Dalam perang Candu ( 1839-1842), China ada di pihak yang kalah. Inggris menjadi pemenang. Tahun 1860 Pulau Hong Kong dan Semenanjung Kowloon di sewa oleh inggris selama 99 tahun. Perang Dunia kedua, China jatuh ke Jepang. Inggris hengkang. Itu berlangsung selama 3 tahun. Setelah Jepang kalah. Tahun 1947 berdiri Republik Rakyat China. Apakah China membatalkan komitmen ke inggris menyewa Hong Kong dan Kowloon? Tidak. China persilahkan inggris melanjutkan kontrak sewa itu.
“ Apa dasar pemerintah China melanjutkan kotrak sewa itu. Padahal logikanya dengan masuknya Jepang di China sebagai penakluk, dan kemudian Dinasti China tumbang digantikan denga Republik China, seharusnya komitment dengan inggris tidak ada lagi. “ Kata saya kepada Wenny.
“ Kolonialisasi itu salah. Lebih salah lagi adalah ingkar dengan janji. Kata Wenny tersenyum.
“ Tapi bagaimanapun kolonialisasi itu salah. Kenapa berdamai dengan pihak penjajah? Kata saya.
“ Benar, kamu. Kolonialis itu salah. Tetapi kesalahan bukan hanya ada pada Inggris. Kesalahan juga ada pada dinasti China yang menyewakan Hong Kong kepada Inggris. Lebih jauh lagi adalah kesalahan rakyat China, mengapa mendukung dinasti korup. Kalau kita mempersoalkan salah benar, kita terjebak pada masalalu dan pada hari ini kita meradang marah dan dendam. Maka masa depan hanya omong kosong. Jalan terbaik menghadapi masa depan adalah berdamai dengan masa lalu tanpa kehilangan martabat. Menepati janji itu adalah kehormatan, dear “ Kata Wenny dengan bijak.
Saya teringat Perjanjian Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Terjadi kesepakatan antara Belanda dan Indonesia, yang dimediasi oleh PBB. Kedaulatan Indonesia diakui. Bapak pendiri bangsa kita tidak menolak ketika Indonesia harus menanggung hutang pemerintah Kolonial Belanda dan membayar ganti rugi atas asset yang kelak akan dinasonalisasi oleh pemerintah Indonesia. Begitu agungnya sikap mental Bapak pendiri bangsa kita. Karena kemerdekaan yang dimaknai oleh bapak bangsa adalah juga kemerdekaan yang bermartabat.
“ Mengapa? Tanya saya kepada mentor politik saya tahun 1993.
“ Masalalu tidak terjadi di ruang hampa. Itu juga adalah proses takdir yang membuat orang bijak menyikapinya. Karena itulah sampai kini kita sebagai negara berdaulat yang bermartabat. Kini kita sebagai negara menjadi mitra global bagi semua negara” Kata Mentor saya.
“ Masalalu berhubungan dengan masa kini dan masa kini menentukan masa depan.” Kata Wenny. “ Bila karena waktu orang tetap bergandengan tangan sebagai sahabat atau suami istri, nampak rukun dan bahagia. Itu bukanlah hubungan di ruangan hampa. Pasti ada gejolak. Tapi selalu ada cara untuk tetap bersama. Mengapa? Karena mereka bisa berdamai dengan kenyataan. Masalalu adalah hikmah, dan masa kini adalah berkah. Masa depan bukan sesuatu yang diresahkan, ya kan dear.” Lanjut Wenny.
‘ Dulu awal kenal kamu, usia saya kepala tiga. Kini usia saya kepala 5. Tetapi kita tetap bersama. Begitu juga kamu dengan istri kamu. Waktu bertemu masih remaja, kini menua bersama. itu semua karena nilai nilai komitmen. Itulah yang kita perjuangkan sebagai manusia sepanjang usia“ Kata Wenny. Saya tersenyum seraya menggenggam jemarinya.