Tuesday, November 12, 2019

Majelis Ulama Indonesia


Pada 26 Juli 1975 atau tanggal 7 Rajab 1395 H, di Jakarta., berdirilah MUI. Pedirian ini diawali dengan lahirnya “PIAGAM BERDIRINYA MUI”. Piagam ini merupakan kesepakatan para ulama, yang terdiri dari dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’lau Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Niat Soeharto, membentuk MUI tak lain agar kekuatan islam berdasarkan patron itu bisa dikondisikan secara politik seprti maunya Soeharto. Karena Soeharto paham sekali bahwa umat islam itu sangat tergantung dengan patron atau tokoh ulama. Kalau semua ulama ditempatkan dalam barisan yang sama, dan mengarah ke tujuan yang sama sesuai kehendak penguasa, maka stabilitas politik lebih mudah dikendalikan. Wacana yang sensitif tentang agama islam, mudah diredam. Sehingga tidak berdampak pada terganggunya stabilitas politik.

Setelah reformasi, Gus Dur sebagai presiden, mengeluarkan pos pembiayaan MUI dari APBN. Alasan Gus Dur sederhana saja. Agar Ulama bisa mandiri menyelesaikan rumah tangganya dan karena itu tidak perlu tergantung pemerintah dan MUI tidak perlu pula harus loyal kepada politik pemerintah. focus ke umat saja. Tetapi MUI tetap punya sumber pendapatan dari uang sertifikasi halal, dan donasi dari perbankan syariah lewat Dewan Syariah Nasional. Era SBY, kembali MUI dapat dana dari APBN berupa bansos, besarnya Rp. 3 miliar setahun sampai sekarang. Dengan demikian secara tidak langsung menteri agama punya akses mengendalikan MUI.

Secara organisasi MUI itu punya alat organisasi yang sama dengan Yayasan pada umumnya. Perbedaanya adalah, dalam MUI keputusan itu diambil secara kolektif. Jadi kedudukan pimpinan MUI itu hanya bersifat administrasi. Di era Jokowi, peran sertifikasi halal diambil alih oleh pemerintah. MUI meggugat ke MK atas adanya UU yang mencabut otoritas MUI mengeluarkan label sertifikasi Halal. Jadi saat sekarang sumber pendapatan MUI hanya dari APBN dan donasi  perbankan syariah. Tentu ini sangat memukul MUI. Tapi apa sih sebetulnya fungsi MUI itu? Kalau liat dari misi organisasi, fungsi MUI adalah sebagai tempat atau wadah musyawarah bagi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami.

Dengan fungsi MUI tersebut maka akan sangat mudah MUI terseret dalam arus politik praktis, setidaknya dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para politisi untuk mendapatkan dukungan suara dari rakyat. Itu pernah dibuktikan waktu Pilkada DKI. Dengan adanya “ pernyataan Pendapat dan sikap keagamaan MUI” Ahok yang tingkat elektabilitas tinggi, kalah dalam Pilkada. Mengapa ? menurut MUI, Pendapat dan sikap keagamaan itu lebih tinggi hukumnya daripada Fatwa. Karena itulah orang awam agama takut melanggarnya. Padahal apapun dalihnya, pendapat dan sikap keagamaan itu adalah produk politik. ya MUI berpolitik.

Dalam islam, Fatwa ulama bukanlah hukum yang harus ditaati, seperti rukun islam. Fatwa itu hanya tuntunan umat untuk menentukan sikap. Mengapa ? karena manusia dihukum sendiri sendiri di hadapan Tuhan. Tida bisa ngeles karena salah mengikuti ulama. Manusia diberi akal dan hati untuk menimbang salah benar. Nabi bersabda “ Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” Jadi saran saya, apapun sikap MUI engga usah ditanggapi berlebihan. Bawa santai saja. Kalau cocok , ya ikuti, engga cocok, ya lewatkan saja. Toh ulama juga manusia, yang pasti tidak sempurna.

***
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam dan para pemangku kebijakan atau pejabat untuk menghindari pengucapan salam dari agama lain saat membuka acara resmi. Imbauan tersebut termaktub dalam surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin. Dalam surat itu, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam.

Ada kisah Zaman Rasulullah dimuat dalam shohih Bukhori dan shohih Muslim. Rombongan kecil pasukan islam beristirahat pada suatu tempat. Pemimpin kaum ditempat itu terkena sengatan hewan. Mereka meminta pasukan islam meruqyah ( doa) agar sembuh. Pemimpin kaum itu tidak beragama islam. Karenanya mereka minta imbalan atas doa itu. Pemimpin kaum itu setuju memberi imbalan kambing. Benarlah, setelah di ruqiyah, penyakit karena sengatan itu sembuh. Namun mereka tidak langsung makan kambing itu sebelum mereka bertanya kepada Rasulullah. Apa jawaban Rasulullah? “ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya.”

