Buruh itu ada dimana mana. Bukan hanya di pabrik dan tambang tapi juga dipedesaan dan diperkebunan serta dijalanan. Yang tercatat sebagai buruh adalah mereka yang secara formal berhubungan dengan pengusaha. Sementara buruh informal jauh lebih besar jumlah dan berada disemua sudut kota dan desa. Mereka tak pernah diperhatikan secara formal dari explotaiasi karena mereka informal. Tapi nasib mereka tak jauh berbeda dengan nasip buruh formal yang sejak orde baru sampai era reformasi , selalu terexploitasi oleh kerakusan pemodal. Hidup bagi mereka bukanlah hak untuk bermartabat tapi sekedar menyambung hidup.
Setiap hari , setiap detik mereka kaum buruh menyaksikan hiruk pikuk roda mesin pabrik, roda buldeser membangun gedung, roda truk mengangkut hasil tambang dan hasil kebun,deru mesin bor menyedot Migas. Setiap hari mereka melihat kapal hilir mudik mengangkut hasil produk , hasil alam. Milliaran dollar nilai ekonomi berterbangan keluar negeri baik melalui laba konglomerasi asing maupun melalui APBN lewat pembayaran hutang.Semua itu mereka saksikan dalam keseharian harga yang terus melambung.. Sementara upah mereka tak pernah melebihi kecepatan naik barang/jasa atau laba para pengusaha.
Ketika dunia dilanda krisis maka kembali para buruh dijadikan strategi nasional untuk membujuk pengusaha tetap bertahan. Caranya , upah boleh dikurangi.Lantas kemana laba selama ini. Kemana pajak rakyat selama ini ? Mengapa begitu cepat kebijakan mengatasi krisisi dikeluarkan yang berkaitan dengan nasip para buruh. Ini tidak laini karena alasan klasik untuk mengurangi biaya produksi. Padahal ongkos buruh tak lebih 10% dari total biaya produksi.Sementara biaya lainnya jauh lebih besar. Apalagi yang berhubungan dengan tidak efisiennya insfrastruktur ekonomi dari system yang korup. Tapi ,lagi lagi pemerintah tidak melihat yang lain sebagai unsur biaya yang memberati pengusaha kecuali upah buruh.
Negeri ini adalah negeri kaum kuli.Begitu sejak jaman kolonialisme. Tak ada yang berbeda. Impilikasi kebijakan kolonialisme dengan kebijakan paska kemerdekaan tak jauh berbeda. Pembangunan ekonomi menempatkan rumah tangga sebagai sumber daya kekuatan ekonomi sebagai pembeli dan pekerja. Sebagai pembeli , mereka dipaksa untuk membelanjakan upahnya dengan harga tidak dikontrol pemerintah tapi upahnya tetap dikontrol. Inilah yang disebut dengan penjajahan baru secara sistematis.Lihatlah data dari bank dunia tahun 2008 bahwa angka kemiskinan menigkat menjadi 49,5 % atau separuh dari total populasi Indonesia atau 80% dari jumlah orang dewasa.
Sementara jumlah penganguran yang belum terserap sebagai kuli selalu besar peningkatannya dari tahun ketahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 tercatat sebesar 17 persen, menjadi 26 persen pada tahun 2004, dan kini pada tahun 2008 meningkat menjadi 50,3 persen. Artinya bahwa angka-angka yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini merupakan kebohongan publik dan semata-mata angka-angka politis demi menarik simpati masyarakat untuk pemilu 2009. Ini tidak termasuk pengangguran tak terdidik yang datanya jauh dari pencatatan formal.
Hari buruh sedunia selalu digelar dengan berbagai aksi dari kaum buruh. Agenda mereka tak lain agar pemerintah atau penguasa memberikan ruang bagi mereka untuk bermartabat dihadapan pemilik modal. Tapi setiap hari buruh, setiap kegiatan kaum buruh menuntut haknya, dicurigai oleh pemerintah pro demorkasi sebagai tindakan anti demokrasi. Tapi tindakan pemodal yang membuat system pasar modal hancur, Tindakan pengusaha yang ngemplang hutang bank dilindungi dengan berbagai kebijakan. Tindakan pengusaha yang merusak lingkungan , dibela. Semua kebijakan untuk pengusaha adalah keamanan untuk pemodal. Tapi kebijakan untuk buruh adalah penindasan. Tak pernah ada kebijakan yang seimbang dan adil. Sampai kapankah ?
Selamat hari buruh. Teruslah berjuang dan berdoa kepada Allah demi tegaknya keadilan bagi semua.Kemenganan akan tiba,disini atau di akhirat.