Sunday, October 06, 2019

Keseimbangan Kekuasaan, jagalah...

Hal yang saya tidak suka dari Soekarno dan Soeharto adalah mereka berdua cenderung inginkan kekuasaan berlebih. Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya. Hasilnya, ekonomi bangkrut. Soeharto dengan ekonomi Pancasila. Hasilnya juga bangkrut ekonomi. Itu bukan mereka tidak didukung rakyat luas, tetapi hukum ekonomi itu dikuasai oleh pemodal.
Hal yang tak disukai pemodal adalah apabila kekuasaan itu terlalu besar. Apa ciri khasnya? Apabila presiden tidak lagi menghormati lembaga wakil rakyat atau parlemen. Presiden selalu menggunakan berbagai cara untuk berkuasa diatas institusi lainnya. Itu engga sehat, dan pasti berujung melemahkan kekuasaannya. Sebaliknya saya juga engga suka kalau presiden terlalu lemah. Sehingga mudah di kontrol oleh parlemen. Ya saya suka apabila sistem kekuasaan itu seimbang dan terus berjalan diatas keseimbangan.
Saya engga suka presiden menerima begitu saja UU KPK yang baru. Karena pada pasal dewan pengawas, peran DPR masih ada untuk menentukan anggota. Padahal fungsi dewan pengawas itu philosopi nya adalah alat presiden secara teknis mengawasi fungsi KPK sehingga presiden bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi pemberantasan korupsi.
Saya ingin dewan pengawas itu dikembalikan sebagaimana philosopi nya. Sementara saya juga tidak suka kalau presiden menolak pasal lain yang menjadi inisiatif DPR. Mengapa? Karena UU KPK yang baru itu adalah koreksi yang menyeluruh agar fungsi KPK sesuai dengan semangat awal berdirinya KPK, yaitu membangun sistem yang sudah terlanjur rusak ( KKN) menjadi lebih baik dengan cara cepat.
Mengapa ? Karena suka tidak suka ekonomi kita bergantung kepada hutang. Surat Utang itu ada rating nya. Salah satu faktor yang mempengaruhi rating surat utang adalah Corruption Perceptions Index. Apabila skor CPI kita semakin tinggi maka semakin rendah value surat utang kita. Tentu semakin mahal yield surat utang. Karena resiko semakin tinggi. Lambat laun surat utang semakin di jauhi oleh investor. Akhirnya kita akan kehilangan financial resource. Ujungnya, cash flow APBN terganggu. Kalau cash flow terganggu maka hanya masalah waktu ekonomi akan collapse . Tidak ada negara bisa bertahan lama bila likuiditas terganggu.
Oh bukankah banyak kena OTT. Bukankah itu mengindikasikan bahwa kita serius memerangi korupsi. Benar, itu dari sudut pandang kita yang memang punya dendam terhadap koruptor. Tetapi bagi pemodal, semakin banyak OTT semakin mengindikasikan sistem pengelolaan negara kita lemah. Itu akan membuat mereka ragu untuk membeli surat utang kita. Investor hanya meliat apakah sistem kita benar kuat. Itu aja. Makanya kalau sistem KPK tidak diperkuat, check and balance tidak ada, maka hanya masalah waktu investor akan distrust terhadap negara. Dampaknya bukan hanya surat utang jadi berating sampah, juga nilai rupiah akan lebih rendah dari kertas toilet.
Penghormatan Presiden terhadap lembaga DPR, adalah gambaran bahwa negara ini dibangun dengan sistem yang kuat. Engga bisa kalau kesel dengan DPR, paksa presiden keluarkan Perppu. Mengapa ? Harus juga dipahami bahwa UU KPK memberi peran presiden sangat besar memerangi korupsi. Itu adalah political Will DPR terhadap KPK. Penghormatan rakyat terhadap hasil pemilu, juga harus dijaga. Jangan sedikit sedikit demo kalau engga suka. Dukungan TNI/POLRI mengawal konstitusi itu juga harus dihormati. Karena itu membuktikan sistem negara kita sangat kokoh. Itu harus dijaga dan dipertahankan.
Jadi kepada tokoh masyarakat, yang ada di luar sistem, kalau anda benar mecintai negeri ini, jagalah sistem itu dengan baik. Jangan dorong presiden terlalu berkuasa terhadap DPR. Jangan pula DPR terlalu arogan terhadap presiden. Dukunglah presiden dan DPR berjalan diatas keseimbangan itu. Agar pemodal Happy dan financial resource terbuka lebar untuk melanjutkan program pembangunan. ingat! Tanpa modal , apapun jadi bego. Yakinlah...

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...