Sunday, January 13, 2019

Menolong kaum duafa.


Tahun 2011, saya ada janji dengan teman banker untuk meeting di sebuah Hotel. Dengan menggunakan taksi saya menuju tempat meeting itu. Saya merasakan kendaraan berjalan dengan lambat dan tidak stabil. 
“ Bapak engga apa apa ? 
“ Eh ya pak. Engga apa apa.” Kata supir dengan terkejut. 
“ Kenapa jalannya lambat.?
“ Ya pak. Maaf saya sempat bengong tadi. Baik pak. “ katanya kendaraan kembali melaju dengan agak cepat. 
“ Bengong kenapa ?
“ Hmmm “ Terdengar seperti ragu untuk mengatakannya. Saya diamkan saja. 
“ Saya bingung dengan anak saya. " katanya kemudian. " Sudah saya bilang engga usah lanjutin ke universitas. Tetapi dia tetap ngotot juga. Seminggu lalu dia diterima di universitas negeri. Saya engga punya uang untuk bayar.” Katanya. Saya diam saja. Bayangan saya ada seorang anak yang sedang bertarung dengan nasipnya. Untuk masa depannya. Tanpa sedikitpun mengkawatirkan akan keadaan ayahnya yang tidak ada uang. Tekadnya untuk sekolah lebih karena ingin perubahan terhadap nasip keluarganya.
“Anak bapak terima dimana ?
‘ Ini pak. “ Kata supir taksi itu memperlihatkan dokumen kepada saya. Itu dokumen dari universitas yang menyatakan putranya lulus test. Dan syarat yang harus dipenuhi. 
“ Pak, ini ada uang dollar. Bapak tukar di money changer. Jumlahnya cukup untuk bayar uang kuliah anak bapak” Kata saya ketika hendak turun. Di tas saya memang selalu ada uang dollar. “ Dan ini ongkos taksi saya.” sambung saya. Keluar dari taksi itu. Supir taksi itu mengejar saya “ Kenapa bapak bantu saya? 
“ Bukan saya. Tetapi Tuhan. Itu uang titipan Tuhan. Semoga bermanfaat. Saya doakan agar anak bapak bisa terus kuliahnya.” 

Supir taksi itu menyalami saya dengan airmata berlinang. Sayapun berlalu. Bagi saya, putranya pantas mendapatkan itu. Ayahnya memang mengeluh dengan keadaanya tetapi tidak menadahkan tangan. Itu pesan cinta dari Tuhan kepada saya. Dan lagi putranya terima di perguruan tinggi Negeri. Tidak mudah orang bisa masuk PTN. Lah saya aja gagal. Kalau empati saya tidak tergerak membantunya , entah manusia macam apa saya ini. Mungkin Tuhan akan mengutuk saya karena kufur nikmat.

Orang tua saya menasehati saya " ada tiga hal yang kalau orang datang ke kamu tidak boleh menghindar atau punya alasan untuk menolak. apa itu? pertama, bayar sewa rumah, bayar biaya pendidikan, bayar biaya kesehatan. Mengapa ? siapapun itu kalau sampai dia datang ke kamu itu karena dia menggadaikan kehormatannya. Kehormatan itu diberikan Tuhan kepada dirinya. Karena tidak ada lagi yang dia miliki maka itulah yang dia gadaikan. Kalau sampai kamu tolak maka itu sama saja kamu menolak kehadiran Tuhan. Kamu menolak menjadi agent Tuhan untuk tegaknya keadilan Tuhan. " Saya bukan orang kaya. Juga bukan orang mudah keluar uang untuk hal yang engga jelas. Tetapi untuk tiga hal itu, saya tidak bisa menolak.

Saya menolak pemberian uang tunai karena alasan kemiskinan. Seperti program BLT. Tetapi saya tidak akan menolak bila uang itu untuk program yang jelas. Mengapa ? Memberi uang tanpa program kepada orang duafa sama saja memberi racun kepadanya. Menanamkan budaya malas. Tidak mendidik. Tetapi memberikan bantuan akses kepada pendidikan itu sama saja memberinya akses kemandirian. Memberinya akses kesehatan, memberinya harapan. Memberinya akses tempat tinggal memberinya kekuatan untuk berkembang. Makanya saya terharu dengan program Jokowi. Program keluarga harapan. Program ini memberikan bantuan berupa akses kepada kesehatan dan pendidikan bagi keluarga duafa, yang jumlahnya bisa mencapai Rp. 9 juta. Tentu selektif dan massive. Ada 10 juta orang duafa terseleksi dapat program ini. Tentu mereka berterimaksih kepada Jokowi. Doa mereka mengalahkan ribuan ulama. Kemenangan kita ada pada sikap kepedulian kita kepada kaum duafa. Itu janji Tuhan. Yakinlah!

No comments:

Persepsi sesat

  Persepsi itu penilaian atas dasar realita. Realita itu apa yang kita lihat, baca dan dengar. Realita bukan fakta.  Nah di era sosial media...