Memang semua ulama sepakat tidak mendoakan musuh. Tetapi itu hanya musuh yang memerangi kita. Kalau musuh tidak memerangi kita, itupun tidak dilarang mendoakannya. Bahkan kita harus mendoakan agar dia berbaik hati kepada kita sesuai dengan jalan Tuhan. Ketika perang, Nabi dalam keadaan luka parah diminta agar mendoakan hal yang buruk kepada musuh, beliau malah berdoa “ “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Bukhori 3477).

Mengucapkan salam adalah doa. Bahwa kita beragama bukan untuk Tuhan. Sholat dan ibadahn kita hanya untuk kita, bukan untuk Allah, dan Allah tidak perlu dibela. Dia Maha berkuasa dan Maha Pengurus. Bahkan 10 kali kita mati dan dihidupkan kembali oleh Tuhan, dimana selama itupula kita beribadah, tidak akan bisa membalas kemuliaan dan agungan Allah. Ibadah kita hanya untuk kita. Agama tidak diturunkan Allah untuk Dia tapi untuk manusia. Artinya, kita mencintai Allah dengan cara kita mencintai makhluk ciptaanNYA. Mendoakan mereka yang berbeda dengan cara mengucapkan salam, adalah bagian dari akhlak mulia.

Kita memang berbeda namun satu dalam kemanusiaan. Begitulah maksud agama diturunkan Allah, agar semua manusia saling berbuat baik dan saling mendoakan. Soal hidayah, itu hak prerogatif Allah. Tugas kita hanyalah berbuat baik, walau hanya sebatas mengucapkan salam. Nah kalau mengucapkan salam kepada yang berbeda dilarang, lantas kebaikan apa yang kita tebarkan. Kalau yang sederhana saja kita sulit. Padahal kita sepakat bahwa islam itu rahmat bagi semesta. Semoga paham. Wallahu a'lam (والله أعلمُ)


Sunday, November 10, 2019

Radikalisme ?


Ada nitizen yang bertanya kepada saya “ Apa definisi radikal itu, dan siapa yang dimaksud radikal itu? Pertanyaan ini, bagi saya terkesan seakan sipenanya merasa tersinggung dengan istilah redikal, yang mencurigai umat islam. Apapun jawaban saya, tidak akan cukup mencerahkan dia bila dia sendiri merasa sudah paranoid terhadap orang yang berbeda. Yang memang kalau saya baca postingan dari penulis tergolong influencer di sosial media, terkesan mengejek pihak yang dimaksud radikal itu, walau di dalam tulisan itu tidak ada secara vulgar mengejek. Hanya memberikan gambaran bagaimana radikalisme merusak persatuan dan kesatuan negara seperti Libia, Siria, Yaman. Dan ini berharap jadi pelajaran bagi semua.

Sebelum kita membahas soal Radikalisme, sebaiknya saya jelaskan dulu definisi radikalisme. Radikalisme adalah terminologi untuk hal yang berhubungan dengan politik. Jadi kalau tidak ada hubunganya dengan politik , maka itu tidak bisa disebut dengan radikal. Apa tujuan politik nya ? adalah untuk melakukan perubahan dalam sistem politik. Gimana caranya ? bisa lewat demokrasi atau anti demokrasi. Yang jelas radikal itu menginginkan perubahan politik yang cepat dan ekstrim. Artinya radikal itu lebih kepada pola berpikir ( mindset ), bukan pada agama. Agama hanya dimanipulasi saja untuk tujuan politik.

Mengapa sampai istilah radikal itu ditujukan kepada golongan Islam? Itu tidak datang atas dasar paranoid. Faktor sejarah politik mendukung. Sejak Indonesia merdeka pemberontakan golongan islam kepada pemerintah pusat beberapa kali terjadi dan berhasil ditumpas. Sampai hari ini aksi teroris dilakukan oleh golongan yang mengaku beragama islam dan tujuannya politik. Kemudian narasi kotbah dari sebagian ustadz memang bernuansa politik. Walau apa yang mereka sampaikan itu bisa saja cocok dengan dalil yang diyakininya namun belum tentu sesuai dengan dalil orang lain yang juga beragama islam. Apalagi dengan orang yang tidak beragama islam.

Sebetulnya perbedaan dalam islam itu tidak bersifat prinsip. Hanya berkaitan dengan masalah khilafiah tentang muamalah. Misal soal pakaian, perbankan, ekonomi, pemerintahan, bersosial dan lainnya. Sikap dan pilihan itu tidak bisa disebut radikal. Dalam sistem demokrasi setiap orang berhak menentukan pilihannya. Kalau anda tidak percaya dengan bank konvensional, silahkan ke bank syariah. Itu hak anda. Kalau anda tidak suka kepada kapitalisme, jangan buat PT. Buatlah Baitul Maal, atau Koperasi syariah. Kalau anda hanya ingin pakai cadar dan celana cingkrang, silahkan tapi lakukan itu dikomunitas anda sendiri. Jangan masuk ketempat umum yang mensyaratkan tidak pakai celana cingkrang dan cadar. Kalau anda tidak suka pancasila, anda bisa pindah kenegara yang menurut anda sesuai dengan syariat islam. Bebas saja.

