar pemerintah dengan rakyat,antar lembaga pemerintah.

Tak akan nampak sebuah idealisme tentang nilai nilai demokrasi bila data dan informasi tidak terbangun dalam sebuah system yang terintegrasi. Tidak akan ada sebuah kebijakan yang bisa dikatakan legitimate sesuai nilai demokrasi bila tidak didukung data dan informasi yang benar. Karena sekecil apapun data dan informasi tentang apa saja, harus menjadi bagian tak terabaikan dan menjadi amanah. Walau itu hanya sekian permil data dan informasi dari total data komunitas nasional. Setiap data adalah pesan yang sacral untuk diperhatikan , dipikirkan , dilaksanakan dengan berbagai kebijakan untuk rakyat.

Sejak awal reformasi , program e goverman sudah dicanangkan. Tujuannya adalah membangun data center nasional ( e-government ) yang terintegrasi dalam UU dan aturan disemua tingkatan pemerintahan ( multi sectoral). Dengan system ini maka siapapun, dimanapun, kapanpun, dapat mengakses data tersebut secara ontime, real time untuk lahirnya perencanaan , pengendalian, pelaksanaan yang accountability, legitimate lahir batin. Tapi sepuluh tahun berlalu , system ini tidak pernah terealisir. Kalaupun ada maka sifatnya tidak terintegrasi dan E governman hanya digunakan sebagai alat memudahkan kerja , bukan sebagai bagian dari sytem pengelolaan untuk lahirnya transparency .

Semua itu kita pahami karena sebuah bukti menjelang pemilu demokrasi bahwa Data Pemilih tidak akurat. Tidak ada satupun pihak yang dapat disalahkan. Lagi lagi itu membuktikan system demokrasi yang kini kita banggakan memang hanya sebuah symbol tanpa ada kemauan untuk lahirnya disclose ( keterbukaan) secara sytematis. Maka jangan pernah berharap akan ada nilai nilai demokrasi yang dapat kita hasilkan dan rasakan dalam pemilu , seperti menerima kalah secara terhormat; Nilai nilai persatuan terancam, kemarahan menanti, kekecewaan terhampar, semuanya karena yang kuat yang menang. Bukan kejujuran dan kebenaran yang menang. Mengerikan dan menyedihkan.

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...