Dalam usia menua. Mengapa ada orang yang tetap sehat dan kuat. Tetapi ada yang ringkih dan lemah. Kondisi itu tidak terkait apakah itu kaya atau miskin. Tanya Yuni. Menurut saya. Itu karena manusia makhluk unik. Mengapa ? karena ada akal, nafsu, hati. Ketiga hal itu membuat manusia bisa jadi apa saja. Kalau dia menggunakan akalnya, dia jadi makhluk cerdas. Kalau dia menggunakan nafsunya, dia bisa jadi predator. Kalau dia gunakan hatinya di bisa jadi rahib atau biksu. Kalau dia kombinasikan semua itu ya jadilah dia manusia seutuhnya. Namun jarang sekali manusia sempurna yang bisa gunakan ketiga hal itu.
Itu sebabnya, kadang saya tersenyum sendiri. Kalau ada orang memaksakan standar dia terhadap orang lain. Seperti standar agama atau idiologi. Atau suami inginkan istri seperti dia mau. Atau orang tua inginkan anaknya seperti dia mau. Harus patuh seperti standar dia. Apapun alasannya, jelas tidak akan berhasil. Mungkin saja berhasil bila kebetulan yang dipaksa lemah dan yang yang memaksa kuat. Tetapi itu bukan hubungan normal. Itu tetap saja hubungan antara predator dengan mangsa. Salah satu pasti tidak nyaman. Ketidak nyaman itulah yang akan melemahkan keunikan manusia. Bisa timbul penyakit atau frustasi atau apalah…
Kemajuan dan keunggulan peradaban yang ada sekarang ini diciptakan bukanlah oleh para follower. Tetapi oleh orang orang bebas tanpa terikat dengan standar statusquo. Karena itu nelayan menemukan layar. Tak ingin ikuti standar mendayung. Orang memasang bajak ke punggung sapi karena enggan jadi follow mencangkul. Komputer tercipta karena orang ogah capek melakukan hal yang sama setiap hari. Ahok menciptakan skema non budgeter membangun DKI karena ogah ribut dengan DPRD yang bertele tele dan culas. Jokowi gunakan skema B2B karena tidak mau terhenti programnya karena APBN cekak.
Saya percaya kerja keras itu bisa membuat sukses. Menghamba dan berharap kepada Boss. Itu saya lakukan di masa muda selama 15 tahun. Hasilnya? Saya dimangsa predator. Wajah saya nampak lebih tua dari usia. Hidup saya penuh tekanan. Pengalaman hidup mengajarkan banyak hal. Teryata kerja keras saja bukanlah dasar kesuksesan. Kerja keras sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesuksesan. Jika mereka yang sukses karena kerja keras, itu hanyalah suatu kebetulan belaka dan bukan karena sebab akibat. Standar memaksa orang kerja keras untuk sukses, itu sama saja merendahkan manusia. Kalau boleh simpulkan. Kerja cedas seharusnya.
Akhrnya saya bisa berdamai dengan hidup saya. Saya dengan cara saya. Ya seperti waktu saya bocah Balita. Saya jalani hidup seperti permainan. Saya melakukan semuanya dengan senang, tanpa beban. Itu dengan cara saya. Orang suka tidak suka. EGP saja. Tiap detik harus fun abis! Apa yang terjadi ? Justru semua hambatan bisa saya lewati. Mengapa ? karena dalam kondisi fun, otak menghasilkan neurontransmitter yang disebut endorfin. Mirip morfin yang bisa menghilangkan rasa sakit dan menawarkan perasaan nyaman dan tenang. Lihat aja Ahok, keluar dari bui, badan makin gemuk dan dapat bini baru. Jokowi tetap sehat selama jadi presiden. Bisa terus tersenyum. Yang benci dia makin stress dan keliatan gila.
Ya dalam keadaan nyaman maka ide-ide keren akan berebut bermunculan. Kerja menjadi passion. Hambatan dinikmati bukan dikeluhkan. Kalau sukses ya biasa saja. Tanpa euforia. Karena euforia itu bukan pada hasilnya tetapi pada prosesnya. Dalam usia menua. Saya tidak lagi anggap uang penting. Saya kembali kepada hobi waktu saya ABG. Apa itu? menulis dan membaca. Kadang kumpul dengan sahabat. Minum dan bercengkrama. Walau istri saya tidak suka dengan hobi saya itu. EGP aja. Saya dengan hidup saya. Dan saya juga tidak melarang istri melakukan hobi berbisnis dan travelling. Paham ya sayang..
No comments:
Post a Comment