Thursday, October 26, 2006

Musuh kita

Saya masih ingat setahun sebelum kejatuhan Soeharo ada Project for A New American Century (PNAC). Project ini bertujuan untuk memaksa bangsa Amerika untuk ikut bertanggung jawab menanggung beban negaranya dalam rangka orde internationalisasi tentang demokratisasi, dalam rangka mempertahankan hegemoni amerika disegala bidang untuk menguasai dunia dalam jargon kebebasan, perdamaian dan kesataraan. Seoharto, sebagai perwira tempur dan ikut berjuang membela tanah air ini , dia menyadari sepenuhnya dari awal siapa musuhnya. Yaitu asing. Makanya dia tidak pernah membiarkan rakyat menghadapi sendiri pertarungan dengan asing. Pemerintah digaris depan untuk memenuhi resource rakyat mendapatkan akses modal, barang dan pasar. Walau untuk itu dia tidak bisa lepas dari asing namun strategy tarik ulur atau memberi sedikit kepada asing dan kemudian mendapatkan banyak diterapkannya. Pancasila dan UU 45 tempat dia berlindung dari tekanan asing yang ingin memaksakan kehendaknya mengontrol pontesi nasional.

Selama 32 tahun berkuasa adalah keseharian yang tak pernah habis habisnya berjuang dengan segala taktik tarik ulur dengan asing sambil berharap suatu saat bangsa ini mampu berdikari untuk melakukan perlawanan secara seimbang. Dia tidak anti demokrasi tapi kawatir dengan liberalisasi. Dia berkeyakinan dengan keadaan sosio culture rakyat yang sebagian besar masih berada dikelompok menengah bawah maka pasar bebas . akan menjadikan rakyat sebagai korban kekuatan modal asing yang akan merusak kekuatan berproduksi dan budaya gotong royong. Ini harus disikapi dengan hati hati. Tapi Amerika tidak sabar menunggu dan menghadapi politk tarik ulur ini. Pada tahun 1997 itupula , kekuatan PNAC mendapatkan angin segar dari kekuatan politik di Amerika dan strategy pemaksaan melalui kekuatan mata uang amerika digunakan untuk memaksa negara negara yang bandel untuk tunduk atau bila perlu pemimpinnya dijatuhkan. Disamping itu kampanye tentang pasar bebas terus digencarkan ditengah perlawanan para aktivis yang anti pasar bebas. Para ilmuwan yang ada dikampus dikampus , aktivis pro demokrasi dijadikan sebagai agent pencerahan untuk bangkitnya semangat perdamaian, kebebasan , kesetaraan.

Saatnya tiba , operasi hedge fund dari system kapitalisme moneter menunjukan keampuhannya sebagai bom nuclear untuk meluluh lantakan kekuatan ekonomi asia. Termasuk Indonesia. Disaat itulah kekuatan pemukul akhir seperti IMF berperan penting mempercepat kehancuran dan kejatuhan rezim yang tidak pro pasar bebas.. Soeharto jatuh dan reformasi sebagai pilihan. Demokrasi ekonomi adalah pilihan yang tak bisa ditawar. Soeharto tentu menangis dan menjerit dalam penderitaan yang panjang. Bukan karena kejatuhannya tapi lebih kepada kesedihannya melihat para penerusnya terjebak dalam cengkraman asing dengan begitu saja menerima paham liberalisme. Sejak era reformasi pemerintah mengeluarkan kebijakan menuju pasar bebas disemua setor. Tata niaga dihapus, BUMN diprivatisasi tanpa memperhatikan Public Service Obligation. UU perbendaharaan dibentuk. Impor dibuka, retail raksasa diizinkan beroperasi. Subsidi produksi bagi petani dan industri dihapus. Liberalisasi pers diakui.

Kini kita semua terjebak dalam euforia demokrasi liberal dan image dibangun untuk menciptakan musuh bersama yaitu Soeharto. Semua hal yang buruk tentang Soeharto terus diulang ulang dengan berbagai kasus yang tak pernah tuntas diadili secara adil. Kegagalan mengatasi pengangguran dan kemiskinan , maka Soeharto dijadikan kambing hitam.. Singkatnya Soeharto dijadikan tempat berlindung dari kegagalan system demokrasi ekonomi yang bertumpu pada pasar bebas. Padahal kebjakan Keyness yang dijadikan model pembanguna pasar bebas terbukti tak pernah berhasil menciptakan kemakmuran. Walau dijadikan topik yang harus dipelajari di universtitas namun tetap saja ini tidak bisa diimplementasikan untuk kebijakan publik oleh pemerintah , seperti kata pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi (2001) ,Joseph E Stiglitz, secara tegas menyatakan, "Textbook economics may be fine for teaching students, but not for advising governments... since typical American style textbook relies so heavily on a particular intellectual tradition, the neoclassical model." (Chang Ha-Joon, Stiglitz and the World Bank: The Rebel Within, 2001:130).

Lambat atau cepat kita akan memasuki fase yang mengerikan dari system ekonomi pasar bebas yaitu free entry/free exit ( bebas masuk dan bebas hancur) dari persaingan, dimana fakta menuju pada kehancuran ekonomi yang ditandai oleh semakin lemahnya kedaulatan pangan, kedaulatan produksi, kedaulatan modal. Sadarkah kita bahwa kita semua sudah terjebak dalam cengkraman asing ? Sadarkah kita bahwa ratusan juta rakyat masuk dalam kubangan masalah? Masihkah kita percaya dengan semua jargon asing untuk kemakmuran kita ? Semoga kita semua menyadari bahwa musuh bersama kita bukanlah Soeharto. Seoharto dan kita semua adalah korban dari neocolonialisme. Musuh kita dari dulu adalah pihak asing yang bersembunyi dibalik lembaga multilateral seperti IMF, World Bank sebagai penggagas berdirinya WTO . Saatnya kini kita bersatu dalam derap langkah bersama menyatakan “ Perang melawan hegemoni asing” Hanya kebersamaan dan semangat gotong royong membuat kita mampu berdaulat disegala bidang atau kita akan ditelan oleh liberalisasi dan globalisasi...

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...