Para wiraswasta diabad modern ini bukan lagi penyedia kebutuhan pasar tapi mereka pencipta kemakmuran dan perubahan. Sikap mental wiraswasta yang tangguh menghadapi kompetisi, kreatifitas yang tinggi serta kemampuan mengikuti perubahan adalah asset bangsa yang tak terhingga untuk menggiring jutaan rakyat masuk kekelompok menengah. Untuk kemakmuran Indonesia , tidak dibutuhakn 10 juta wirawasta tangguh. Cukup empat juta wirawasta tangguh dengan bekal pendidikan yang cukup , sudah mampu menggiring jutaan rakyat keperingkat menengah. Cobalah hitung, bila 4 juta pengusaha ( 2 persen dari jumlahn penduduk ) professional itu dapat menarik angkatan kerja sebesar 25 orang per satu unit usaha maka jumlah angkatan kerja yang dapat ditampung sebesar 100 juta orang. Andai masing masing pekerja itu mempunyai tanggungan 2 orang maka jumlah yang dapat hidup dari kehadiran wiraswata unggul itu menjadi 200 juta orang atau sama dengan jumlah penduduk Indonesia. Pengusaha dengan jumlah karyawan sebanyak 25 orang bukanlah perusahaan besar tapi perusahaan tergolong menengah kecil. Artinya untuk menciptakan kemakmuran kita tidak butuh konglomerat , kita hanya butuh 4 juta pengusaha professional berskala kecil tapi tangguh.
Tentu bukan masalah besar bila ada kemauan besar untuk merubah budaya jongos menjadi juragan Masalahnya sekarang adalah budaya untuk memilih cara aman dan mudah adalah keseharian kita. Budaya berani menghadapi ketidak pastian dan bertarung dalam kompetisi meraih peluang pasar sesuatu yang langka. Mungkin karena ratusan tahun terjajah dan biasa diperintah hingga sangat sulit untuk merubahnya. Padahal dengan system demokratisasi anggaran melalui mekanisme deficit sudah sangat jelas menegaskan bahwa peran pemerintah/negara tidak lagi sebagai undertaker /provider untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat. Pemerintah dalam konteks demokratisasi hanyalah sebagai regulator dan motivator untuk terbentuknya kemakmuran ditengah masyarakat.
Ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan angkatan kerja terus meninggkat maka kumpulan para sarjana itu bukannya menjadi asset bangsa melainkan jadi beban negara yang minus kontribusinya. Mereka terpaksa masuk daftar pengangguran dan menjadi masalah social bagi Negara. Maka kitapun marah kepada pemerintah karena gagal menyediakan lapangan kerja untuk para putra kita yang lulus universitas. Seakan pemerintah kita tempatkan sebagai provider untuk ticket meraih masa depan. Padahal pemerintah sendiri adalah bagian yang terpasung dari kehadiran rakyat yang selalu meminta. Dimanapun , negara itu tidak pernah akan besar bila rakyat tidak mampu menjadi pahlawan, baik bagi dirinya sendiri maupun pahlawan bagi bangsanya. Itu hanya dimungkinkan dapat ditempuh melalui wiraswasta.
Di China sekarang tercatat jumlah wiraswata mencapai 80 juta orang. Sebagian besar mereka tergolong usaha kecil menengah. Sejumlah mereka tersebut rata rata menampung 10 orang tenaga kerja per unit usaha atau secara total sumbangan pengusaha menengah kecil tersebut terhadap penyedia lapangan kerja sebesar 800 juta. Artinya mereka mampu menampung seluruh angkatan kerja di china. Hampir 1 milliar penduduk china masuk dalam kelompok menengah dengan penghasilan USD 24,000 per tahun. Jumlah ini akan terus bertambah dengan semakin gencarnya kampanye pemerintah untuk melawan kehadiran pengusaha asing di china agar rakyat china dapat menjadi tuan dinegerinya sendiri disegala bidang. Tapi lihatlah daftar orang terkaya didunia. Dari 100 orang terkaya didunia tidak ada satupun berasal dari China namun peringkat pertama didunia dalam hal jumlah kelompok menengah adalah china.
Padahal kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan letak yang strategis diapit oleh dua benua serta berhadapan langsung dengan pacifik yang merupakan zona paling pesat pertumbuhan ekonominya adalah potensi yang tiada habisnya untuk unggul memanfaatkan peluang usaha disegala bidang. Tapi, kita tidak pernah melihat potensi kita kecuali terus berharap kemudahan dapat datang tanpa harus mengambil resiko. Sayangnya, kemudahan dengan banyak facilitas untuk berwiraswata , kemudahan mendapatkan lapangan kerja , sudah tidak ada lagi seiring dengan deru mesin globalisasi dan demokratisasi , dimana potensi setiap negara menjadi bukan hanya milik bangsa itu sendiri. Change your attitude then financial resource will follow you.