Sepanjang perbedaan itu disikapi sebagai cara memperkaya khasanah islam, dan memperkuat keimanan, itu biasa saja, sah saja. Sikap itu tidak bisa dianggap radikal.Tetapi kalau sudah berkaitan dengan hukum dan UU maka semua pihak harus punya sikap sama. Mengapa ?karena UU dan hukum itu dibuat atas dasar konsesus bersama. Suka atau tidak, kita semua yang punya KTP indonesia harus patuh. Mematuhi konsesus adalah bagian dari aklak mulia yang diajarkan islam. Nah kalau ada golongan islam tidak setuju dengan UUD 45 dan Pancasila dan berusaha membangun narasi untuk mengubah sistem sesuai syariat islam, maka dia sudah melakukan paham radikal. Apapun alasannya, dia sudah berpolitik.

***
Tadinya di era Soeharto , pakaian Jilbab jarang sekali terlihat. Celana cingkrang tidak populer, apalagi di instansi pemerintah. Itu berangsur angsur marak setelah Soehato Jatuh. Itu ditandai dengan bentuk pakaian, kewajiban sholat wajib di Masjid, paranoid terhadap agama lain, termasuk menolak orang islam yang tidak terpengaruh dengan politik identitas. Awalnya Jilbab diperkenalkan jenis pakaian pembeda wanita muslimah yang taat dan tidak taat. Namun belakangan jilbab bukan hanya sekedar penutup kepala wanita, tetapi sudah sampai menentukan jenis jilbab apa yang sesuai syari dan mana yang tidak sesuai syari. Yang tidak dianggap sesuai dengan design syari walau pakai Jilbab, dianggap salah.

Waktu berlalu, Soeharto sudah lama terkubur, pakaian cingkrang tidak hanya segelintir orang tetapi sudah masuk ke instansi pemerintah. Jilbab lebar menjamur, dan kini massive diperkenalkan cadar. Para pria diharuskan memakain janggut, sebagai pembeda orang cinta rasul dan bukan. Untuk lebih meyakinkan, jidatpun disarankan agar nampak hitam sebagai tanda ahli ibadah. Dari mereka yang terpapar paham identitas semacam itu, sholat berjamaah lima waktu di Masjid, digunakan sebagai ajang menanamkan pemahaman baru soal politik identitas; negara daulah isalmiah, khilafah, dan Pancasila bersyariah.

Provokasi menanamkan kebencian terhadap orang berbeda terjadi terus menerus. Apapun hal yang remeh bisa jadi besar kalau menyinggung identitas Islam sebagai simbol. Bahkan bendera merah putih tidak lagi sakral, Ia sudah digantikan bendera tauhid. Penusuk Pak Wiranto itu lulusan Universitas Sumatera Utara, termasuk universitas bergengsi, tapi dia jadi bigot. Banyak orang jadi bigot yang siap mati menjadi martil demi membela politik identitas, padahal mereka termasuk orang terdidik. 90% pendukung HTI adalah para mahasiswa di kampus terbaik dan lulusan universitas terbaik yang dibiaya oleh APBN. Bahkan MUI juga sudah terjebak Politik identitas. Sukses menjatuhkan Ahok dan menaikan ABAS etnis Yaman sebagi Gubernur DKI.

Kini politik identitas semakin punya pengaruh significant. Ya semakin lama semakin renta persatuan negeri ini. Mereka dengan terang terangan berani mempertanyakan eksistensi Pancasila. Mereka juga dengan gamblang menentang politik pluralisme. PKS memang partai yang berkembang karena identitas islam. Itu hanya 8% suaranya. Tetapi banyak partai sekular juga mendukung politik identitas, bukan karena mereka orang taat tetapi karena mereka ingin menangguk keuntungan dari kaum radikal untuk menang dalam Pilkada ataupun pemilu. Bahkan AS menjadikan mereka sebagai proxy untuk melemahkan pemerintah yang tidak loyal terhadap geopolitik AS. Banyak oknum TNI yang secara diam diam, mendukung mereka, agar anggaran Pertahanan naik terus.

