Pernah Yuni tanya saya. “ Uda itu haji, sholat rajin. Ngaji jago. Bahkan bahasa arab udah bisa. Kalau dikasih topi haji dan baju gamis, jadi dah ustand kondang. Tetapi lucunya, miras jalan terus, ke spa jalan terus, bergaul dengan cewek yang bukan muhrim jalan terus. ke KTV terus aja. Berteman dengan bandar judi, berteman dengan PSK, kadang makan direstoran haram dijabani juga. Aneh, udah itu beragama engga ? sepertinya agama dibuat becanda”
“ Saya beragama islam. “ Kata saya tegas “ Saya patuh kepada rukun Islam. Karena itu kontrak saya dengan Tuhan sesuai standar kepatuhan manusia beriman.Tapi dalam kehidupan saya lebih memilih jadi orang humanis daripada agamais. Itupun saya lakukan dengan Best Effort aja. Engga berlebihan amat”
“ Mengapa?
“ Agamais adalah persepsi dari orang lain, yang belum tentu benar bagi orang yang berbeda agama atau kurang standar keimanannya.. Tapi humanis itu bersifat universal. Berlaku kepada siapa saja.”
“ Maksud Uda?
“ Saya tidak merasa salah berteman dengan PSK daripada merendahkannya. Saya tidak merasa salah berteman dengan pejudi daripada saya korupsi dan nipu. Saya tidak merasa salah, ke KTV daripada ke mesjid berghibah dan merasa paling sholeh. Saya tidak merasa salah kalau pergi ke restoran haram daripada makan halal tetapi duitnya haram. Atau uangnya dari sertifikasi halal. Saya tidak merasa salah mabok selagi tidak merusak diri saya dan menganiaya orang lain. Saya tidak merasa salah berteman dengan wanita, daripada nikahi dia tapi menyakiti hatinya. Mengapa ? Tuhan berkata, menyakit manusia itu sama saja menyikiti Dia. Sementara saya mencintai Dia!
“ Terus apa arti sholat, Haji ?
“ Sholat dan haji itu tidak ada kaitannya dengan standar beragama menurut orang lain. Itu antara saya dengan Tuhan saja. Itu soal komitment saya sebagai orang yang beriman kepada Tuhan. Engga ada urusan dengan orang lain. Dimanapun, kapanpun waktu sholat datang. Saya sholat. Tidak pernah saya tinggalkan selagi saya tetap beragama islam. Bahkan kamu pernah lihat saya sholat di ruang KTV atau di Spa, ya kan?
“ Ya, makanya aneh. “ Katanya tersenyum. “ Tapi sekarang Yuni paham. Makanya uda engga pernah ragu peluk Yuni kalau habis ngomel soal bisnis. Itu karena pilihan uda kepada humanis. Bisa bedakan mana bisnis dan mana personal. Tetapi kenapa engga mau sentuh Yuni ?
“ Kalau kamu saya sentuh, ngomel soal bisnis itu akan jadi sangat menyakitkan. Kamu akan terluka. Tetapi selagi dalam batas persahabatan, kemitraaan bisnis, kamu akan selalu mengerti saya, dan berdamai dengan kenyataan"
" Bagimana dengan kesetian kepada istri ?
" Saya menikah bukan karena komitmen kepada istri, tetapi komitmen kepada Tuhan. Kan engga bisa saya korbankan sisi kemanusiaa saya kepada wanita lain hanya karena saya takut sama istri. Kesetian kepada istri itu menjaga amanah Tuhan yang titipkan istri. Saya harus menjaga istri dan memperlakukannya dengan baik. Itu saja standarnya. Selebihnya Best Effort aja dan saya berserah diri kepada Tuhan."
***
Satu waktu, saya terjebak macet di kawasan Grogol jawa barat. Saya hendak ke arah Harmoni. Sementara waktu sholat lohor sudah masuk. Saya mampir ke masjid yang ada di jalan Mawardi Grogol. Waktu saya mau masuk masjid, ada tukang Bajay menegur saya “ Pak Mau sholat ?
