Yusril lahir di Lalang, Manggar, Belitung Timur, 5 Februari 1956. Ayahnya bernama Idris Haji Zainal Abidin. Ibunya bernama Nursiha Sandon. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari Johor, Malaysia. Kakek buyutnya, Haji Thaib, merupakan seorang bangsawan Kesultanan Johor. Sedangkan ibunya berasal dari Aie Tabik, Payakumbuh, Sumatera Barat. YIM menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan juga menekuni ilmu filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Kemudian ia mengambil gelar Master di University of the Punjab, Pakistan (1985) dan gelar Doktor Ilmu Politik di Universitas Sains Malaysia (1993). Yusril juga sempat belajar singkat selama setahun di Akademi Teater di Taman Ismail Marzuki. Mungkin darah seni dari ayahnya turun ke dia.
Menjelang hari hari kejatuhan Soeharto, YIM adalah orang yang selalu ada disebelah Soeharto. YIM menjadi penasehat politik dan hukum pak Harto dalam menghadapi proses suksesi kepemimpinan. YIM juga ring satu Pak Harto yang menjadi rujukan bagi tokoh primodial seperti Gus Dur, Amin Rais dan juga elite politik Golkar termasuk militer. Jadi YIM sangat mengenal peta politik sejak kejatuhan Soeharto sampai kini. Karena sebagian besar tokoh Politik dan militer yang sekarang ada , adalah juga bagian dari konspirasi menjatuhkan Soeharto. Agenda YIM adalah persatuan Umat islam dibawah bendera Majelis Syuro Muslimin Indonesia ( Masyumi ). Dia sangat terinspirasi akan sosok tokoh Masyumi yaitu Muhammad Natsir.
Ada cerita setelah Soeharti jatuh, Habibie mempersiakan UU Pemilu yang baru agar lebih demokratis, yang memungkian hadirnya multi partai. Saat itu ada wacana dari Amin Rais untuk mempersatukan Golongan Islam dalam satu partai. Semua sepakat dengan wacana itu. Mereka mengusulkan di hidupkan lagi Partai Masyumi. Namun entah mengapa, Amin Rais sendiri yang mengingkari berdirinya partai Masyumi. AR mendirikan PAN dengan basis dukungan dari Ormas Muhammadiah. Langkah ini tentu di ikuti oleh Gus Dur yang membentuk PKB. Dalam NU sendiri pecah dengan adanya PPP. Bahkan Muhammadiah juga pecah dengan hadirnya partai Matahari terbit. YIM kecewa tentunya. Dia akhirnya mendirikan juga partai. Namanya partai Bulan Bintang (PBB).
Pemilu 1999 semua elite partai Islam kebingungan. Mengapa ? yang menang adalah PDIP. Kemanangan ini mudah ditebak karena pecahnya persatuan umat islam. Saat itulah AR tampil dengan gagasan persatuan Umat islam. Dia mengusulkan agar semua partai Islam di DPR bergabung dalam Poros Tengah. Usul ini tidak disetujui oleh YIM. Menjegal Megawati adalah agenda utama AR. AR pun jadi tokoh yang mempersatukan partai islam itu dalam koalisi menjatuhkan Mega di DPR/MPR. Saat itu politik sempat memanas. Kader PDIP seluruh indonesia siap konplik horisontal bila Megawati gagal jadi Presiden. AR mulai tersudut. Dia sendiri tidak berani maju sebagai presiden karena situasi itu. Dalam situasi tidak menentu itulah AR mencalonkan Gus Dur. YIM menolak. Karena tahu hidden agenda AR. Terbukti benar. Gus Dur di jatuhkan ditengah jalan oleh Amin di MPR. Tetapi TNI mengarahkan kekuasaan kepada Megawati bukan kepada AR yang ketua MPR.
YIM merupakan penyokong utama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden. Ketika SBY mundur dari jabatan Menteri pada Maret 2004, Yusril sepakat bekerja sama dengan SBY. Apalagi SBY sepaham dengan dia yaitu membangun partai nasionalis religius dibawah bendera PD. Sebulan kemudian Yusril semakin menunjukan kedekatannya dengan mendukung pasangan SBY-Jusuf Kalla. Dengan jaringan network ormas islam yang dimilikinya, YIM berhasil menarik massa islam ke kubu SBY. Bahkan walau Mega didampingi oleh ex Ketua Umum NU, tetap tidak ada artinya. Terpilihnya SBY dalam Pemilu 2004, menjadikan dia sebagai President Man. Pemilihan anggota kabinet dia ikut menentukan bersama sama dengan SBY dan JK.
Tapi kemitraan politik itu hanya berlangsung dua tahun. Tahun 2007 YIM di keluarkan dari Kabinet. Banyak rumor negatif seputar YIM. Apalagi ketika itu ada kasus pencairan dana Tommy Soeharto di BNP Paribas berkat bantuan dari YIM. Namun sebenarnya, ketidak sukaan YIM akan sikap SBY yang melakukan pembiaran terhadap Partai Islam koalisi PD yang opporntunis. Sementara sikap nasionalisme mereka sangat rendah. Ini merupakan prinsip dari YIM. YIM juga berada di balik adanya ijtima Ulama yang di sponsori oleh Presidiun Alumni 212. Alasannya demi persatuan Umat. Tetapi dia kecewa karena ijtima ulama memilih pasangan Prabowo-Sandi sebagai Paslon yang diusung ulama. Mengapa ? karena karena dia kenal betul siapa Prabowo. Dia mencium ada hidden agenda yang berbaya bagi NKRI.
Kalau sekarang YIM menggunakan Partai nya untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin itu lebih kepada kepentingan nasional. Agar umat islam dapat berperan lebih dalam pembangunan nasional dalam bingkai NKRI, Pancasila dan UUD 45. Agar umat islam tidak focus kepada program langit namun gagal melaksanakan misi di Bumi. Agar islam itu sebagai kekuatan spiritual untuk lahirnya perdamaian dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Selain itu dia menempatkan dirinya sebagia politisi profesional dan juga pengacara profesional. Kedekatan YIM kepada Jokowi bukanlah bersifat pragmatis . Walau keduanya punya cara berbeda dalam memperjuangkan persatuan islam namun kedua punya punya prinsip yang sama, yaitu NKRI, dan Pancasila. Itulah perekatnya.