HTI memperkirakan tahun 2020, Indonesia tumbang dan khilafah akan bangkit mencapai kemenangan. Mereka yakin. Ditengah situasi ekonomi yang semakin sulit, mereka semakin mempunyai amunisi mengembangkan narasi bahwa semua karena pemerintah thogut, tidak berjalan sesuai dengan syariah islam. Orang yang hidup tertekan karena ekonomi yang tidak secure, kehidupan sex yang buruk, sakit hati karena kecemburuan sosial akibat rasio GINI terus melebar, akan mudah sekali tersulut menjadi kayu bakar. Ini ancama serius. Dan Menko Polkam engga menyadari hal ini dan sibuk meladeni wacana di media massa. Semakin mereka ditaggapi semakin militan pendukung mereka. Kontraproduktif untuk politik persatuan dan stabilitas keamanan.

Apa yang terjadi di Xinjiang terhadap muslim Uighur juga sama dengan terjadi di Indonesia. Berpuluh tahun elite dari etnis uighur membangun politik identitas , yang semakin lama semua berbeda dengan etnis lainnya. Identitas Islam semakin mendapat tempat di etnis Uighur. Mereka sangat ekslusif. Mereka juga tidak ingin membaur dengan entnis lain yang beragama islam. Saat itulah politik identitas berubah menjadi politik kekerasan lewat teror dan amuk massa. Berpuluh tahun aksi itu dihadapi dengan kekerasan juga oleh China, tetapi tidak berhasil memadamkan api.

Karena itulah China menerapkan program deradikalisasi. Ini program yang sangat mahal. Karena melakukan perubahan mental mereka yang terpapar politik identitas dan mengisolasi mereka dari pengaruh politik identitas lewat program pendidikan dalam satu camp besar, itu mahal sekali. Tetapi bagi China ongkos mahal itu tidak ada artinya dibandingkan dengan ongkos membiayai Polisi dan tentara memerangi mereka. Hasilnya dalam tiga tahun, Xinjiang sudah aman. Kehidupan ekonomi dan sosial mulai bergairah dan mereka punya hope tanpa bermimpi lagi ingin mendirikan negara islam di Xinjiang. Lantas mana program deradikalisasi yang dulu pernah didengungkan Indonesia di era periode pertama Jokowi berkuasa.? Apakah takut? takut di demo seperti mereka mendemo China?

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.

Ada nitizen berkata kepada saya bahwa hadith nabi soal “ tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China” اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ. Mayoritas ulama menilai hadits ini sebagai hadits dho’if (lemah). Ibnu Hibban menilai hadits ini adalah hadits yang bathil. Sedangkan Ibnul Jauziy menilai bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu). Ini hanya pendapat ulama. Kita tidak tahu pasti mana yang benar dan mana yang salah. Masing masing cara berpikirnya textbook dari kitab kitab sebelumnya tanpa berusaha menggunakan nalar secara bebas. Tapi saya ingin menggunakan nalar saya untuk mengetahui kebenaran Hadith itu.

Seaadainya benar Nabi pernah bersabda soal “ tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China”. Tentu ada dasarnya, apalagi ini bukan berasal dari Firman Allah. Mengapa ? Nabi Muhammad lahir di Mekah pada 570 dan wafat di Madinah tahun 632. Ketika Era Nabi, China berada di bawah Dinasti Tang yang kelak digantikan oleh Dinasti Song. Saat itu China mengalami “Zaman Keemasan” (Golden Age) karena maju pesat di berbagai bidang: pendidikan, seni, sastra, budaya, politik-pemerintahan, ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya. Chang’an (kini Xi’an) sebagai ibu kota, menjelma menjadi kota kosmopolitan dan pusat peradaban yang masyhur kala itu. Banyak para sastrawan, sarjana, dan ilmuwan hebat lahir pada masa ini.

Bagaimana dengan sistem pemerintahan China ketika itu ? Dinasti Tang menerapkan sistem pemerintahan terbuka di mana hanya orang yang punya kapabilitas, kompetensi dan intelektualitas ( bukan KKN) yang berhak duduk di pemerintahan. Proses seleksi sangat ketat dan terbuka. Pada Dinasti Tang pula sistem clearing perdagangan imbal beli dengan jaminan emas di perkenalkan keseluruh dunia yang menjadi mitra dagangnya seperti Arab, Persia, Maroko dan Afrika Utara dan Barat lainnya melalui Jalur Sutera (Silk Road). Untuk mendukung itu Dinasti Tang menyediakan ribuan kapal dan pejelajah darat yang hebat. Juga menyediakan World trade Center bernama Fan Fang, untuk menampung para pedagang dan pelayar dari Timur Tengah dan Afrika ini.

Ketika itu Jeddah yang berada di wilayah Arab adalah pusat perdagangan dan pelayaran di Semenanjung Arabia. Kota pelabuhan ini ramai dikunjungi oleh pedagang dari berbagai belahan dunia. Melalui mereka lah Nabi mendapat cerita kehebatan peradaban China. Mungkin alasan logis mengapa Nabi sampai mengeluarkan sabda bahwa tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Kelak, setelah Rasul wafat , Khalifah Usman bin Affan, menunjuk Sa’ad bin Abi Waqash pahlawan penakluk Persia untuk memimpin delegasi kaum Muslim ke China guna menjalin persahabatan dengan Dinasi Tang. Bahkan beliau konon wafat dan dimakamkan di China.