“ Ya ”Kata saya tersenyum.
“ Boleh sholat bareng bapak. Saya makmun”Katanya. Saya rangkul pundaknya. “ Ayo kita sholat berjamaah” Kata saya.
Usai sholat supir Bajay itu dekati tempat saya duduk. “ Pak boleh tanya? Katanya duduk bersila depan saya.
“ Ya tanyalah” Kata saya tersenyum.
“ Pak saya tidak bisa baca sholat. Padahal sejak kecil saya sudah belajar. Tidak pernah bisa hapal. Apa sah sholat saya selama ini?
“ Kamu bisa baca alfatihah?
“ Tidak hapal pak.”
“ Bisa baca bismillah ? tanya saya.
“ Bisa”
“ Gunakanlah, bismillah. Cukup itu aja. Engga apa apa kok”
“ Kadang saya malu pak dengan keterbatasan saya itu. Tapi saya selalu rindu kepada Allah. Saya yakin Tuhan sayang saya. Setiap datangnya waktu sholat, selalu terpanggil sholat “
“ Sifat rindu itulah sesungguhnya Sholat”
“ Tapi kalau berdoa saya juga malu kepada Tuhan. Saya engga bisa bahasa arab. Saya ngomong aja. Apa Allah mengerti pak?
“ Tuhan tidak mendengar lafal kamu, tetapi mendengar suara hati kamu, niat kamu. Itulah Dia yang Maha Pengasih Penyayang, selalu ada bersamamu. Selalu mencintai kamu disaat seluruh dunia membenci kamu. Selalu peduli kepada kamu, disaat tidak ada lagi manusia peduli kepada kamu”
Supir bajay itu menangis. Dia anak muda. Saya rangkul dia “ Engga apa apa. Sifat malu kepada Tuhan atas kekurangan kamu itu adalah puncak Tauhid. Prasangka baikmu kepada Tuhan, itu adalah puncak spiritual. Tuhan akan sempurnakan ibadahmu. “ Kata saya.
***
Saya islam, saya tidak pernah berdebat soal fiqih sholat, puasa, haji atau apalah. Bagi saya itu terlalu rumit. Kalau memang rumit agama itu, apakah hanya orang otaknya encer saja yang benar. Apakah yang bisa menghafal Al Quran saja yang boleh dekat kepada Tuhan? Saya rasa Tuhan itu Maha Adil, kekurangan dan kelebihan setiap manusia itu ada dalam genggamanNya. Dia Maha Tahu dan Maha bijaksana. Karena dia menjadi persepsi damai dan nyaman bagi siapa saja. Karena itu agama menjadi marcusuar hati dan kebenaran yang hakiki.
Saya tidak pernah punya waktu memikirkan sikap orang lain terhadap keyakinannya beragama. Juga tidak pernah ada waktu mempertanyakan apa agama orang itu. Saya hanya tahu, bahwa mencintai makhluk termasuk Manusia adalah mencintai Allah itu sendiri ( Q.S.al-Qashash,28:77). Dengan siapapun saya lebih memilih berdamai saja. Kalau saya merasa nyaman ya saya sukuri hubungan itu. Kalau engga, ya saya bersabar. Saya juga tidak mau menyakiti atau merugikan orang lain.
Mengapa ? Dosa saya kepada Tuhan, itu pasti akan Tuhan ampuni. Ketidak sempurnaan saya secara personal, pasti Tuhan akan sempurnakan selagi saya ikhlas. Tetapi kesalahan saya terhadap orang lain, sehingga merusakan sisi kemanusiaan saya, itu sama saja saya tidak mencintai Allah. Lantas apakah saya pantas dapat kemewahan ampunan dan proteksi dari Tuhan, sementara manusia ciptaanNya saya zalimi.
Beragama itu sederhana. Sesederhana memaknai cinta. Dunia ini terasa tidak damai dan sesak bukan karena kemiskinan ekonomi tetapi karena miskin Cinta. Cintailah manusia karena kita mencintai Tuhan, Yakinlah kita akan baik baik saja. Itulah esensi sholat dan Tauhid