Friday, November 25, 2022

Mengubah diri.

 



Yang sulit bagi kita adalah mengubah kebiasaan. Apa itu? kebiasaan makan dan minum, kebiasaan tidur. Kesenangan bersama teman. Bersenggama. Menikmati euforia dalam lingkungan pergaulan. Dan hal selalu menjadi kekawatiran kita adalah harus mengubah kebiasaan karena tidak lagi tersedia sarananya. Mengubah kesenangan menjadi derita akibat bokek. Arrtinya jujur aja, kalau kita ingin berubah dari statusqo, yang kita kawatirkan adalah kehilangan akses memuaskan kebiasaan dan memanjakan diri. Makanya kaki kita dirantai oleh rasa kawatir itu sendiri.


Tahun 90an setelah saya bangkrut, saya pergi ke daerah Banten untuk ikut program mutih di Ponpes. Anda tahu program mutih? puasa selama 40 hari. Hanya makan nasi sesendok saat buka puasa sehabis maghrib dan minum air putih. Selama 40 hari itu anda jauh dari keramaian. Pasti jauh dari teman dan keluarga. Benar benar khusu ritual puasa mutih. Minggu pertama cobaan terberat saya adalah rasa lapar. Minggu kedua, lapar dan sex. Minggu ketiga, lapar berubah jadi sengsara, kangen keluarga dan teman. Saya sabar aja.


Tapi minggu ke empat “ rasa “ itu hilang seiring ikhlasnya saya melewati semua. Sampai dengan hari ke 40 saya merasakan tubuh berbeda dan jiwa saya tenang. Tahun 2006 saya lakukan lagi hal yang sama. Itu saat saya sedang diatas puncak dunia. Saya lakukan di Vihara Budha di China. Sama juga puasa 40 hari. Namun tidak ada makan kecuali minum. Seperti biasa sampai minggu ke dua saya benar benar menderita.Tapi minggu ke tiga dan seterusnya saya sudah biasa. Badan terasa enteng dan jiwa saya sangat dekat kepada Tuhan.


Apa yang dapat dimaknai dari cerita diatas? Perubahan itu sangat berat pada langkah pertama, kedua dan ketiga. Namun berkat kesabaran, maka seterusnya udah biasa saja. Jadi siapa sih sebenarnya yang mengubah kita? Ya diri kita sendiri. Kalau katanya bahwa orang berubah karena faktor lingkungan dan orang lain, itu karena kita sendiri yang mau jadi follower. Kalau kita tidak mau, ya kan tidak akan jadi follower. Nah pokok masalahnya adalah bagaimana kita bisa menjadi tuan atas diri kita sendiri, sehingga bisa memilih mana yang baik dan mana yang salah. Engga sekedar follower buta.


Masih kurang paham.? Banyak orang tidak bisa berubah karena dijerat oleh persepsi tentang materi. Materi yang kenyataannya hanya ilusi saja. Engga percaya? Anda rasakan gula manis, itu karena anda ada lidah dan otak. Coba kalau engga ada lidah perasa dan otak sebagai memori penyimpan persepsi rasa, gula itu tidak akan terasa manis. Artinya yang manis itu bukan gulanya, tetapi karena lidah dan persepsi anda saja. Kalau boleh disimpulkan secara ekstrim, apapun didunia ini nothing. Karena semua kembali ke diri anda sendiri.


Nah, kalau semua kembali diri kita sendiri. Lantas mau seperti dunia ini? ya tergantung kepada kita sendiri. Jangan dibalik, diri kita seperti apa dunia. Nasip kita tergantung siapa presiden. Nasip baik tergantung siapa suami/istri. Nasip kita tergantung boss.  Kalau begitu, kita sama dengan zombi atau monyet. Kalau hidup sekedar hidup, monyet juga begitu. Kalau sekedar cari makan, monyet di rimba juga begitu. Kalau sekedar sex, monyet juga begitu. Artinya tidak akan bisa melakukan perubahan, dan tidak akan menjadi apapun, bukan siapapun.


Saya suka dunia, tetapi bukan dunia yang mudah. Saya suka uang tapi bukan uang yang mudah. Saya suka cinta, bukan cinta mudah. Semua harus lewat proses mengubah diri jadi lebih baik dari waktu ke waktu untuk menaklukan dunia, menaklukan diri sendiri.


No comments:

Cerdas berlogika dan bersikap.

Mengapa kegiatan ekonomi itu terbelah.Ada yang formal dan ada yang informal. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada yang melimpah sumber day...