Orang China menyebut Nabi Muhammad adalah orang bijak. Namun panggilan untuk Nabi adalah Ma. Banyak orang China dengan nama Ma. Seperti Jack Ma pendiri Alibaba , sang miliarder yang menghentak wallstreet, yang juga di kenal sebagai inspirator wisedom. Banyak orang China bukan muslim tapi mereka tahu bahwa Nabi itu orang bijak. Makanya banyak orang tua kasih nama anaknya Ma. Dan bahkan Ma, salah satu marga yang ada di China. Tapi bagi orang yang sudah terlanjur benci dengan China, masalah hadith ini palsu ini dibesar besarkan dengan alasan China komunis. Padahal komunis itu baru muncul tahun 1947, dizaman Nabi tidak ada komunis. Cara berpikir salah, tafsir juga pasti salah, apalagi dibarengi nafsu kebencian.

Islam dan kearifan lokal



Saya bergaul dengan lintas agama, etnis, budaya dan warna kulit. Puluhan tahun saya bergaul dengan mereka baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di Kiev saya sholat di teras Gereja yang sebetulnya tadi itu adalah Masjid ketika zaman kekuasaan dinasti Ustmani. Di Beirut saya sholat di rumah teman yang beragama kristen. Apakah saya pindah agama karena itu atau iman saya memudar ? Tidak. Mengapa ? Karena iman saya menyatu dengan adat saya sebagai orang Minang. Bahkan Bahasa inggeris saya tetap dengan slang Minang. Bukan itu saja, bicara Indonesia pun saya tetap dengan slang Minang.

Dalam berdoa saya lebih suka menggunakan bahasa minang. Didikan agama yang saya terima dari orang tua melalui sentuhan adat minang. Saya bangga karena saya adalah putra ibu saya. Sampai kapan pun tak akan pernah saya ubah. Karena saya mencintai ibu saya. Jadi kalau ada yang mempermasalahkan simbol salip atas design masjid itu artinya dia engga paham adat sebagai pengikat agama. Soal design itu mah cemeng…

350 Tahun Indonesia dijajah oleh Belanda. Dan selama itu kaum misionaris yang dibiayai kerajaan dan vatikan terlibat aktif menyebarkan agama di Indonesia. Tapi apakah selama 350 tahun mayoritas orang Indonesia pindah agamanya ke kristen atau katolik ? atau seperti sebagian orang Libanon yang Islam pindah ke Kristen ortodok karena di bawah kendali Barat. Tidak kan. Keberadaan islam sebagai agama di Indonesia tetap di hati rakyat. Mengapa ?

Karena islam diperkenalkan oleh para ulama tempo dulu melalui perkawinan kebudayaan. Sehingga sangat sulit bagi mereka untuk pindah agama. Apalagi cara cara kolonialis Belanda yang terkesan zolim, yang semakin membuat mereka memperkuat keimanan dan membentenginya dengan budaya keseharian. Contoh budaya berkumpul bersama tetangga dan handai tolan terus hidup melalui tradisi mengingat kematian , nujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari. Maulid Nabi dan lain sebagainya.

Kearifan dan kecerdasan para ulama tempo dulu dalam memperkenalkan islam di Indonesia sangat luar biasa. Budaya keseharian yang sudah menyatu dengan hindu dan animisme di modifikasi mereka agar sesuai dengan nilai nilai islam tanpa menghilangkan budaya itu sendiri. Itu sebabnya walau ketika itu yang berkuasa adalah raja Majapahit yang hindu namun Majapahit tidak melihat Islam sebagai ancaman. Karena itu islam cepat menyebar ke seluruh pelosok negeri ini. Sehingga jadilah islam yang bernuansa Indonesia. Aqidah itu tertanam dalam diri mereka dan malu bila dilanggar. Cobalah perhatikan, bagaimanapun jahatnya seseorang, marah kalau dibilang setan atau kafir atau murtad. Artinya dalam diri mereka ada Allah.

Makanya jangan kaget bila para pendiri negara kita menyebut Indonesia dengan sebutan yang sangat mesra dan sakral. Apa itu ? IBU PERTIWI. Karena bagi budaya Indonesia mencintai Ibu adalah sama dengan mencintai Tuhan. Dan Tuhan berkata bahwa sorga itu ada di bawah telapak kaki ibu. Suatu perpaduan yang luar biasa. Kehebatan Soekarno dan Hatta bersama para pendiri negara ini membuat Indonesia merdeka karena kepiawaian mereka menggunakan emosi budaya yang diawali dengan sumpah pemuda, bukan sumpah syariah islam. Bahkan berdirinya beberapa kesultanan Islam yang mengadopsi khilafah sangat mudah dihancurkan melalui politik adudomba dan akhirnya takluk kepada Belanda.

Tapi seorang Soekarno bersama sahabatnya yang tampa tahta mampu merebut kemerdekaan dari kolonial Belanda. Mengapa ? Mereka mengenal budaya Indonesia dengan baik dan merebut hati rakyat melalui budaya itu. Maka bersatulah rakyat dari berbagai golongan, agama dan suku, dalam barisan yang tertip termasuk umat Islam menuju perang rakyat semesta mengusir penjajah. Jadi kalau ada orang anti budaya Indonesia dan berusaha memisahkan budaya dan agama, itu artinya dia sedang berusaha menghancurkan Indonesia, menghancurkan komunitas islam. Moga anggota DPR yang mengolok ngolok menteri Agama, bisa memahami  ini.

Pria baik, istri yang baik.

Malam terasa dingin. Kasman berharap malam cepat berlalu. Karena tidur sendirian ditinggal istri kerumah orang tuanya sakit, memang tidak nyaman. Jam 1 paginya berlalu. Dia terbayang seminggu lalu ketika mengantar istrinya ke bandara “ Terimakasih mas. Sudah izinkan aku menjenguk ayahku yang sakit keras. “
“ Maafkan aku juga karena engga bisa antar kamu sampai ke kampung. Kerjaan aku di kantor sedang padat sekali. Sampaikan maaf aku ke ayah. Doa aku selalu untuk ayah. Maafkan aku juga ya mah”
“ Ayahku maklum kok. Aku udah bilang mas sibuk sekali. Ayah pesan aku engga boleh pergi bila mas tidak izinkan”
“ Ya udah pergilah. Kalau uang kurang untuk berobat ayah, bilang. Aku akan kirim ke ATM kamu. Aku bisa pinjam dari kantor.
“ Ya mas. “ Kata istrinya. Kasman mencium putri mungilnya yang terlelap dalam pelukan istrinya.

Dia melangkah ke kamar mandi. Ketika dia jongkok dia bingung. Bagaimana dia bisa masuk tanpa membuka pintu? Dalam kebingungan itu dia melirik ke cermin dan segera menyudahi buang hajatnya. Di dalam cermin ada wajah mertuanya tersenyum. Dia balik badan. Tidak ada seorang pun di belakangnya. Bulu kuduknya mulai berdiri. Kembali dia menatap cermin. Kini ibunya ada dalam cermin. Bukankah ibu sudah lama meninggal. Kenapa ada dalam cermin. Segera dia balik badan. Tidak ada ibunya di belakang nya. Dari bingung berubah jadi takut.

Dia segera mendorong pintu tapi tidak bisa. Sepertinya dia menabrak hologram. Dengan mudah dia melewati pintu kamar mandi tanpa harus buka pintu. Dia melangkah kembali ke tempat tidur. Nampak istrinya sendang tidur pulas. Diapun kembali tidur. Dengan sejuta tanya. Besok pagi dia akan cerita kepada istrinya.

Berkali kali dia panggil istrinya tidak menjawab. Dia sentuh tidak bisa. Seperti menyentuh hologram. Berkali kali dia teriak. Tetap saja istrinya tidak menoleh. “ apakah aku sudah meninggal ? Pikirnya. Tetapi mana malaikat? Mengapa tidak ada malaikat yang menjemput? Dimana aku sekarang ? Apa yang terjadi dengan ku? Begitu banyak pertanyaan yang membuat dia stress.

Dia melihat istrinya berdoa seusai sholat dan dia mendengar doa istrinya. Tak ada isi doa kecuali mendoakan dirinya agar sehat dan dalam lindungan Allah. Seketika dia merasakan bahunya ditepuk. Dia menoleh ke belakang. Ada pria berwajah teduh.

“ Kasman, kamu sedang berada diantara alam dunia dan kematian. Tuhan tunjukan kemuliaan kamu atas perbuatan mu kepada istri, ibu dan mertua. Tadi kamu liat ibu dan mertua mu tersenyum di cermin. Mereka bahagia di alam baqa. Karena punya anak dan mantu yang Sholeh. Kamu lihat bagaimana istrimu tak henti mendoakan mu karena kamu suami yang Sholeh.

Kasman... kamu pria yang sabar. Tak mengeluh walau gaji tak cukup dapat rumah DP 0%. Walau gajimu harus dipotong biaya BPJS yang naik. Walau biaya dan harga terus naik yang membuatmu tidak bisa lagi menabung untuk beli rumah. Kamu sabar dalam kerja keras penuh cinta. Dalam sempit hidupmu akan tetap lapang. Allah bersama orang sabar. Apakah ada nikmat lain selain punya istri yang Sholeh, setia dan tak henti mendoakanmu. “ kata pria itu.

Kasman terkejut dan langsung terjaga oleh suara dan getar HP nya. Dia segera terima telp “ Pa... ayah udah meninggal. “ Tersengar suara istrinya di seberang.
“ Kapan????
“ dua jam lalu. Aku telp papa mau kabarin tetapi dari tadi tidak diangkat. Baru sekarang bisa tersambung“
“ Ya ya. Kamu sabar ya. Aku pagi ini segera terbang ke rumah ayah. Nanti kita pulang bareng ya”


Pesan moral “ tidak ada kebahagiaan di dunia ini selain punya istri Sholeh dan setia. Dan setiap wanita akan menjadi sebaik baiknya istri ditangan suami yang baik. Keduanya saling melengkapi. Saling mendoakan dalam kebaikan, dan saling mengingatkan dalam kesabaran.

Saturday, October 26, 2019

Menteri Agama ?


Saya sebetulnya tidak mau menulis opini sekitar pro kontra menteri agama bukan dari NU tetapi dari Militer. Namun saya terpancing untuk meluruskan saja. Bukan beropini salah atau benar. Karena bila berangkat dari persepsi berbeda, pasti tidak akan ada persesuaian. Ini kalau diteruskan, akan saling menyakiti dan tidak ada yang untung. Malah persaudaraan kita sebagai muslim akan rusak. Sekali lagi saya katakan, ini bukan opini tetapi hanya sekedar meluruskan dan menempatkan secara proporsional.

Pihak yang kontra terhadap Menteri Agama bukan berasal dari NU, itu hanya datang dari orang perorang warga NU. Dalam istilah KH MA Sahal Mahfudh (2013) disebut politik tingkat rendah (siyasah safilah). Sedangkan NU sebagai lembaga atau organisasi, steril dari politik semacam itu. NU sebagai lembaga tidak mengejar kekuasaan. Tidak. Kecuali kalau diminta. Kepedulian NU sebagai organisasi terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi ( siyasah ‘aliyah samiyah ) yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika berpolitik.

Jadi kalau ada warga NU yang kontra itu biasa saja. Warga NU itu sangat demoktratis. Sudah terbiasa berbeda pandangan dan pendapat. Tidak akan mengarah kepada hal yang mengkawatirkan, apalagi kepada perpecahan. Karena warga NU pada akhirnya melihat sikap dari NU sebagai organisasi. Itulah yang menjadi stabilitator warga NU agar focus kepada kepentingan bangsa lebih besar. Bahwa patuh kepada Pimpinan negara adalah konsesus sebagai bagian dari keimanan dan nilai akhlak.

Hubungan Megawati pada khususnya dan PDIP pada umumnya, dengan NU dilandasi oleh idiologi Soekarnoisme, yang sangat menghormati NU sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Tahun 1999 , walau PDIP sebagai pemenang Pemilu, namun Megawati kalah dalam sidang MPR pemilihan presiden. Megawati legowo karena Mas nya, Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden dan dia wakil Presiden. Pemilu 2004, Megawati memilih wakil dari NU , Hasim Muzadi yang juga ketua PBNU, dan kalah berhadapan dengan SBY.

Yang memilih KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Jokowi dalam Pilpres 2019, itu adalah Megawati sendiri. Itu juga bukti bahwa hubungan Megawati dengan NU itu sangat dekat, yang dasarnya adalah Trust. Jadi pemilihan Menteri Agama yang bukan dari kalangan NU, bukanlah karena Jokowi tidak percaya kepada NU, tetapi lebih kepada agenda politik kebangsaan, bukan politik patronase.

Fachrul Razi memang berasal dari militer tetapi sekarang statusnya rakyat biasa. Dia sudah pensiun. Mata rantai komando dengan militer sudah terputus. Dia akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan sistem yang ada di dalam kementrian Agama. Engga mungkin libatkan TNI. Memang dia tidak ahli agama. Tetapi wakilnya adalah Zainut Tauhid yang tadinya Wakil Ketua Umum MUI, yang juga warga NU. Keduanya akan saling melengkapi. Dan lagi soal Fachrul Razi yang jadi menteri agama, itu hak prerogatif presiden, karena Presiden yang bertanggung jawab terhadap kabinet. Saya yakin ini sudah sejalan dengan siyasah ‘aliyah samiyah NU sebagai organisasi.

Egaliter

Dulu tahun 80 an. Saya selalu menggunakan baju berdasi dalam aktifitas saya sebagai pengusaha. Pejabat menggunakan baju model safari. Sementara orang kantoran pakai seragam. Orang awam menggunakan baju orang kebanyakan. Dengan model pakaian itu kelas sudah terbentuk dengan sendirinya. Bahkan pengusaha kalau ingin bergaul dengan pejabat atau politisi, harus pula mengenakan pakaian safari. Orang terpelejar, berbicara dengan bahasa indonesia tetapi dibumbui dengan bahasa inggris. Keren.

Di era Orla , bahkan di era kolonial, perbedaan itu semakin nampak. Kaum terpelajar dari kelompok saudagar, tokoh masyarakat, pejabat, selalu menggunakan pakaian lengkap ala barat. Baju berdasi dan jas. Mereka kumpul di restoran atau cafe dengan pakaian seperti itu. Yang jelas orang yang tidak mengenakan pakaian seperti itu jelas tidak punya kelas untuk masuk cafe. di era Orba, saya masih bisa merasakan suasana itu, kalau lagi nongkrong di cafe yang ada di Hotel Indonesia, atau Presiden Hotel. Di tempat semacam itu tidak mungkin terdengar pembicaraan tentang kesenjangan ekonomi dan kepedulian kepada kaum duafa.

Tahun 90an, orang semakin keranjingan hidup hedonis. Kemanapun saya pergi ke pusat perbelanjaan termasyur di luar negeri pasti ada orang Indonesia. Bahkan hotel hotel Singapore dan cafe pasti banyak ditemui orang Indonesia. Mereka kaum the have. Di pusat keuangan dunia, muncul generasi Billion Boy, yang selalu berpenampilan parlente, kehidupan yang glamour di pusat mode dan hiburan malam. Orang terhormat bila sudah terbiasa naik pesawat jet ,dan punya private jet. Makanya disebut kaum jet set. Kehidupan ini memastikan mereka berbeda dengan kaum kebanyakan yang jangankan naik pesawat, datang bandara saja engga pernah.

Karena itu dari waktu ke waktu krisis ekonomi datang silih berganti. Diakhir abad 20, terjadi perubahan ketika era bisnis dotcom tumbang sebagai pemicu jatuhnya wallstreet. Terjadi mega skandal ekonomi di jantung kapitalis dengan ambruknya Longterm Investmet debt AS, yang memaksa Robin Gobin mundur sebagai US treasury, dan dimergernya Giant Financial Institution; Solomon dengan Smith barney. Kemudian runtuhnya ekonomi macan ASIA. Memasuki awal abad 21, terjadi super mega scandal tahun 2008, dengan delistingnya Lehman Bro, dan Madoft di wallstreet. Dunia terhentak. Karena peyelamat dari kekacauan itu bukan orang yang punya credit card unlimited, jet pribadi, rumah mewah , baju bermerek tapi orang yang tidak memilki simbol itu semua. Dia adalah Warren Buffet.

Setelah krisis lehman tahun 2008, dunia masuk di ambang krisis. Para pemimpin baru lahir dengan spirit egaliter. Orang bergaya karena kekayaannya malu diri atas tampilnya orang terkaya di dunia, Steve Jobs , Bill Gate yang humble. Kemudian sikap egaliter itu sudah mewarnai kehidupan sosial di mana mana. Tahun 2013, muncul Jokowi sebagai calon presiden yang egaliter, dan menang dengan sikap humble nya. Mengalahkan Prabowo yang hidup bergaya glamour dan private jet. Orang masuk istana tidak lagi harus mengenakan jas dan dasi. Para menteri mengenakan baju putih lengan panjang yang digulung setengah. Di kartu nama tidak ada lagi titel berderet tersemat. Bandara dan pesawat bukan lagi mewah. Humble menjadi icon baru lahirnya masyarakat egaliter.

Apa itu Egaliter ? Egaliter itu sifat dari paham Egalitarianisme. Berasal dari bahasa Prancis égal yang berarti “sama”. Artinya kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama. Jadi engga bisa karena beda agama, lantas seseorang merasa paling hebat dan yang lain redah, atau sebaliknya. Dalam hal politik juga sama. Engga bisa karena perbedaan politik, lantas yang menang merasa paling hebat dan yang kalah tidak qaulified. Dalam hal ekonomi juga sama. Engga bisa orang kaya merasa lebih hebat daripada orang miskin. Dalam hal sosial juga begitu. Engga bisa orang yang merasa pintar, kaya, berkuasa, merasa secara sosial lebih hebat daripada orang kebanyakan.


Perbedaan manusia dalam dimensi agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, hanya pada attitude atau moral. Manusia dinilai karena moralnya. Karena budinya. Karena attitude nya. Jadi kalau ada orang bangga dengan pakaian agama, merasa berbeda, merasa lebih berhak masuk sorga, itu jelas bukan sifat egaliter. Akhlak buruk. Tak ubah dengan kaum hedonis yang merasa terhormat dengan kekayaan. Atau sama dengan profesor yang berhak bilang orang lain dungu. Semoga paham.

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...